Newsletter

Trump, Sang Negosiator Ulung

Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
12 March 2018 05:49
Cermati Sentimen Katalis Pasar Berikut Ini
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Untuk perdagangan hari ini, terdapat sejumlah sentimen positif yang bisa membantu IHSG keluar dari tekanan. Pertama adalah penguatan signifikan di Wall Street akhir pekan lalu, yang bisa membawa suntikan tenaga bagi bursa Asia, termasuk Indonesia.  

Kemudian harga minyak juga sudah kembali hijau (meski masih terbatas) setelah sebelumnya turun cukup dalam. Ini akan membantu kinerja emiten migas dan pertambangan. 

Dolar AS juga bergerak melemah seiring kemungkinan The Fed yang tidak akan agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia, melemah sejak akhir pekan lalu merespons data ketenagakerjaan Negeri Paman Sam yang belum kuat. Ini bisa menjadi momentum apresiasi rupiah dan berdampak positif bagi IHSG. 

Sentimen perang dagang yang mereda juga membantu bursa saham Asia, termasuk Indonesia. Keberanian investor mengambil risiko akan kembali, sehingga ada harapan minat terhadap pasar saham Indonesia meningkat. 

Kemudian sejumlah emiten besar seperti SMGR, TLKM, ANTM, TOWR, PTBA, dan LPKR juga akan melaporkan kinerjanya. Bila hasilnya positif, maka akan menjadi dorongan penguatan IHSG. 

Selain itu, IHSG yang sudah terkoreksi cukup dalam selama pekan lalu membuat harga aset menjadi lebih murah. Investor bisa memanfaatkan ini untuk melakukan aksi borong sehingga IHSG pun terangkat. 

Namun, ada pula risiko yang bisa membuat IHSG melanjutkan perjalanan di zona merah. Investor sepertinya masih berpersepsi negatif atas keputusan pemerintah menetapkan harga jual batu bara domestik, yang bisa menekan kinerja saham-saham pertambangan. Tidak hanya itu, kebijakan ini juga berdampak terhadap kesehatan fiskal.

Askolani, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, mengungkapkan pembatasan harga batu bara dalam negeri berpotensi mengurangi penerimaan negara dari pajak sebesar Rp 3-4 triliun. Sementara Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bisa tergerus Rp 1-2 triliun. 


Postur anggaran negara tengah menjadi sorotan. Sejumlah lembaga pemeringkat (rating) menyatakan salah satu risiko yang dihadapi Indonesia adalah penerimaan negara yang tidak mencapai target. Ini menyebabkan pendanaan untuk program prioritas seperti pembangunan infrastruktur atau jaminan sosial terkendala.  

Mencari pembiayaan dari penerbitan surat utang pun bukan hal yang mudah, karena situasi pasar yang masih diliputi ketidakpastian. Saat ini, investor masih cenderung menghindari aset-aset yang dinilai berisiko (risk-off). 


Risiko berikutnya adalah rilis data penjualan eceran/ritel yang belum solid. Bank Indonesia (BI) merilis hasil survei penjualan eceran, yang mengindikasikan koreksi pertumbuhan penjualan eceran pada Januari 2018. Hal ini tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) yang terkontraksi 1,8% secara tahunan (year on year/yoy) setelah pada bulan sebelumnya naik 0,7% yoy. 

Rilis data ini bisa menjadi sentimen negatif bagi saham-saham barang konsumsi, keuangan, sampai manufaktur. Sebab, sepertinya konsumsi masyarakat dan daya beli belum pulih sepenuhnya.
Risiko lain, meski pekan lalu melemah signifikan tetapi ternyata IHSG masih menyimpan “tabungan” penguatan. Sejak awal tahun, IHSG masih tumbuh 1,22% sehingga ada sisa keuntungan yang bisa dicairkan kapan saja. (aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular