Nikel RI Banjiri Dunia, Pemerintah Diminta Kontrol Produksi!

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
01 August 2025 10:40
Hidup Manusia Dikepung Nikel, dari Panci, HP hingga Mesin Perang
Foto: Infografis/ Harita Nickel/ Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mendorong pentingnya pengendalian produksi nikel dan penerapan standar ESG nasional. Hal ini menyusul keprihatinan mendalam terhadap kondisi oversupply yang menekan harga dan merugikan pelaku industri hulu.

Sekjen APNI, Meidy Katrin Lengkey menjelaskan laporan terbaru dari lembaga internasional mengungkap bahwa lebih dari 50% pasokan nikel dunia saat ini berasal dari Indonesia. Namun, permintaan global, terutama dari sektor baterai dan stainless steel, belum mampu menyerap lonjakan pasokan.

Menurut dia, kondisi ini menyebabkan harga nikel global terus melemah, margin menyempit, dan tekanan terhadap pelaku IUP semakin berat.

"Kita tidak bisa hanya fokus menambah kapasitas tanpa memperhatikan permintaan. Ini saatnya pemerintah melakukan kontrol produksi dan menyesuaikan arah hilirisasi," ujar Meidy dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (1/8/2025).

Sementara itu, berdasarkan data dari FERROALOY menunjukkan bahwa produksi NPI Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, sementara FENI tetap kecil porsinya. Ini menandakan dominasi strategi volume tanpa evaluasi daya serap pasar

Selain pengendalian produksi, APNI juga mendorong penerapan standar ESG nasional sebagai bentuk komitmen terhadap praktik pertambangan berkelanjutan. Langkah ini juga penting untuk mempertahankan akses pasar ekspor, terutama ke negara-negara yang menuntut transparansi lingkungan dan sosial.

APNI berharap pemerintah dapat segera meninjau ulang kebijakan RKAB, HPM, serta arah hilirisasi agar industri nikel nasional tetap kompetitif dan berkelanjutan di tengah tantangan global.

Sebagaimana diketahui, Indonesia telah menjadi produsen utama nikel dunia (>50% pangsa pasar global). Namun, ekspansi produksi yang agresif tanpa pengendalian telah menciptakan kelebihan pasokan (oversupply) yang menekan harga dan membahayakan kelangsungan usaha pertambangan dan pengolahan nikel.

Permasalahan Utama

• Kelebihan kapasitas produksi smelter (HPAL & RKEF)

• Permintaan hilir belum mampu menyerap output

• Harga LME dan SMM turun signifikan

• Banyak smelter beroperasi pada kondisi rugi

• Tekanan ESG dari pasar global

• RKAB 1 tahun, kenaikan PPN, royalti, dan regulasi fiskal belum adaptif

Dampak

• Penurunan harga jual

• Ketidaklayakan ekonomi Hilir

• Kesenjangan antara regulasi dan kenyataan pasar

• Eksistensi industri nasional terancam

Rekomendasi APNI

• Moratorium ekspansi smelter baru hingga keseimbangan tercapai

• RKAB tetap 3 tahun

• Perumusan ulang HMA/HPM agar mencerminkan real cost & market

• Penyusunan peta jalan hilirisasi berbasis permintaan global

• Pembentukan standar ESG nasional

• Diversifikasi pasar ekspor dan skema insentif untuk proyek berkualitas tinggi

Tanpa intervensi kebijakan, Indonesia berisiko memasuki siklus boom-bust berkepanjangan. APNI mendorong kolaborasi bersama untuk menata ulang arah industri nikel nasional agar lebih sehat, kompetitif, dan berkelanjutan.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pemerintah Akui Diprotes Pengusaha Tambang, Gegara Hal Ini..

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular