
Newsletter
Setelah Perang Dagang, Lalu Perang Betulan
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
13 April 2018 06:05

Untuk perdagangan hari ini, performa Wall Street diharapkan bisa menjadi sentimen positif bagi bursa saham Asia termasuk Indonesia. Biasanya bursa New York akan memberi warna bagi perjalanan bursa Benua Kuning.
Menurunnya tensi soal Suriah juga bisa menjadi kabar baik bagi pelaku pasar. Kini investor bisa mengambil nafas sambil bersiap untuk mengantisipasi pernyataan bersama Trump, Macron, dan May. Diharapkan para pemimpin ini bisa menempuh opsi perdamaian tanpa perlu kontak senjata.
Harga minyak juga sampai saat ini masih suportif terhadap IHSG, dengan menunjukkan kenaikan meski mulai terbatas. Meredanya sentimen negatif dari Suriah sempat membuat harga si emas hitam terkoreksi cukup dalam, tetapi bisa bangkit karena surplus pasokan minyak semakin tipis akibat tingginya permintaan dan pemotongan produksi.
Dengan produksi di anggota Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) yang terus dikurangi, maka dunia harus bergantung kepada cadangan untuk memenuhi pertumbuhan permintaan. Cadangan minyak di negara-negara maju pada Februari 2018 turun 17,4 juta barel dari bulan sebelumnya menjadi 2,85 miliar barel.
Perkembangan ini bisa menjaga harga minyak tetap tinggi. Bahkan harga minyak telah menyentuh rekor tertinggi sejak 2014.
Namun, harga minyak masih rawan terkoreksi karena melimpahnya produksi di AS. US Energy Information Administration (EIA) melaporkan bahwa cadangan minyak AS meningkat 3,3 juta barel dalam sepekan hingga tanggal 6 April. Produksi minyak mentah mingguan AS juga kembali mencetak rekor baru di 10,53 juta barel/hari pada pekan lalu.
Kabar dari emiten juga bisa menjadi pendorong penguatan IHSG. Hari ini, beberapa emiten dijadwalkan menggelar RUPS Tahunan. Bila ada sentimen positif dari sana, misalnya kenaikan dividen, maka bisa menyumbang energi tambahan bagi IHSG.
Namun, tetap akan ada risiko dalam perdagangan hari ini. Otoritas Moneter Singapura (MAS) dijadwalkan menggelar pertemuan pada hari ini, di mana pelaku pasar berekspektasi ada pengetatan moneter untuk kali pertama dalam enam tahun.
Tidak seperti otoritas moneter lain yang punya suku bunga acuan, MAS menggunakan nilai tukar sebagai alat kebijakan mereka. Pengetatan kebijakan moneter artinya MAS memperkenankan depresiasi dolar Singapura dalam rentang tertentu, sehingga mengurangi intervensi di pasar yang menyebabkan likuiditas mengetat.
Dari 15 ekonom yang terlibat dalam pengumpulan konsensus Reuters, sembilan di antaranya memperkirakan MAS akan melakukan pengetatan kebijakan moneter. Bila ini terjadi, maka pelaku pasar bisa menilai Singapura semakin menarik dan terjadilah perpindahan arus modal ke Negeri Singa, termasuk yang berasal dari Indonesia. IHSG pun bisa terancam karena kehilangan 'bensin'.
Investor juga perlu mencermati perkembangan nilai tukar dolar AS. Seiring berkurangnya sentimen negatif dari ketegangan di Suriah, dolar AS bergerak menguat karena investor mulai menarik dana dari aset-aset aman (safe haven). Ini bisa membuat greenback menguat terhadap mata uang Asia, termasuk rupiah.
Depresiasi rupiah bisa membuat berinvestasi di aset berbasis mata uang ini menjadi kurang menguntungkan. Akibatnya, akan sulit mengandalkan investor asing untuk ikut memperkuat IHSG. (aji/aji)
Menurunnya tensi soal Suriah juga bisa menjadi kabar baik bagi pelaku pasar. Kini investor bisa mengambil nafas sambil bersiap untuk mengantisipasi pernyataan bersama Trump, Macron, dan May. Diharapkan para pemimpin ini bisa menempuh opsi perdamaian tanpa perlu kontak senjata.
Harga minyak juga sampai saat ini masih suportif terhadap IHSG, dengan menunjukkan kenaikan meski mulai terbatas. Meredanya sentimen negatif dari Suriah sempat membuat harga si emas hitam terkoreksi cukup dalam, tetapi bisa bangkit karena surplus pasokan minyak semakin tipis akibat tingginya permintaan dan pemotongan produksi.
Dengan produksi di anggota Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) yang terus dikurangi, maka dunia harus bergantung kepada cadangan untuk memenuhi pertumbuhan permintaan. Cadangan minyak di negara-negara maju pada Februari 2018 turun 17,4 juta barel dari bulan sebelumnya menjadi 2,85 miliar barel.
Perkembangan ini bisa menjaga harga minyak tetap tinggi. Bahkan harga minyak telah menyentuh rekor tertinggi sejak 2014.
Namun, harga minyak masih rawan terkoreksi karena melimpahnya produksi di AS. US Energy Information Administration (EIA) melaporkan bahwa cadangan minyak AS meningkat 3,3 juta barel dalam sepekan hingga tanggal 6 April. Produksi minyak mentah mingguan AS juga kembali mencetak rekor baru di 10,53 juta barel/hari pada pekan lalu.
Kabar dari emiten juga bisa menjadi pendorong penguatan IHSG. Hari ini, beberapa emiten dijadwalkan menggelar RUPS Tahunan. Bila ada sentimen positif dari sana, misalnya kenaikan dividen, maka bisa menyumbang energi tambahan bagi IHSG.
Namun, tetap akan ada risiko dalam perdagangan hari ini. Otoritas Moneter Singapura (MAS) dijadwalkan menggelar pertemuan pada hari ini, di mana pelaku pasar berekspektasi ada pengetatan moneter untuk kali pertama dalam enam tahun.
Tidak seperti otoritas moneter lain yang punya suku bunga acuan, MAS menggunakan nilai tukar sebagai alat kebijakan mereka. Pengetatan kebijakan moneter artinya MAS memperkenankan depresiasi dolar Singapura dalam rentang tertentu, sehingga mengurangi intervensi di pasar yang menyebabkan likuiditas mengetat.
Dari 15 ekonom yang terlibat dalam pengumpulan konsensus Reuters, sembilan di antaranya memperkirakan MAS akan melakukan pengetatan kebijakan moneter. Bila ini terjadi, maka pelaku pasar bisa menilai Singapura semakin menarik dan terjadilah perpindahan arus modal ke Negeri Singa, termasuk yang berasal dari Indonesia. IHSG pun bisa terancam karena kehilangan 'bensin'.
Investor juga perlu mencermati perkembangan nilai tukar dolar AS. Seiring berkurangnya sentimen negatif dari ketegangan di Suriah, dolar AS bergerak menguat karena investor mulai menarik dana dari aset-aset aman (safe haven). Ini bisa membuat greenback menguat terhadap mata uang Asia, termasuk rupiah.
Depresiasi rupiah bisa membuat berinvestasi di aset berbasis mata uang ini menjadi kurang menguntungkan. Akibatnya, akan sulit mengandalkan investor asing untuk ikut memperkuat IHSG. (aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular