
Special Interview
Eksklusif: Jonan Bicara BBM, Tarif Listrik 2019, dan Freeport
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
17 December 2018 19:54

Jakarta, CNBC Indonesia- Jelang tutup tahun, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral buka-bukaan soal kinerjanya selama 2018. Mulai dari harga minyak yang berfluktuasi sampai kurs yang melemah, membuat sektor yang ia kawal terpukul di tahun ini. Perlu strategi khusus untuk menggenjot kinerja agar target tak meleset lebar.
Dalam wawancara khusus bersama Wahyu Daniel dari CNBC Indonesia, Jonan tanpa ragu membuka kondisi kementeriannya dan BUMN energi yang diawasi. Dari isu defisit migas, Freeport, harga BBM, hingga tarif listrik, berikut adalah petikan wawancaranya.
Bagaimana gambaran lifting migas sampai akhir tahun?
Jika dilihat sampai hari ini produksinya sekitar 1,91 juta - 1,92 juta barel setara minyak (BOEPD), target APBN 2 juta barel setara minyak. Ini memang masih kuran, outlooknya sampai akhir tahun paling 1,92 juta sampai 1,93 juta BOEPD. Mungkin 96-97% dari target lah kurang lebih.
Memang liftingnya masih di bawah produksi, nah saya sudah minta Kepala SKK baru supaya mulai tahun depan itu liftingny paling tidak sama dengan produksi harian. Karena kalau tidak kita itu nambah tangki timbun terus, ya kan masih tersisa terus produksinya.
OPEC sepakat pangkas produksi, ke depan dikhawatirkan bisa bikin harga minyak naik. Indonesia dengan kondisi produksi rendah, lalu harga minyak naik akan berdampak di sisi bengkaknya impor. Bagaimana strategi pemerintah?
Tidak ada yang bisa mengetahui harga minyak ke depan, terutama minyak. Kalau gas lebih mudah karena regional sifatnya. Sekarang misalnya Brent di US$60 per barel, dua bulan lalu harganya US$86 per barel jadi sudah turun 25%.
Ke depan saya tidak bisa prediksi, tapi kami lihat bahwa harapannya Brent itu US$60 per barel, jika harga Brent US$60 berarti ICP kisaran US$54-55 per barel. Strateginya bagaimana? Kami lihat ke jenis bahan bakar yang dikendalikan pemerintah harganya, misal premium atau RON 88. Bedanya tidak banyak, mungkin 5% plus minus. Solar begitu juga, memang masih disubsidi, tapi tidak akan sebesar Rp 2000 per liter.
Tapi selain OPEC, perlu dilihat setelah 75 tahun AS berhasil jadi net exportir minyak jika lihat ini kami lihat tidak mungkin harga minyak akan loncat dalam beberapa saat ke depan.
[Gambas:Video CNBC]
Apa ada opsi menaikkan harga BBM premium di 2019?
Dilihat ICP-nya, jika ICP di bawah US$55 per barel mungkin tidak perlu naikkan harga premium. Tapi ini tergantung daya beli masyarakat, bukan semata-mata presiden. Pemerintah itu lihatnya daya beli masyarakat, terutama solar atau biosolar dan juga premium atau gasoline ron 88.
Kalau memang daya beli masyarakat bisa meningkat ya kita sesuaikan, kalau tidak ya mungkin coba kita kelola bagaimana.
Jadi pertimbangannya bukan karena kondisi Pertamina atau harga minyak?
Bukan, jadi kan begini kalau misalnya di ICP 53-55, solar kan sudah ada skala subsidinya, kalau premium mungkin Pertamina merugi Ro 1 triliun sampai Rp 2 triliun, tapi untung Pertamina secara total Rp30 triliun. Mestinya tidak terlalu besar.
Kadang-kadang ada yang protes ini merugikan Pertamina. Begini umur Pertamina itu 61 tahun, pelanggannya Pertamina siapa?
Rakyat indonesia, sudah jadi pelanggan 61 tahun, ya sudahlah mengalah sedikit masa tidak mau?
Pertamina untungnya cuma Rp5 triliun, banyak yang menilai ini karena harga BBM tidak naik dan memberatkan ekonomi. Bisa beri penjelasan?
Ini tergantung kurs juga sih, saya yakin mungkin pada akhirnya Pertamina - saya tidak tahu untungnya, US$ 1 miliar dolar atau US$ 700 juta karena dalam mata uang dolar- bisa saja Rp 5 triliun atau Rp 19 triliun. Tapi yang pertama saya katakan pelanggannya adalah masyarakat Indonesia yang sudah 61 tahun langganan. Masa jika dalam satu hari ada pelanggan bilang ,"Saya sedang tidak mampu, kalau dinaikkan penghasilan saya lagi kurang," tidak diterima?
Ya sudah, kan sudah 61 tahun jadi pelanggan jadi mengalah sedikit tidak apa-apa.
Lalu kedua, pemerintah ini kan sudah berikan blok Mahakam, kalau tidak salah tahun ini bisa menambah keuntungan Pertamina US$ 300-400 juta, belum blok lain nanti di kemudian hari. Ini menurut saya penting.
Yang lebih penting, jika harga BBM dinaikkan mungkin pembeli juga berkurang jadi tidak apa-apalah rugi sedikit di sektor jualan premium, kan lainnya untung jadi nanti dicross dihitung total. Kalau ekonom bilang beratkan ekonomi, ekonomi siapa? Menurut saya tidak sih, jangan-jangan ekonomnya tidak pernah jadi Dirut Badan Usaha.
Setelah 24 tahun akhirnya ada rencana kilang dibandung, ada yang bilang telat karena baru sekarang. Dari sisi ESDM bagaimana, dan roadmapnya seperti apa?
Saya bilang bukan telat, ini telat sekali. Itu fasilitas kilang Pertamina semuanya dibangun zaman dirutnya Ibnu Sutowo, lah setelah Ibnu Sutoro nambahin apa? Mestinya kilang itu dibangun sesuai kebutuhan.
Sekarang kapasitas terpasang 1 juta barel tapi yang bisa produksi hanya 800 ribu barel. Begini masa depan perusahaan hulu migas itu apa? Ya, Petrokimia. Kedua adalah renewable energy, mengelola misal minyak sawit jadi green diesel.
Dua ini yang besar. Kalau misalnya Anda lihat, apakah perusahaan migas itu harus jadi perusahaan yang raksasa dan kaya raya, betul. Di dunia itu, perusahaan migas jadi besar itu karena penemuan cadangan baru. Bukan dari jualan bensin ke masyarakat. Coba lihat Pertamina, puluhan tahun, hasil hulunya berapa? Dari hilirnya berapa, hilirnya jauh lebih besar. Kalau cuma jualan minyak tidak usah Pertamina, semua bisa gitu?
Roadmap kilang seperti apa dan BBM ke depan bagaimana? Apa bakal hilangkan RON 88?
Ini menjadi perdebatan panjang ya, di antara para ahli; lingkungan, konservasi, masyarakat, ekonom, dan pelaku industri migas. Tapi, pertaruhan yang besar itu di masyarakat sendiri. Pada akhirnya biar masyarakat yang putuskan mau beli yang mana.
Hanya memang ada pandangan jika dibiarkan tidak ada kejelasan, saya sepakat. Tapi daya beli masyarakat lagi, Pertamina coba tawarkan beberapa produk ke masyarakat, berbagai cara, agar beralih dari premium. Sekarang konsumsinya 14 juta KL, kalau sehari dihapus bisa berapa? Nanti lama-lama habis ya kami hapus.
Dari sisi penerimaan negara bagaimana updatenya?
Pajak dan PNBP dari hulu migas kami perkirakan capai Rp 230 triliun- Rp 240 triliun tahun ini. Termasuk pajaknya. Kalau PNBP murni dari pertambangan mineral dan batu bara, mungkin Rp 45 triliun atau Rp 46 triliun jadi total Rp 285 triliun. Ditambah lain lain mungkin bisa Rp 285 triliun atau Rp 290 triliun.
Masuk ke Freeport, Pak Jokowi minta selesai tahun ini?
Akhir tahun ini mudah-mudahan bisa selesai. Dari kami sudah selesai, tinggal tunggu KLHK dan masalah perpajakan di Kementerian Keuangan selesai. Saya yakin ketiga menteri ini, juga Inalum, akan berusaha mencapai. Sebenarnya ini kesepakatan sudah semua sih tinggal detailnya ini loh. Detailnya ini kecil kecil, dibahas kata per kata.
Ini capaian terbesar, kalau sudah diakuisisi harapannya apa?
Begini, kalau sudah diambil dikelola bersama. Sehingga, anak bangsa ini juga bisa belajar mengelola tambang tanah yang kompleks tersebut. Tidak ada operasi tambang bawah tanah yang lebih kompleks dari Grasberg, tidak ada di dunia. Makanya ambil 51% belajar dulu 10-20 tahun lah bersama, setelah itu mungkin bisa melanjutkan. Banyak yang ngomong mampu sih, tapi buktinya juga mana, begitu.
Listrik bagaimana capaian akhir tahun?
Rasio elektrifikasi kira-kira 98,2% ini pencapaian luar biasa, karena kalau liat rencana targetnya 97,5% di akhir 2019. Ini 2018 saja 98,2%, Insya Allah bisa 99,9% di akhir 2019 nanti.
Untuk tarif listrik bagaimana?
Tarif tidak akan naik sampai akhir 2019
Alasannya?
Daya beli. Ini bukan buat Pilpres 2019, saya mau tekankan itu. Jadi kami hitung, ya sudah sampai akhir 2019 coba kami lihat.
Kondisi keuangan PLN bagaimana? Terakhir rugi kurs Rp 18 triliun.
Saya pikir begini ya, akhir tahun tergantung kurs berapa. Kalau lihat kurs hari ini mestinya tidak akan rugi segitu. Rugi kurs kan naik turun, yang kedua saya ingin tanya ini PLN umurnya berapa? 73 tahun. Itu kan sudah untung banyak, masa setahun dua tahun tidak untung atau rugi sedikit saja keberatan. Kalau ada pengamat bicara beda, saya bilang begini deh mereka mengerti bisnis tidak? Itu saja.
Harapan untuk sektor ESDM di tahun depan?
Harapan saya sektor ini harus lebih memperhatikan persyaratan-persyaratan lingkungan hidup. Jadi sekarang saya keras masalah reklamasi pasca tambang terutama untuk pertambangan mineral dan batu bara. Juga reklamasi atau ASR pasca pengeboran minyak dan gas. Ini, mereka harus.
Yang kedua, itu harus lebih friendly kepada lingkungan sekitar. Mereka mesti bisa menggalang masyarakat setempat untuk menjadi bagian kegiatan bisnis itu.
Ini arahan presiden, supaya tidak ada disparitas yang besar. Jangan sampai operasi tambang yang hidupnya mewah, kampung sebelahnya air saja tidak ada. Ini tidak boleh.
Masa punya operasi minyak, operasi tambang itu hidupnya mewah. Kampung di sebelahnya, air aja gak ada. Misalnya begitu. Lah ini yang gak boleh. Dua itu. Nah yg ketiga, harapan saya patuh bayar pajak, royalti. Terutama di Minerba.
(gus/gus) Next Article Electric Car Hingga AI, 5 Bisnis Cuan Masa Depan Versi Jonan
Dalam wawancara khusus bersama Wahyu Daniel dari CNBC Indonesia, Jonan tanpa ragu membuka kondisi kementeriannya dan BUMN energi yang diawasi. Dari isu defisit migas, Freeport, harga BBM, hingga tarif listrik, berikut adalah petikan wawancaranya.
Bagaimana gambaran lifting migas sampai akhir tahun?
Jika dilihat sampai hari ini produksinya sekitar 1,91 juta - 1,92 juta barel setara minyak (BOEPD), target APBN 2 juta barel setara minyak. Ini memang masih kuran, outlooknya sampai akhir tahun paling 1,92 juta sampai 1,93 juta BOEPD. Mungkin 96-97% dari target lah kurang lebih.
OPEC sepakat pangkas produksi, ke depan dikhawatirkan bisa bikin harga minyak naik. Indonesia dengan kondisi produksi rendah, lalu harga minyak naik akan berdampak di sisi bengkaknya impor. Bagaimana strategi pemerintah?
Tidak ada yang bisa mengetahui harga minyak ke depan, terutama minyak. Kalau gas lebih mudah karena regional sifatnya. Sekarang misalnya Brent di US$60 per barel, dua bulan lalu harganya US$86 per barel jadi sudah turun 25%.
Ke depan saya tidak bisa prediksi, tapi kami lihat bahwa harapannya Brent itu US$60 per barel, jika harga Brent US$60 berarti ICP kisaran US$54-55 per barel. Strateginya bagaimana? Kami lihat ke jenis bahan bakar yang dikendalikan pemerintah harganya, misal premium atau RON 88. Bedanya tidak banyak, mungkin 5% plus minus. Solar begitu juga, memang masih disubsidi, tapi tidak akan sebesar Rp 2000 per liter.
Tapi selain OPEC, perlu dilihat setelah 75 tahun AS berhasil jadi net exportir minyak jika lihat ini kami lihat tidak mungkin harga minyak akan loncat dalam beberapa saat ke depan.
[Gambas:Video CNBC]
Apa ada opsi menaikkan harga BBM premium di 2019?
Dilihat ICP-nya, jika ICP di bawah US$55 per barel mungkin tidak perlu naikkan harga premium. Tapi ini tergantung daya beli masyarakat, bukan semata-mata presiden. Pemerintah itu lihatnya daya beli masyarakat, terutama solar atau biosolar dan juga premium atau gasoline ron 88.
Kalau memang daya beli masyarakat bisa meningkat ya kita sesuaikan, kalau tidak ya mungkin coba kita kelola bagaimana.
![]() |
Jadi pertimbangannya bukan karena kondisi Pertamina atau harga minyak?
Bukan, jadi kan begini kalau misalnya di ICP 53-55, solar kan sudah ada skala subsidinya, kalau premium mungkin Pertamina merugi Ro 1 triliun sampai Rp 2 triliun, tapi untung Pertamina secara total Rp30 triliun. Mestinya tidak terlalu besar.
Kadang-kadang ada yang protes ini merugikan Pertamina. Begini umur Pertamina itu 61 tahun, pelanggannya Pertamina siapa?
Rakyat indonesia, sudah jadi pelanggan 61 tahun, ya sudahlah mengalah sedikit masa tidak mau?
Pertamina untungnya cuma Rp5 triliun, banyak yang menilai ini karena harga BBM tidak naik dan memberatkan ekonomi. Bisa beri penjelasan?
Ini tergantung kurs juga sih, saya yakin mungkin pada akhirnya Pertamina - saya tidak tahu untungnya, US$ 1 miliar dolar atau US$ 700 juta karena dalam mata uang dolar- bisa saja Rp 5 triliun atau Rp 19 triliun. Tapi yang pertama saya katakan pelanggannya adalah masyarakat Indonesia yang sudah 61 tahun langganan. Masa jika dalam satu hari ada pelanggan bilang ,"Saya sedang tidak mampu, kalau dinaikkan penghasilan saya lagi kurang," tidak diterima?
Ya sudah, kan sudah 61 tahun jadi pelanggan jadi mengalah sedikit tidak apa-apa.
Lalu kedua, pemerintah ini kan sudah berikan blok Mahakam, kalau tidak salah tahun ini bisa menambah keuntungan Pertamina US$ 300-400 juta, belum blok lain nanti di kemudian hari. Ini menurut saya penting.
Yang lebih penting, jika harga BBM dinaikkan mungkin pembeli juga berkurang jadi tidak apa-apalah rugi sedikit di sektor jualan premium, kan lainnya untung jadi nanti dicross dihitung total. Kalau ekonom bilang beratkan ekonomi, ekonomi siapa? Menurut saya tidak sih, jangan-jangan ekonomnya tidak pernah jadi Dirut Badan Usaha.
Setelah 24 tahun akhirnya ada rencana kilang dibandung, ada yang bilang telat karena baru sekarang. Dari sisi ESDM bagaimana, dan roadmapnya seperti apa?
Saya bilang bukan telat, ini telat sekali. Itu fasilitas kilang Pertamina semuanya dibangun zaman dirutnya Ibnu Sutowo, lah setelah Ibnu Sutoro nambahin apa? Mestinya kilang itu dibangun sesuai kebutuhan.
Sekarang kapasitas terpasang 1 juta barel tapi yang bisa produksi hanya 800 ribu barel. Begini masa depan perusahaan hulu migas itu apa? Ya, Petrokimia. Kedua adalah renewable energy, mengelola misal minyak sawit jadi green diesel.
Dua ini yang besar. Kalau misalnya Anda lihat, apakah perusahaan migas itu harus jadi perusahaan yang raksasa dan kaya raya, betul. Di dunia itu, perusahaan migas jadi besar itu karena penemuan cadangan baru. Bukan dari jualan bensin ke masyarakat. Coba lihat Pertamina, puluhan tahun, hasil hulunya berapa? Dari hilirnya berapa, hilirnya jauh lebih besar. Kalau cuma jualan minyak tidak usah Pertamina, semua bisa gitu?
![]() |
Roadmap kilang seperti apa dan BBM ke depan bagaimana? Apa bakal hilangkan RON 88?
Ini menjadi perdebatan panjang ya, di antara para ahli; lingkungan, konservasi, masyarakat, ekonom, dan pelaku industri migas. Tapi, pertaruhan yang besar itu di masyarakat sendiri. Pada akhirnya biar masyarakat yang putuskan mau beli yang mana.
Hanya memang ada pandangan jika dibiarkan tidak ada kejelasan, saya sepakat. Tapi daya beli masyarakat lagi, Pertamina coba tawarkan beberapa produk ke masyarakat, berbagai cara, agar beralih dari premium. Sekarang konsumsinya 14 juta KL, kalau sehari dihapus bisa berapa? Nanti lama-lama habis ya kami hapus.
Dari sisi penerimaan negara bagaimana updatenya?
Pajak dan PNBP dari hulu migas kami perkirakan capai Rp 230 triliun- Rp 240 triliun tahun ini. Termasuk pajaknya. Kalau PNBP murni dari pertambangan mineral dan batu bara, mungkin Rp 45 triliun atau Rp 46 triliun jadi total Rp 285 triliun. Ditambah lain lain mungkin bisa Rp 285 triliun atau Rp 290 triliun.
Masuk ke Freeport, Pak Jokowi minta selesai tahun ini?
Akhir tahun ini mudah-mudahan bisa selesai. Dari kami sudah selesai, tinggal tunggu KLHK dan masalah perpajakan di Kementerian Keuangan selesai. Saya yakin ketiga menteri ini, juga Inalum, akan berusaha mencapai. Sebenarnya ini kesepakatan sudah semua sih tinggal detailnya ini loh. Detailnya ini kecil kecil, dibahas kata per kata.
![]() |
Ini capaian terbesar, kalau sudah diakuisisi harapannya apa?
Begini, kalau sudah diambil dikelola bersama. Sehingga, anak bangsa ini juga bisa belajar mengelola tambang tanah yang kompleks tersebut. Tidak ada operasi tambang bawah tanah yang lebih kompleks dari Grasberg, tidak ada di dunia. Makanya ambil 51% belajar dulu 10-20 tahun lah bersama, setelah itu mungkin bisa melanjutkan. Banyak yang ngomong mampu sih, tapi buktinya juga mana, begitu.
Listrik bagaimana capaian akhir tahun?
Rasio elektrifikasi kira-kira 98,2% ini pencapaian luar biasa, karena kalau liat rencana targetnya 97,5% di akhir 2019. Ini 2018 saja 98,2%, Insya Allah bisa 99,9% di akhir 2019 nanti.
Untuk tarif listrik bagaimana?
Tarif tidak akan naik sampai akhir 2019
Alasannya?
Daya beli. Ini bukan buat Pilpres 2019, saya mau tekankan itu. Jadi kami hitung, ya sudah sampai akhir 2019 coba kami lihat.
Kondisi keuangan PLN bagaimana? Terakhir rugi kurs Rp 18 triliun.
Saya pikir begini ya, akhir tahun tergantung kurs berapa. Kalau lihat kurs hari ini mestinya tidak akan rugi segitu. Rugi kurs kan naik turun, yang kedua saya ingin tanya ini PLN umurnya berapa? 73 tahun. Itu kan sudah untung banyak, masa setahun dua tahun tidak untung atau rugi sedikit saja keberatan. Kalau ada pengamat bicara beda, saya bilang begini deh mereka mengerti bisnis tidak? Itu saja.
Harapan untuk sektor ESDM di tahun depan?
Harapan saya sektor ini harus lebih memperhatikan persyaratan-persyaratan lingkungan hidup. Jadi sekarang saya keras masalah reklamasi pasca tambang terutama untuk pertambangan mineral dan batu bara. Juga reklamasi atau ASR pasca pengeboran minyak dan gas. Ini, mereka harus.
Yang kedua, itu harus lebih friendly kepada lingkungan sekitar. Mereka mesti bisa menggalang masyarakat setempat untuk menjadi bagian kegiatan bisnis itu.
Ini arahan presiden, supaya tidak ada disparitas yang besar. Jangan sampai operasi tambang yang hidupnya mewah, kampung sebelahnya air saja tidak ada. Ini tidak boleh.
Masa punya operasi minyak, operasi tambang itu hidupnya mewah. Kampung di sebelahnya, air aja gak ada. Misalnya begitu. Lah ini yang gak boleh. Dua itu. Nah yg ketiga, harapan saya patuh bayar pajak, royalti. Terutama di Minerba.
(gus/gus) Next Article Electric Car Hingga AI, 5 Bisnis Cuan Masa Depan Versi Jonan
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular