RI Kena Tarif Trump 19%, Bos APINDO-Pengusaha Sepatu Bilang Gini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaku usaha di Tanah Air buka suara soal kesepakatan antara Amerika Serikat (AS) dan Indonesia terkait tarif impor. Presiden Donald Trump telah mengumumkan tarif atas semua barang impor dari Indonesia turun dari 32% menjadi 19%.
Sebagai gantinya, sejumlah barang AS akan melenggang masuk RI tanpa membayar tarif apapun.
Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) mengatakan tarif resiprokal yang diumumkan Trump tersebut sangat berdampak secara eksternal pada anggota Aprisindo yang bergerak pada industri padat karya.
"APRISINDO dengan Anggotanya adalah industri padat karya (labour intensive) alas kaki yang menyerap tenaga kerja secara langsung dengan menggunakan tangan yang berkontribusi dalam penyangga perekonomian nasional, menyerap tenaga kerja yang berbasis di pulau jawa ± 960rb pekerja dengan pendukungnya 1,3jt orang," kata Direktur Eksekutif Aprisindo, Yoseph Billie Dosiwoda, dalam keterangannya, dikutip Sabtu (19/7/2025).
"Keberlangsungan Industri sangat dipengaruhi berbagai faktor internal dan eksternal dan tarif resiprokal Presiden Trump sebagai faktor eksternal yang sangat mempengaruhi karena angka expor alas kaki dimana pada tahun 2024 mencapai 2.393,74 juta dollar ke AS yang diharapkan kedepan mengalami peningkatan signifikan," dia melanjutkan.
Dia menambahkan hasil tarif 19% harus dimaknai sebagai peluang strategis. Karena bisa memberikan dampak positif yang diharapkan bisa meningkatkan nilai ekspor serta investasi di sektor industri alas kaki, yang akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja.
Keputusan ini juga dinilai bisa lebih kompetitif di antara negara lain, seperti Vietnam 20%, Kamboja 36%, Malaysia
25%, Thailand 36%, Laos 40% dan Korsel dan Jepang 25%. Sektor alas kaki di Indonesia lebih unggul karena dibuat dengan telaten dan rapih, sementara pembeli mencari kualitas terbaik dengan harga yang lebih murah.
Dia juga mengatakan tarif resiprokal ini diharapkan bisa menjadi percepatan agenda reformasi struktural. Yakni dengan pendekatan de-regulasi lintas sektor untuk kondisi internal.
"Maka penting bagi APRISINDO mendorong pemerintah untuk terus melindungi dan memperbaiki iklim investasi yang kondusif dan kemudahan berusaha di dalam negeri seperti program deregulasi (perampingan kebijakan yang lebih mudah dari syarat administrasi dan teknis), proses perizinan yang mudah baik pengurusan AMDAL, syarat Standart Nasional Indonesia (SNI), kebijakan renewable energy solar panel listrik yang terjangkau, kemudahan proses ekspor dan impor, penetapan UMK yang dapat dijangkau berdasarkan inflasi dengan aturan yang jelas tidak berubah-ubah," kata dia.
Apindo: Manfaatkan IEU CEPA
Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga menyoroti perbedaan tarif Indonesia dengan negara lain. Ketua Umum Shinta Kamdani menjelaskan Indonesia memiliki ruang untuk menjaga daya saing ekspornya, khususnya produk ekspor seperti tekstik, alas kaki, furniture hingga perikanan yang bergantung cukup tinggi dengan AS.
Namun dia juga mengingatkan negara-negara tersebut masih berproses untuk negosiasi dengan AS. Jadi pihaknya menyebut perlu mencermati posisi akhir negara lain karena dapat mengubah persaingan antar negara.
Terkait penghapusan tarif impor untuk produk AS, Shinta mengatakan sebagian besar memang sudah memiliki tarif rendah dari nol hingga lima persen. Namun Apindo akan melihat dan mendalami lagi setiap produknya dari hasil negosiasi.
Apindo juga akan melakukan konsolidasi dengan pelaku usaha ekspor untuk melakukan review sektoral terkait kebijakan tarif terbaru. Selain itu asosiasi tengah menyiapkan usulan mitigasi memastikan transaksi dan adaptasi industri dapat berjalan efektif, serta mendorong peningkatan ekspor untuk pasar non-tradisional serta percepatan agenda deregulasi nasional.
"Kami juga terus berkomunikasi dengan pemerintah yang saat ini masih merampungkan detail teknis dari kesepakatan tersebut. Sebagaimana diketahui, proses negosiasi dengan Pemerintah AS, khususnya di bawah kepemimpinan Presiden Trump, menuntut kewaspadaan tinggi karena kebijakan dapat berubah secara cepat dan sangat dipengaruhi oleh dinamika politik domestik AS," terang Shinta.
Hasil diplomasi ini perlu diikuti dengan pembenahan di dalam negeri. Termasuk terkait daya saing ekspor yang juga bergantung pada kepastian dan kemudahan berusaha, efisiensi logistik dan energi serta kualitas regulasi dan infrastruktur, bukan hanya soal tarif.
Penting untuk melakukan reformasi struktural untuk industri padat karya. Dengan begitu dapat memastikan ketahanan usaha dan menciptakan lapangan kerja saat tekanan global terus terjadi.
"Bagi kami, keberhasilan Indonesia dalam menavigasi tekanan tarif AS dan memanfaatkan peluang IEU-CEPA (kerja sama ekonomi komprehensif Indonesia-Uni Eropa) akan sangat bergantung pada kolaborasi lintas sektor. Dan dalam semangat Indonesia Incorporated, Apindo berkomitmen mendampingi pelaku usaha agar tidak hanya siap secara administratif, tetapi juga siap secara kompetitif untuk menghadapi tantangan dan pasar global yang semakin dinamis," pungkas Shinta.
(dce)