Pemerintah Sulit Akui RI Tidak Baik-baik Saja, CSIS Beri Bukti Ini!

Zahwa Madjid, CNBC Indonesia
02 September 2025 20:40
Rapat Kabinet Merah Putih dipimpin oleh Presiden Prabowo di Istana Negera, Jakarta. (Tangkapan layar Instagram @smindrawati)
Foto: Rapat Kabinet Merah Putih dipimpin oleh Presiden Prabowo di Istana Negera, Jakarta. (Tangkapan layar Instagram @smindrawati)

Jakarta, CNBC Indonesia - Center for Strategic and International Studies (CSIS) menilai pemerintah masih menyangkal bahwa demonstrasi yang berlangsung pada akhir pekan lalu merupakan bentuk keresahan masyarakat akan kondisi kesejahteraan dan ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik saja

Direktur Eksekutif CSIS, Yose Rizal Damuri menilai hingga saat ini para pengambil kebijakan belum mengakui adanya permasalahan fundamental yang berasal dari kondisi sosial ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan juga kondisi politik yang ada.

"Ada kecenderungan bahwa situasi saat ini dilihat sebagai situasi political chaos belaka yang memerlukan penanganan cepat dan bahkan juga mungkin bertendensi untuk menggunakan kekuatan. Tetapi belum kelihatan adanya pengakuan untuk bahwa kondisi kesejahteraan dan ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik saja," ujar Yose dalam diskusi publik CSIS, Selasa (2/9/2025).

Menurutnya, pemerintah perlu mencari strategi untuk menata kembali kebijakan-kebijakan ekonomi dan kesejahteraan serta memperbaiki sistem dan mekanisme politik baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

"Tanpa adanya tindakan solutif yang komprehensif untuk jangka pendek maupun jangka panjang, kita akan terjebak di dalam situasi yang lebih buruk lagi dan beresiko untuk mengulangi berbagai hal-hal yang terjadi belakangan ini di kemudian hari," ujarnya.

Di sisi lain, Researcher bagian ekonomi untuk Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Deni Friawan menjelaskan bahwa krisis kepercayaan kepada pemerintah akibat runtuhnya legitimasi fiskal menjadi akar dari gelombang demonstrasi.

Menurutnya, masyarakat diminta membayar pajak, iuran, hingga menerima kebijakan efisiensi pemerintah. Namun di sisi lain, publik melihat tanda-tanda pemborosan, seperti penambahan jumlah kementerian dan lembaga, praktik rangkap jabatan di BUMN, serta menaikkan gaji dan tunjangan bagi pejabat dan anggota DPR.

"Kontradiksi ini menciptakan krisis legitimasi fiskal. Karena pada dasarnya fondasi kepercayaan yang menopangnya itu runtuh. Dalam teori ekonomi politik kita ketahui bahwa pajak adalah kontrak sosial antara rakyat dengan negara," ujar Deni dalam diskusi publik CSIS, Selasa (2/9/2025).

Selain itu, kondisi ini juga mencerminkan ketimpangan dan beban ekonomi yang semakin berat. Pertumbuhan ekonomi memang stabil di kisaran 5%, namun Deni menilai distribusinya semakin timpang karena bias pada sektor padat modal.

Gini ratio masih di angka 0,39, kelas menengah yang terus menurun, dan banyaknya masyarakat yang berada hanya sedikit di atas garis kemiskinan.

"Kalau pakai standar Bank Dunia yang sekarang mungkin tingkat kemiskinannya lebih tinggi lagi. Belakangan ini tingkat inflasi umum itu rendah, tapi pada waktu tertentu tingkat volatile food sangat tinggi. Misalnya hari ini harga beras itu kisaran Rp14.000 sampai Rp18.000, tengahnya misalnya Rp16.000 itu sangat-sangat membebani masyarakat," ujarnya.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Profesor Ekonomi Ini Juluki Presiden Prabowo 'Welfarist'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular