Big Stories 2025

Sederet Kebijakan Kontroversial Trump, Dari Tarif Hingga Shutdown

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
Rabu, 24/12/2025 22:00 WIB
Foto: Presiden AS Donald Trump memberi isyarat saat menjawab pertanyaan pers setelah menandatangani perintah eksekutif mengenai kesepakatan yang akan melepaskan operasi TikTok di AS dari ByteDance dari pemiliknya di Tiongkok, ByteDance, di Gedung Putih di Washington, D.C., AS, 25 September 2025. (REUTERS/Kevin Lamarque)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak dilantik kembali sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) pada 20 Januari 2025, Donald Trump langsung menggulirkan berbagai kebijakan kontroversial yang memicu gejolak di dalam negeri maupun ketegangan global. Mulai dari perang tarif, perombakan birokrasi federal, hingga campur tangan agresif dalam konflik internasional, kebijakan Trump menjadi sorotan sepanjang tahun.

Berikut rangkuman kebijakan kontroversial Trump selama satu tahun terakhir, dihimpun CNBC Indonesia, Rabu (24/12/2025).


1. Tarif ke Seluruh Negara, Termasuk RI dan China

Trump menetapkan status darurat nasional terkait defisit perdagangan AS dan memberlakukan tarif impor baru berbasis kewenangan Undang-Undang Kekuasaan Ekonomi Darurat Internasional. AS mengenakan tarif dasar 10% ke hampir seluruh negara, disertai tarif tambahan ke mitra dagang tertentu, menandai pendekatan dagang AS yang semakin proteksionis.

Kebijakan ini memicu eskalasi perang dagang global, meski Washington kemudian membuka jalur negosiasi dengan sejumlah mitra utama seperti Inggris, Jepang, Uni Eropa, dan Korea Selatan.

Tarif Trump Terhadap RI

Indonesia sempat masuk daftar negara yang terancam tarif tinggi hingga 32%, salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara. Namun, AS menangguhkan kebijakan tersebut selama 90 hari untuk membuka ruang negosiasi.

Hasilnya, pada Juli 2025, tarif impor AS terhadap produk Indonesia disepakati turun menjadi 19%. Negosiasi lanjutan masih berlangsung hingga akhir tahun, dengan rencana penandatanganan perjanjian dagang lanjutan pada awal 2026.

Perubahan Tarif Terhadap China

Terhadap China, Trump menaikkan tarif impor hingga 104% pada April, lalu kembali meningkat menjadi 125% menyusul langkah balasan Beijing. Ketegangan mereda di paruh kedua tahun setelah kedua negara menyepakati gencatan senjata dagang.

AS juga menunda pemberlakuan tarif tambahan atas semikonduktor China hingga Juni 2027, dengan tarif nol selama 18 bulan sebelum diterapkan bertahap.

2. Bom PHK Massal dan Pembubaran DOGE

Trump merealisasikan agenda perampingan negara dengan membentuk Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) dan menunjuk Elon Musk sebagai pemimpinnya. Lembaga ini diberi mandat memangkas pemborosan anggaran dan mengevaluasi ulang seluruh birokrasi federal.

Langkah tersebut berujung pada gelombang PHK besar-besaran di berbagai kementerian dan lembaga, termasuk Departemen Pendidikan serta Departemen Kesehatan. Ribuan pegawai kehilangan pekerjaan, menciptakan ketidakpastian luas di lingkungan aparatur sipil negara.

Menjelang akhir masa tugasnya, DOGE mengklaim berhasil menghemat US$175 miliar atau sekitar Rp2.922 triliun. Namun, data ketenagakerjaan menunjukkan sektor pemerintah menjadi penyumbang PHK terbesar 2025, dengan lebih dari 290.000 pegawai terdampak. Trump juga mengakhiri skema kerja jarak jauh dan mewajibkan pegawai federal kembali ke kantor.

3. Garda Nasional dan Operasi Imigrasi

Trump memperluas penggunaan kekuatan federal dalam merespons isu keamanan dan imigrasi. Pada Juni, ia mengerahkan Garda Nasional ke Los Angeles untuk meredam protes anti-ICE (Badan Imigrasi dan Bea Cukai) tanpa persetujuan pemerintah negara bagian.

Langkah serupa dilakukan di Washington, D.C., serta diancamkan ke sejumlah kota besar lain yang dipimpin Demokrat. Kebijakan ini memicu perdebatan hukum terkait batas kewenangan presiden atas pemerintah daerah.

Di sisi lain, operasi agresif ICE menuai sorotan tajam setelah laporan mengungkap warga negara AS ikut ditahan dalam penggerebekan imigrasi. Sejumlah kasus dugaan kekerasan dan penahanan tanpa prosedur hukum memperkuat kritik bahwa kebijakan Trump berpotensi melanggar hak sipil.

Laporan ProPublica pada Oktober mencatat lebih dari 170 kasus sepanjang tahun ini di mana warga negara AS ikut ditahan dalam penggerebekan dan aksi penegakan imigrasi, termasuk sekitar 20 orang yang dilaporkan ditahan lebih dari satu hari tanpa akses ke keluarga atau pengacara.


(tfa/tfa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: 11 Bulan Jadi Presiden AS, Trump Klaim Stabilkan Ekonomi

Pages