RI Mau Pakai Uni Eropa-China Lawan Tarif Trump & Banjir Barang AS

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
23 July 2025 17:45
Keterangan Pers Menteri Perdagangan Budi Santoso, Brussel, 12 Juli 2025. (Youtube Sekretariat Presiden)
Foto: Keterangan Pers Menteri Perdagangan Budi Santoso, Brussel, 12 Juli 2025. (Youtube Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengungkapkan strategi pemerintah dalam menghadapi potensi banjir impor dari Amerika Serikat (AS) Terutama, jika kesepakatan dagang yang menyebut RI akan mengimpor barang-barang AS sebagai ganti diturunkannya tarif impor AS atas barang RI dari sebelumnya 32% jadi 19% sudah berlaku.

Seperti diketahui, Presiden AS Donald Trump sebelumnya menyebut, barang-barang itu akan masuk tanpa biaya apa pun. Meski kemudian pemerintah telah menegaskan hal itu tidak berlaku untuk semua barang AS yang masuk RI.

Kata Mendag Budi, pemerintah Indonesia telah menyiapkan langkah-langkah antisipatif yang menyasar peningkatan daya saing produk dalam negeri dan perluasan pasar ekspor. Termasuk lewat kerangka kerja sama ekonomi komprehensif antara Indonesia dengan negara-negara Uni Eropa (IEU CEPA) yang saat ini juga masih dalam finalisasi sebelum resmi diteken dan berlaku.

"Ya jadi kalau kita menghadapi tarif itu, pertama kan negosiasi. Kemudian yang kedua mencari pasar baru. Pasar baru misalnya dengan kesepakatan dagang di beberapa negara, termasuk kawasan, termasuk IEU-CEPA (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement)," ujar Budi saat ditemui di Pusat Grosir Cililitan (PGC) Jakarta, Rabu (23/7/2025).

Ia menjelaskan, di tengah dinamika perdagangan global, banyak negara kini mencari pasar alternatif setelah akses pasarnya ke Amerika tertutup. Indonesia dengan pasar domestik yang besar, dinilai menjadi target potensial bagi negara-negara tersebut.

"Artinya, negara lain juga banyak melakukan yang sama, pasti kan. Ketika dia kecegat ke Amerika, kan dia pingin nyari pasar baru. Salah satu pasarnya ya pasti Indonesia, karena kita kan marketnya besar," lanjutnya.

Untuk merespons situasi ini, kata dia, pemerintah fokus pada dua hal utama. Pertama, meningkatkan daya saing produk dalam negeri agar mampu bersaing dengan produk asing. Kedua, mendorong aktivitas ekonomi masyarakat sekaligus menguatkan kecintaan terhadap produk lokal.

"Yang kita lakukan pertama, meningkatkan daya saing produk dalam negeri. Yang kedua, menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat. Karena kalau ini bergerak, masyarakat sebenarnya sudah mencintai produk dalam negeri, menggunakan produk negeri, otomatis ya tidak menggunakan produk asing," jelas Budi.

Selain itu, pemerintah juga mengupayakan peningkatan ekspor dan menarik investasi asing. Ia menyebut sejumlah investor, termasuk dari China, menunjukkan minat untuk berinvestasi di Indonesia guna memproduksi barang ekspor karena Indonesia memiliki akses pasar yang baik, termasuk ke Uni Eropa.

"Kita meningkatkan ekspor, menarik investasi, dan meningkatkan ekspor. Karena sekarang ternyata sudah banyak itu yang mau investasi. Bahkan dari China pun mau investasi ke Indonesia, untuk bisa melakukan atau memproduksi produk ekspor kita. Karena dia bilang kita mempunyai akses pasar ke Uni Eropa yang bagus, sehingga potensi mereka untuk ekspor," katanya.

Ketika ditanya soal hambatan non-tarif dan penghapusan kuota impor, Budi menegaskan, tidak semua produk akan dibebaskan kuota impornya. Adapun untuk rincian kebijakan, katanya, akan disesuaikan dalam perjanjian yang masih dalam proses negosiasi.

"Oh, kan itu tidak semua produk. Nanti di agreement-nya. Jadi gini, kan ini 19% sudah sampai ya. Kalau pengumuman yang kemarin kan sampai 1 Agustus. Kita tunggu," ucap dia.

Kendati demikian, Budi turut membuka peluang negosiasi tarif ekspor lanjutan untuk produk-produk unggulan Indonesia yang tidak diproduksi di AS dikenakan tarif 0%, seperti komoditas kelapa sawit (CPO), kakao, dan kopi.

"Tapi setelah itu, kita juga sekarang proses negosiasi untuk produk yang tidak diproduksi di Amerika, yang kita ekspor, kita minta supaya bisa 0%. Misalnya CPO, kakao, kopi. Kan dia nggak produksi," pungkasnya.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pemerintah Bentuk Satgas Deregulasi, Mendag Ungkap Hal Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular