
Korea Resmi Suntik Mati Total Tambang Batu Bara BUMN, Listriknya Aman?

Jakarta, CNBC Indonesia - Korea Selatan secara resmi akan menutup tambang batu bara terakhir yang dikelola negara mulai 1 Juli 2025 nanti. Hal itu menandai berakhirnya era tambang batu bara Dogye yang pernah menjadi pendorong ekonomi regional dan berkembang pesat.
Pada tahun 1960-an dan 70-an, komunitas batu bara ini sempat berkembang pesat di tengah booming yang mengubah wilayah ini menjadi simbol kemakmuran kelas pekerja.
Masa keemasan industri batu bara dimulai dengan adanya undang-undang tahun 1961 yang membuka jalan bagi pengembangan tambang berskala besar. Pada tahun 1966, batu bara memasok 45,7% energi primer Korea, yang menjadikannya sumber energi yang dominan di negara tersebut.
"Uang mengalir dengan cepat. Bar-bar mahal didirikan di kota-kota pertambangan, dan ada banyak cerita tentang pelanggan yang meninggalkan tip dengan menyalakan kipas angin listrik dan melemparkan segenggam uang tunai dari karung goni ke udara," mengutip Korea Times, Sabtu (28/6/2025).
Era Tambang Batu Bara Berakhir Pekan Depan
Tambang Batu Bara Dogye di Samcheok, Provinsi Gangwon menjadi tambang batu bara terakhir yang dioperasikan oleh perusahaan milik negara. Tambang tersebut akan ditutup pada hari Senin, yang secara efektif mengakhiri industri pertambangan batu bara publik Korea.
Seperti diketahui, batu bara merupakan sumber energi utama selama Korea berupaya membangun perekonomian setelah Perang Korea 1950-53. Pemerintah memprioritaskan perluasan infrastruktur kereta api dan energi, yang meningkatkan produksi batu bara. Sebelum perang, kayu bakar merupakan sumber bahan bakar utama, tetapi penggundulan hutan pada masa perang menyebabkan kekurangan bahan bakar yang parah, sehingga mempercepat peralihan ke batu bara.
Batu bara juga merupakan komponen utama dari "yeontan," briket yang banyak digunakan untuk menghangatkan rumah-rumah di Korea dari tahun 1950-an hingga 1980-an, yang menjadi tulang punggung kehidupan musim dingin bagi sebagian besar penduduknya.
Bagi banyak orang Korea, pemandangan briket batu bara yang menyala di musim dingin, dan risiko keracunan karbon monoksida yang selalu ada, tetap menjadi bagian yang jelas dari ingatan nasional, bahkan bagi mereka yang tidak pernah mengalaminya. Adegan tersebut merupakan motif yang akrab dalam drama dari film Korea yang berlatar belakang dekade pascaperang.
Produksi batu bara Korea mencapai puncaknya pada tahun 1988 dengan jumlah tertinggi sepanjang masa yaitu lebih dari 24,2 juta ton. Namun puncaknya hanya berlangsung sebentar hingga industri ini segera mengalami penurunan tajam.
Tergantikan Gas Alam Cair
Setelah mengalami lonjakan tajam harga minyak dunia selama dua kali guncangan minyak, pemerintah Korea berusaha mengurangi ketergantungannya pada minyak bumi. Sebagai bagian dari upaya tersebut, pemerintah mulai memasok gas alam cair ke wilayah metropolitan Seoul pada tahun 1987. Selanjutnya, pada tahun 1989, Korea meluncurkan rencana restrukturisasi besar-besaran untuk menutup tambang batu bara yang tidak menguntungkan.
Penurunannya berlangsung cepat dan dramatis. Antara tahun 1989 dan 1996, yang mana sebanyak 334 tambang batu bara ditutup. Pada tahun 1992, permintaan batu bara anjlok menjadi 10,74 juta ton atau hanya sepertiga dari puncaknya enam tahun sebelumnya.
Mulai minggu depan, satu-satunya tambang batu bara yang tersisa yang beroperasi di Korea adalah Tambang Kyungdong Sangdeok yang dikelola oleh swasta, yang juga terletak di daerah Dogye, Samcheok.
Nuklir Kini Jadi Sumber Energi Utama
Batu bara terus kehilangan pijakan dalam bauran energi Korea. Batu bara telah menjadi sumber utama pembangkit listrik Korea sejak tahun 2007, tetapi tahun lalu diambil alih oleh tenaga nuklir di tengah-tengah pergeseran yang lebih luas ke arah kebijakan ramah lingkungan dan ketergantungan yang lebih besar pada energi nuklir.
Kementerian Perdagangan, Industri, dan Energi mengatakan, tenaga nuklir kini menjadi sumber listrik utama di negara ini, dengan porsi 31,7% dari total produksi listrik.
Meskipun tenaga batu bara masih menempati urutan kedua sebesar 28,1%, namun hal ini tidak terlalu berpengaruh pada industri batu bara domestik Korea. Sebagian besar pembangkit listrik tenaga batu bara mengandalkan batu bara bitumen impor, yang memiliki efisiensi pembakaran yang lebih tinggi. Sebaliknya, sebagian besar batu bara yang diproduksi di dalam negeri adalah antrasit, yaitu jenis yang tidak disukai untuk pembangkit listrik skala besar.
Seorang pejabat di Korea Coal Corp. mengatakan kepada The Korea Times, semua pekerja di Tambang Batu Bara Dogye akan pensiun.
"Usia rata-rata pekerja kami sekitar 55 tahun. Beberapa sudah memasuki usia pensiun, sementara yang lain masih relatif muda - di akhir 30-an hingga awal 40-an," kata pejabat tersebut.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Inflasi Korsel Tembus 2,2% di Januari, Tertinggi Dalam 6 Bulan
