- IHSG ditutup melemah nyaris 1% pada perdagangan kemarin.
- Bursa Asia ditutup naik, bahkan beberapa di atas 1%.
- Wall Street belum mau akhiri penguatan.
- Cermati pidato perdana Gubernur The Fed Jerome Powell.
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah nyaris 1% pada perdagangan kemarin. Akibat aksi ambil untung, IHSG melemah sendirian di tengah hijaunya bursa Asia.
IHSG ditutup melemah 0,98% ke 6.554,67 poin pada perdagangan awal pekan ini. Delapan sektor saham ditutup melemah, dipimpin oleh sektor jasa keuangan dan barang konsumsi yang masing-masing anjlok hingga 1,66% dan 1,34%.
Transaksi berlangsung moderat dengan nilai sebesar Rp 8,16 triliun. Sebanyak 144 saham ditutup menguat, 203 saham melemah, sementara 207 lainnya tidak mencatatkan perubahan harga.
Investor asing kembali melakukan aksi jual bersih, kali ini senilai Rp 741,21 miliar. SMMA (Rp 262,81 miliar), BBCA (Rp 213,64 miliar), BBRI (Rp 175,23 miliar), PTBA (Rp 34,85 miliar), dan INDF (Rp 34,16 miliar) merupakan saham-saham yang paling banyak dilepas oleh investor asing.
Pelemahan IHSG nampak disebabkan oleh aksi ambil untung, mengingat sepanjang 2018 imbal hasil yang dicatatkan IHSG sudah lebih tinggi ketimbang bursa saham lainnya di kawasan Asia. Sejak akhir 2017, IHSG mencatatkan penguatan sebesar 4,16%. Hanya kalah dari Hang Seng yaitu 4,51%.
IHSG seakan melemah sendirian di tengah hijaunya bursa saham Asia. Indeks Nikkei naik 1,19%, Shanghai naik 1,25%, Hang Seng naik 0,74%, Strait Times naik 0,69%, Kospi naik 0,25%, dan SETi naik 0,96%. Pemulihan bursa saham AS pada akhir pekan lalu memberikan suntikan tenaga bagi bursa regional.
Dari New York, Wall Street kembali melanjutkan
rally dengan penguatan signifikan di tiga indeks utama. Dow Jones Industrial Index menguat 1,58%, S&P 500 naik 1,18%, dan Nasdaq bertambah 1,15%. Penguatan ini merupakan yang tertinggi dalam tiga pekan terakhir, dan seakan membalas koreksi tajam yang terjadi pada awal Februari.
Investor sepertinya sudah lebih tenang dalam menghadapi kenaikan suku bunga acuan di AS, yang hampir pasti terjadi pada bulan depan. Namun, investor akan sangat memperhatikan pidato perdana Gubernur The Federal Reserve/The Fed, Jerome Powell, di depan Kongres AS pada Selasa waktu setempat.
Jika sampai ada petunjuk sekecil apapun mengenai kenaikan suku bunga acuan yang lebih dari tiga kali sepanjang tahun ini, maka kemungkinan pasar saham akan kembali menekan tombol panik dan beralih ke instrumen yang lebih aman yaitu obligasi. Powell sedang memegang kunci.
Kini perhatian pasar memang tengah tertuju kepada The Fed. Siapapun pejabat The Fed yang mengeluarkan pernyataan akan menjadi penentu arah pergerakan pasar. Investor benar-benar mencermati dan merealisasikan hasil dari apa yang diutarakan oleh para pejabat The Fed.
Berbanding terbalik dengan pasar saham, imbal hasil (
yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun masih menunjukkan tren penurunan. Dolar AS pun bergerak melandai. Dolar AS seakan kehabisan "bensin" setelah kekhawatiran mengenai kenaikan suku bunga acuan di Negeri Paman Sam yang agresif agak mereda.
Kini, penguatan dolar AS dalam jangka pendek tergantung pada pidato Powell. Pasar akan mencermati segala hal yang keluar dari mulut Powell, utamanya terkait ekspektasi inflasi dan kebijakan moneter ke depan. Untuk perdagangan hari ini, ada sejumlah hal yang bisa membuat IHSG
rebound dan kembali ke zona hijau. Pertama tentu perkembangan di Wall Street, yang bisa menjadi pendorong penguatan bursa Asia termasuk Indonesia.
Kedua, perkembangan di pasar komoditas juga positif bagi IHSG. Harga minyak masih bergerak naik meski agak melambat dibandingkan kemarin. Kenaikan harga si emas hitam dipicu oleh masih kuatnya permintaan global terutama di AS dan Eropa seiring pemulihan ekonomi yang semakin nyata di sana.
Selain itu, komentar dari Menteri Energi Arab Saudi Khalid Al Falih juga turut menyebabkan kenaikan harga minyak. Al Falih menyatakan produksi minyak Arab Saudi pada Januari-Maret 2018 kemungkinan akan di bawah kuota dan ekspor tidak akan mencapai 7 juta barel/hari.
Selain itu, Al Falih juga menyebutkan bahwa Negeri Padang Pasir berharap Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan mengurangi kesepakatan penurunan produksi. OPEC sebaiknya mulai menyusun kerangka kerja yang lebih permanen untuk menstabilkan harga minyak, tidak lagi melalui kebijakan
ad hoc pengurangan produksi seperti sekarang.
Kenaikan harga minyak akan menjadi sentimen positif bagi perusahaan migas dan pertambangan. Sektor pertambangan merupakan yang paling tinggi penguatannya di bursa saham domestik, dengan kenaikan
year to date (YtD) mencapai 26%.
Ketiga, perkembangan nilai tukar dolar AS juga bisa menjadi energi penguatan IHSG.
Greenback masih dalam posisi konsolidasi jelang pidato Powell, sehingga bergerak melemah terhadap mata uang dunia termasuk rupiah. Apresiasi rupiah bisa menjadi sentimen positif untuk penguatan IHSG, meski ini tidak berlaku untuk perdagangan kemarin.
Namun, penguatan nilai tukar rupiah juga mendatangkan risiko bagi Indonesia yaitu membanjirnya produk impor. Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang lebih baik tahun ini, maka kemungkinan besar akan disertai dengan kenaikan impor (terutama bahan baku dan barang modal). Sebab, belum seluruh kebutuhan yang naik bisa dipenuhi oleh industri dalam negeri.
Kenaikan impor akan menekan neraca perdagangan, yang sudah terjadi dalam dua bulan terakhir. Lebih luas, hal ini juga bisa mengancam transaksi berjalan (
current account) seperti yang terjadi pada 2014-2015.
Keempat, investor juga perlu mencermati laporan keuangan sejumlah emiten besar yang rencananya dirilis hari ini yaitu UNTR, ASII, dan INCO. Hasil positif dari emiten-emiten ini akan memberikan optimisme bagi IHSG.
Sementara hal yang bisa menjadi pemberat IHSG di antaranya adalah keputusan Pertamina untuk menaikkan harga jual bahan bakar minyak (BBM). Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan tekanan terhadap daya beli masyarakat.
Kenaikan harga sekitar Rp 300/liter terjadi wilayah Jawa-Bali, sedangkan di luar wilayah tersebut besaran kenaikannya beragam. Kenaikan harga BBM sangat berpotensi memicu inflasi, khususnya untuk inflasi yang diatur pemerintah (
administered prices).
Saham-saham yang sensitif terhadap daya beli dan inflasi adalah barang konsumsi dan keuangan. Ketika daya beli melambat, maka saham barang konsumsi pasti akan terpengaruh karena kinerja emiten yang ikut tertahan. Sementara saham emiten sektor keuangan sangat sensitif terhadap inflasi karena akan mempengaruhi suku bunga.
Hal lain yang bisa memberi faktor risiko bagi IHSG adalah masih adanya kemungkinan aksi ambil untung lanjutan. Secara YtD, IHSG masih menyimpan penguatan 3,13% sehingga masih ada sisa keuntungan yang bisa dicairkan investor kapan saja. Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
- Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional, Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo, dan sejumlah menteri Kabinet Kerja akan menghadiri seminar internasional bertajuk New Growth Models in a Changing Global Landscape (08.30 WIB).
- Earnings release UNTR.
- Earnings release ASII.
- Earnings release INCO.
- Rilis data pemesanan barang tahan lama AS periode Januari 2018 (20.30)
- Konferensi pers gubernur bank sentral AS Jerome Powell (20.30)- Rilis indeks keyakinan konsumen AS periode Februari 2018 (22.00)
Berikut perkembangan sejumlah bursa saham dunia:
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang:
Berikut perkembangan harga sejumlah komoditas:
Berikut perkembangan
yield Surat Berharga Negara:
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional: