Pertarungan Tarif Trump: Negara Mana Menang vs Kalah dalam Negoisasi?

Emanuella Bungasmara Ega Tirta, CNBC Indonesia
10 July 2025 12:40
Musuh-musuh Perang  Dagang Trump
Foto: infografis/Musuh-musuh Perang Dagang Trump/Aristya Rahadian Krisabella

Jakarta, CNBC Indonesia- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mengubah peta perdagangan global dan regional. Tarif Trump bahkan "memecah" ASEAN.

Dalam waktu kurang dari sepekan, Trump mengirimkan dua gelombang surat kepada 21 negara, menetapkan tarif impor baru yang berlaku mulai 1 Agustus 2025. Tanpa negosiasi, surat tersebut memuat tarif final yang dikenakan pada ekspor negara-negara penerima ke AS. Bagi sebagian negara, tarifnya tetap. Tapi bagi yang lain, beban bertambah cukup signifikan.

Lonjakan tarif paling tinggi terjadi di Kamboja yang kini menghadapi bea masuk 49%, naik dari 36%. Myanmar, Laos, dan Sri Lanka juga menghadapi kenaikan tajam.

Beberapa negara seperti Indonesia, Thailand, dan Afrika Selatan tidak mengalami perubahan tarif. Trump menyebut tarif tersebut "masih jauh di bawah level yang diperlukan untuk menyeimbangkan defisit dagang" AS dengan negara-negara tersebut.

Langkah ini merupakan kelanjutan dari kebijakan "Liberation Day Tariffs" yang diumumkan pada 2 April 2025, di mana hampir semua negara dunia dikenakan tarif dasar 10%, dengan pengecualian untuk mitra strategis.

Trump mengesahkan tarif baru melalui surat langsung ke kepala negara dan menyatakan penyesuaian bisa terjadi "jika hubungan bilateral membaik."

Yang menarik, tidak semua negara yang terkena lonjakan adalah mitra dagang utama AS. Moldova, misalnya, hanya mencatat defisit dagang sebesar US$85 juta terhadap AS tahun lalu, namun tetap dikenakan tarif 31%. Ini menunjukkan bahwa penyesuaian tarif bukan semata berbasis data dagang, melainkan lebih politis dan strategis.

Indonesia termasuk negara yang tarifnya tidak berubah, tetap di 32%. Dalam konteks Asia Tenggara, hanya Indonesia dan Thailand yang  mempertahankan angka tarif tetap. Negara lain seperti Filipina bahkan mencatat penurunan tarif dari 20% menjadi 17%, indikasi bahwa relasi bilateral turut memengaruhi keputusan akhir Gedung Putih.

Berikut daftar lengkap perubahan tarif yang dirilis Gedung Putih selama 7-9 Juli 2025:

Dari 21 negara yang menerima surat tarif Trump, hanya 6 negara yang berhasil menurunkan atau mempertahankan tarif di level rendah. Negara-negara seperti Filipina, Jepang, Malaysia, dan Korea Selatan bisa disebut sebagai "pemenang" karena mampu menghindari lonjakan tarif bahkan sebagian berhasil menurunkannya.

Sementara negara-negara seperti Kamboja, Sri Lanka, dan Laos mengalami kenaikan tajam dan praktis berada di posisi "kalah" dalam negosiasi ini.

Hasil akhir menunjukkan bahwa kebijakan ini bukan semata persoalan ekonomi, tetapi juga hasil dari posisi tawar politik.

Negara dengan volume dagang kecil atau hubungan bilateral lemah menjadi sasaran empuk. Nampaknya dalam lanskap ini, stabilitas hubungan politik justru lebih menentukan nasib tarif ketimbang data neraca perdagangan.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(emb/emb)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation