
Obligasi AS Adalah Kunci

Untuk perdagangan hari ini, koreksi Wall Street yang cukup dalam akan menjadi faktor pemberat bagi IHSG. Biasanya koreksi maupun laju Wall Street akan mewarnai bursa saham Asia, termasuk Indonesia.
Perkembangan yield obligasi AS juga menjadi faktor risiko yang patut menjadi perhatian. Dengan positifnya data-data ekonomi Negeri Adidaya, bukan tidak mungkin yield akan terus terkerek ke atas karena peningkatan ekspektasi inflasi.
Jika ini terus terjadi, maka investor akan memilih memindahkan dana ke obligasi yang menjanjikan keuntungan dan lebih aman dalam lingkungan suku bunga tinggi. Oleh karena itu, sepertinya kunci perdagangan hari ini ada di yield obligasi pemerintah AS.
Harga minyak juga sepertinya kurang suportif bagi IHSG. Saat ini, harga si emas hitam turun hingga lebih dari 1%.
Penyebabnya adalah pertemuan Trump dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron membahas perjanjian nuklir dengan Iran. “Hal penting dalam pertemuan ini adalah Presiden Trump sudah setuju untuk melakukan pembahasan. Ide mengenai kesepakatan baru akan diajukan dan dibahas dengan pihak Iran,” sebut pernyataan resmi pemerintah Prancis, seperti dikutip Reuters.
Perkembangan ini meredakan kekhawatiran pengenaan sanksi baru kepada Iran. Bila perundingan berjalan lancar, maka pasokan minyak dari Negeri Persia pun akan mengalir tanpa hambatan. Persepsi ini membuat harga minyak turun.
Penurunan harga minyak bukan kabar baik bagi IHSG. Emiten migas dan pertambangan akan sulit mendapat energi untuk menguat dan bisa mempengaruhi IHSG secara keseluruhan.
Apalagi harga komoditas lainnya seperti batu bara juga ikut turun. Tertekannya harga batu bara belakangan ini merupakan dampak dari kebijakan pembatasan impor batu bara oleh China yang diumumkan pada 16 April silam, di mana hal ini dimaksudkan untuk mendorong harga batu bara dalam negeri serta meningkatkan produksi.
Melansir Reuters, impor batu bara China pada minggu yang berakhir pada 21 April tercatat sebesar 3,45 juta ton. Jatuh hampir 30% dibandingkan dengan rata-rata mingguan sepanjang 1 Januari-15 April 2018 yang sebesar 4,92 juta ton.
Namun, bukan berarti tidak ada harapan. Masih ada sentimen positif yang bisa membuat IHSG kembali ke jalur hijau. Pertama adalah kabar dari emiten.
Hari ini sejumlah emiten akan melakukan pelaporan seperti ASII, DLTA, AHAP, MBSS, SRTG, dan INCO. Kabar positif dari para emiten tersebut bisa mendukung penguatan IHSG.
Kedua adalah perkembangan nilai tukar. Setelah sempat begitu kencang, kini penguatan dolar AS mulai mengendur. Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS di depan enam mata uang utama, pagi ini sudah turun 0,17%.
Greenback menguat tajam kala yield obligasi pemerintah AS masih nyaris menyentuh 3%. Namun setelah ambang psikologis 3% terlampaui, dolar AS pun melandai.
Ditambah lagi komitmen BI untuk stabilisasi nilai tukar. Ini terlihat dari kepemilikan obligasi negara oleh BI yang naik Rp 4,97 triliun pada Jumat lalu dibandingkan hari sebelumnya. Sepertinya kehadiran BI tidak hanya di pasar valas, tetapi juga di pasar Surat Berharga Negara (SBN).
Dengan penguatan dolar AS yang mulai tertahan dan intervensi BI, maka ada peluang bagi rupiah untuk menguat lebih lanjut. Ini tentu positif bagi IHSG, karena ketika rupiah menguat maka memegang aset berbasis mata uang ini menjadi menguntungkan.
