
Obligasi AS Adalah Kunci

Kabar kurang sedap datang dari New York, di mana Wall Street mengalami koreksi yang cukup dalam. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 1,74%, S&P 500 melemah 1,34%, dan Nasdaq berkurang 1,7%.
Koreksi Wall Street disebabkan oleh imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun yang menembus level 3%. Kemarin, yield instrumen ini sempat mencapai 3,083%. Ini merupakan kali pertama dalam 4 tahun terakhir yield menembus 3%.
Yield obligasi AS melonjak karena kenaikan ekspektasi inflasi dan tambahan pasokan dari pemerintah untuk membiayai defisit anggaran, yang membengkak akibat program pemotongan tarif pajak inisiatif Presiden Donald Trump. Ekspektasi inflasi meningkat seiring terus positifnya data-data ekonomi Negeri Paman Sam.
Teranyar, firma konsultan The Conference Board merilis data proyeksi indeks kepercayaan konsumen, yang pada April 2018 diperkirakan sebesar 128,7. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 127.
Kemudian, Kementerian Perdagangan AS merilis penjualan rumah baru meningkat 4% pada Maret 2018 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Cukup jauh di atas konsensus pasar yang dihimpun Reuters, yaitu 1,9%.
Konsumsi masyarakat AS yang semakin solid tentunya memunculkan ekspektasi percepatan laju inflasi. Oleh karena itu, muncul bayangan di benak pelaku pasar bahwa Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) kemungkinan akan menaikkan suku bunga acuan secara lebih agresif untuk menjangkar ekspektasi inflasi.
Kartu kenaikan suku bunga empat kali sepanjang 2018 kembali muncul di atas meja. Saham, aset yang diuntungkan dalam era suku bunga rendah, tentu dalam posisi yang tidak menguntungkan.
Selain yield obligasi, koreksi Wall Street juga disebabkan kinerja emiten yang dianggap kurang memuaskan. Saham Alphabet, induk usaha Google, turun 4,78% karena investor mencermati ada noda dalam laporan keuangan mereka yaitu kenaikan biaya dan penurunan margin. Padahal laba bersih mereka melonjak di atas perkiraan pasar.
Tidak hanya Google, Wall Street juga terbeban oleh saham Caterpillar yang anjlok 6,2%. Penurunan ini disebabkan kenaikan harga baja akibat pengenaan bea masuk, meskipun pendapatan naik 31%.
