Efek Mafia Beras Diberantas, Pedagang Beras di Pasar Happy

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
05 August 2025 10:45
Penjualan beras si Pasar Rumput, 4 Agustus 2025. (CNBC Indonesia/Martyasari Rizki)
Foto: Penjualan beras si Pasar Rumput, 4 Agustus 2025. (CNBC Indonesia/Martyasari Rizki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bareskrim Polri tengah melanjutkan penyelidikan dan penyidikan kasus dugaan perdagangan beras premium tak sesuai mutu. Berawal dari hasil survei lapangan Kementerian Pertanian (Kementan) dan lembaga terkait lainnya, yang menemukan 212 merek beras yang beredar tak sesuai ketentuan ditetapkan pemerintah.

Ada 4 perusahaan yang tersandung kasus ini, yaitu PT FS, PT PIM, Toko SJ, dan PT SR. Polri telah menetapkan 3 tersangka dari PT FS dan tengah mempercepat penyidikan atas 3 perusahaan lainnya. 

Di tengah proses hukum itu, pedagang beras di pasar tradisional ternyata mendukung langkah pemerintah dan Polri tersebut. Karena justru membawa berkah tersendiri bagi sejumlah pedagang beras di pasar tradisional. 

Alih-alih mengeluh dirugikan, pedagang beras justru mengaku penjualan meningkat karena masyarakat kini lebih percaya membeli langsung di pasar dibanding di ritel modern. 

Setidaknya demikian dari hasil pantauan CNBC Indonesia di  Pasar Rumput, Jakarta Selatan, Senin (4/8/2025). Tampak geliat pembeli di lapak-lapak beras tradisional makin ramai. Konsumen disebut mulai beralih dari beras kemasan bermerek yang biasa dibeli di ritel modern, ke beras yang dijual di pasar tradisional, lantaran ingin memastikan langsung kualitas barang yang dibeli.

"Saya sih agak diuntungkan ya. Konsumen yang biasanya beli beras-beras merek Sania, yang punya Wilmar, atau merek-merek yang kemarin ditangkepin itu, sekarang jadinya lari ke pedagang beras tradisional, kayak saya di pasar," kata Yanto, salah satu pedagang beras di Pasar Rumput.

Menurutnya, pembeli kini lebih hati-hati dan memilih melihat sendiri kualitas beras sebelum membayar. "Kalau mereka beli di sini kan bisa dilihat tuh berasnya bagus atau enggak. Kalau beli beras yang merek-merek itu kan jadi kayak beli kucing dalam karung... eh beras dalam karung ya, hahaha," ujarnya sambil tertawa.

Kasus pemalsuan beras yang dimaksud Yanto sebelumnya memang sempat menyita perhatian publik. Ia menjelaskan, persoalan terbesar bukan hanya pada praktik pencampuran beras (oplosan), tapi pemalsuan kelas beras, yang seharusnya dijual medium justru dilabeli premium.

"Yang parah itu palsuin. Kemarin kan kasusnya dipalsuin. Kalau oplos dicampur gitu memang sudah biasa, tapi kalau dipalsukan, yang dia seharusnya medium dijual premium, itu yang parah," tegasnya.

Yanto menyebut, pada musim panen Juli lalu, banyak beras kualitas medium yang bentuk fisiknya bagus. Oknum-oknum tertentu memanfaatkan momen itu dengan menjualnya sebagai beras premium.

"Memang sih, yang saya tahu itu, panen yang bulan Juli kemarin beras mediumnya bagus-bagus. Nah itu dimanfaatin sama oknum itu dijual seakan premium, karena bentuk berasnya bagus. Tapi kan namanya medium sama premium beda, kelihatan, apalagi kalau habis dimasak," kata dia.

Perbedaan keduanya, kata Yanto, akan tampak sangat jelas saat beras sudah jadi nasi. "Kalau sudah jadi nasi itu kelihatan mana yang premium sama medium. Medium itu berair, gampang basi, warnanya kuning. Kalau premium kan nggak, dia mau seharian juga nasinya masih bagus," jelasnya.

Sementara dari sisi harga, Yanto menyebut belum ada perubahan. "Beras premium stabil sih, enggak ada naik atau turun. Dari kemarin pas panen harganya sudah di Rp15.000-Rp17.000 per liter, berarti kalau per kilonya jadi Rp17.000-Rp19.000 per kg," ujarnya.

"Saya nggak tahu tuh kenapa harganya segitu-gitu terus. Padahal kemarin kan panen ya, harusnya bisa lebih murah," tambah dia.

Sementara itu, harga beras medium di lapaknya dijual mulai dari Rp13.000-Rp16.000 per liter, atau setara Rp15.000-Rp16.000 per kg.

Hal senada disampaikan Rahmat, pedagang lainnya di pasar yang sama.

"Masih sama kayak kemarin-kemarin, Rp14.000 per kg yang medium. Kalau yang premium Rp16.000-Rp18.000 per kg," ujarnya.

Menurut Rahmat, kasus pemalsuan itu tidak berdampak negatif bagi pedagang tradisional. Justru banyak konsumen baru yang kini lebih memilih datang langsung ke pasar.

"Enggak sih, kan kami beli karungan besar ya, 50 kg. Malah saya jadi untung sekarang, banyak yang konsumen beli beras karungan di (ritel) sekarang datang ke saya. Mereka bisa cek dulu berasnya langsung," tutur dia.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pedagang Beras Cipinang Teriak, Minta Pemerintah Keluarkan Beras Impor

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular