RI Kena Tarif Trump 32%

Pengusaha Sepatu Kaget Tarif Trump 32%, Minta Diskon Listrik-Hapus PPN

Damiana, CNBC Indonesia
Kamis, 10/07/2025 14:55 WIB
Foto: Ilustrasi sepatu. (Dok. Freepik)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif baru atas barang impor yang berasal dari Indonesia. Disebutkan, Trump secara resmi telah menyampaikan kebijakan terbarunya itu kepada Presiden RI Prabowo Subianto melalui surat tanggal 7 Juli 2025.

Dalam surat itu disampaikan, mulai 1 Agustus 2025, AS akan menjatuhkan tarif 32% kepada semua produk Indonesia yang dikirim ke AS, terpisah dari tarif sektoral yang dijatuhkan. Tak hanya itu, Trump juga mengancam negara-negara BRICS, di mana Indonesia adalah salah satu anggotanya. Trump menyatakan bakal mengenakan tarif tambahan 10% atas impor dari negara-negara BRICS.

Pengumuman kebijakan tarif baru Trump ini sontak menimbulkan reaksi, termasuk dari Indonesia. Sebab, saat ini pemerintah tengah melakukan negosiasi terkait kebijakan tarif AS tersebut. Menko Perekonomian RI Airlangga Hartarto saat ini sedang menemui U.S. Secretary of Commerce Howard Lutnick dan United States Trade Representative Jamieson Greer pada Rabu (9/07) di Washington DC.


Lalu bagaimana pengusaha di dalam negeri merespons rencana kebijakan tarif baru Trump tersebut?

Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Yoseph Billie Dosiwoda mengatakan, kebijakan Trump tersebut akan berdampak bagi ekspor alas kaki Indonesia. Meski, imbuh dia, selama ini memang ekspor alas kaki dari Indonesia ke AS selalu naik turun, namun masih dalam kondisi relatif baik.

Lanjut dia, perusahaan anggota Aprisindo-pabrik alas kaki/ sepatu di Indonesia adalah industri padat karya yang menyerap tenaga kerja  secara langsung dengan menggunakan tangan yang berkontribusi dalam perekonomian nasional.

Keberlangsungan industri ini, sambungnya, sangat dipengaruhi berbagai faktor internal dan eksternal.

"Tarif resiprokal Presiden Trump sebagai faktor eksternal yang sangat memengaruhi karena angka ekspor alas kaki tahun 2024 mencapai US$2,393 miliar di kondisi relatif baik walau naik dan turun dari tahun sebelumnya," kata Billie kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (10/7/2025). 

"Kami cukup kaget dengan adanya surat yang disampaikan Presiden Trump untuk sikap AS dari proses negosiasi Indonesia. Dalam penantian Aprisindo yang berlangsung selama 90 hari dengan situasi waspada wait and see. Karena yang diterapkan selama ini adalah 10% dan ini sampai akhir Juli, setelah tanggal 1 Agustus 2025 akan berlaku 32%. Sebab Vietnam berhasil dengan kesepakatan dengan AS di angka 20% yang lebih rendah," tukasnya menambahkan. 

Harap-Harap Cemas Tunggu Hasil Negosiasi Pemerintah

Billie mengatakan, kebijakan tarif 32% memang belum berlaku final sampai 1 Agustus 2025. Karena itu, imbuh dia, Aprisindo menaruh keyakinan dan harapan besar dari upaya negosiasi yang dilakukan Pemerintah Indonesia.

"Yang kami ketahui saat ini Menko Ekonomi Airlangga Hartarto berada di Washington DC AS membicarakan perihal negosiasi ini dengan Kementerian Perdagangan AS dan Presiden Trump dengan posisi tawar-menawar (bargaining position). Dari proses sebelumnya yang dilakukan Pemerintah Indonesia, Aprisindo selalu mendukung upaya pemerintah dengan peluang tarif yang dihasilkan agar bisa lebih rendah dari saat ini yang berlaku sementara 10%," ucapnya.

"Karena angka 10% selama 90 hari ini, walau berat masih dianggap stabil keberlangsungan proses produksi alas kaki di Indonesia. Jadi Aprisindo masih memberikan ruang diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah dan mendukung proses ini. Karena penting untuk menunggu pernyataan dan posisi resmi yang diumumkan oleh pemerintah sebagai pijakan bersama. Dalam kerangka tersebut, Aprisindo menilai bahwa pengumuman pengenaan tarif oleh Presiden Trump pada 1 Agustus perlu dibaca sebagai bagian dari dinamika negosiasi," kata Billie.

Industri Alas Kaki RI Terancam, Minta Diskon Tarif Listrik

Di sisi lain, Billie berharap tarif 32% tidak benar-benar jadi diberlakukan AS.

"Anggota Aprisindo akan menghitung segala margin dampak buruk dari penerapan tarif ini agar tetap berlangsung proses produksi dan agar tidak terjadi PHK," katanya.

"Karena kalau ini terjadi, kondisi objektif Vietnam lebih rendah tarifnya, para buyer di AS pasti mencari harga yang lebih murah masuk ke AS dengan kualitas yang sama daripada Indonesia. Ini berpotensi pesanan menurun dan akan memengaruhi proses produksi menurun," bebernya.

Sambung dia, jika kebijakan tarif tinggi ini benar-benar diberlakukan secara penuh, tekanan terhadap sektor industri padat karya yang memiliki pangsa ekspor besar ke AS bagi alas kaki akan semakin besar.

"Karena itu, keberhasilan Indonesia dalam menavigasi isu ini akan sangat bergantung pada kekuatan economic diplomacy yang solid, terukur, dan berorientasi pada kepentingan jangka panjang industri nasional," tukasnya.

"Untuk mengantisipasi ini, harus dilakukan proteksi pemerintah melalui bantalan APBN berupa program insentif kepada para pelaku industri alas kaki agar proses produksi tetap berjalan. Yaitu diskon 50%+ harga listrik di jam puncak, harga gas yang terjangkau, penghapusan PPN, penangguhan pembayaran BPJS Tenaga Kerja bagi para pekerja, dan lainnya secara nyata," usul Billie.

Juga, kata dia, perlu percepatan perundingan IEU-CEPA, kerja sama ekonomi komprehensif antara Indonesia dengan Uni Eropa (UE). Yang diharapkan akan semakin membuka akses pasar baru di Uni Eropa, di mana Vietnam juga punya perjanjian serupa dengan Eropa yang lebih dahulu.

"Agar Indonesia tidak ketinggalan dari persaingan antarnegara dan produksi tetap berjalan baik dan normal," sebutnya.

"APRISINDO memandang situasi ini harus dimaknai sebagai kesempatan untuk fokus mempercepat agenda reformasi struktural melalui pendekatan deregulasi yang konsisten lintas sektor. Dalam konteks ini, percepatan deregulasi lintas kementerian dan lembaga perlu segera dilakukan secara cepat, tepat, dan terkoordinasi," tambahnya.

Billie berharap, fokus utama pemerintah terhadap industri padat karya, disertai reformasi yang menjangkau sektor-sektor lain untuk memperkuat daya saing nasional dalam menghadapi dinamika dan disrupsi pasar yang terus berlangsung.

"Maka penting bagi Aprisindo mendorong pemerintah untuk terus memperbaiki iklim investasi yang kondusif dan kemudahan berusaha di dalam negeri," ujarnya.

"Supaya bisa tetap kompetitif dengan ketidakpastian eksternal seperti ini. Seperti program deregulasi-perampingan kebijakan yang lebih mudah dari syarat administrasi dan teknis, proses perizinan yang mudah baik pengurusan AMDAL dan SNI, penetapan UMK yang dapat dijangkau dengan aturan yang jelas tidak berubah-ubah, keamanan berusaha dari penegakan hukum menjaga bagi para pelaku industri padat karya alas kaki dari iuran yang tidak resmi oleh ormas," pungkas Billie.


(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Siap-Siap! Trump Bakal Kenakan Tarif Baru ke Minimal 7 Negara