
Terkuak! Begini Jurus RI Kurangi Peran Migas & Batu Bara

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membeberkan sejumlah strategi untuk bisa mengurangi penggunaan energi fosil, termasuk energi dari batu bara hingga minyak dan gas bumi (migas) yang dinilai memberikan sumbangan emisi karbon (CO2) yang besar.
Hal itu juga seiring dengan target Indonesia untuk mencapai netral emisi karbon atau Net Zero Emission (NZE) tahun 2060 mendatang.
Sekretaris Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) Kementerian ESDM Maompang Harahap mengungkapkan upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk bisa mengurangi emisi karbon yang tersumbang ke udara adalah dengan membatasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara hingga memensiunkan operasi dari PLTU batu bara itu sendiri di Indonesia.
Bukan tanpa rencana, Indonesia juga ditargetkan bisa melakukan elektrifikasi di berbagai sektor termasuk penggunaan kendaraan listrik dan kompor induksi.
Selain itu, untuk menggantikan peran batu bara sebagai tulang punggung ketenagalistrikan di Indonesia, pembangkit dengan sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) digencarkan pula untuk dimanfaatkan di dalam negeri.
"Strategi mencapai net zero emission yang pertama adalah melakukan elektrifikasi, jadi penggunaan kendaraan listrik, kompor induksi, kemudian juga elektrifikasi pada berbagai sektor, kemudian juga pengembangan EBT, kemudian juga moratorium PLTU dan pensiun dini PLTU yang sudah ada," jelas Maompang dalam acara Optimalisasi Pemanfaatan Gas Bumi Untuk Percepatan Transisi Energi dan Sirkular Ekonomi, disiarkan daring, Kamis (8/8/2024).
Adapun, untuk bisa menggantikan peran energi fosil di Indonesia, Maompang mengatakan penerapan teknolgi penangkapan karbon akan diterapkan di dalam negeri yakni dengan Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS).
"Kemudian juga penerapan CCS-CCUS, kemudian juga penerapan sumber energi baru, hidrogen dan ammonia, kemudian juga penerapan efisiensi energi melalui langkah-langkah konservasi energi," tambahnya.
Walaupun terdapat berbagai upaya yang dilakukan untuk bisa mengurangi penggunaan energi dari migas dan batu bara di Indonesia, Maompang klaim energi fosil sendiri sejatinya masih dibutuhkan di Indonesia.
Dia mengatakan, sektor migas dan batu bara dalam negeri masih banyak menyumbang sebagai sumber energi yang murah dan berperan besar pula pada pendapatan negara.
"Peran energi fosil dalam transisi energi, jadi sebagaimana kita ketahui bahwa peran Migas maupun Mineral dan Batu Bara sampai saat ini masih strategis, masih penting, baik sebagai sumber energi, kemudian juga sumber baku industri, devisa, PNBP, dan seterusnya," imbuhnya.
Indonesia sendiri, saat ini masih menargetkan produksi sektor migas khususnya pada produksi minyak tahun 2030 sebesar 1 juta barel per hari (bph) dan produksi gas sebesar 12 miliar kaki kubik per hari (BSCFD).
"Nah, strateginya adalah strategi supaya peran ini bisa berkelanjutan dan berkesinambungan, termasuk juga menjawab isu-isu yang ada di strateginya di migas adalah meningkatkan cadangan, jadi melalui optimalisasi produksi lapangan existing, transformasi resource to production, kemudian mempercepat penerapan EOR, kemudian juga eksplorasi secara masif untuk penemuan besar, kemudian juga pembangkit sebagai energi transisi sebelum nanti EBT masuk 100%, kemudian juga penerapan CCS, CCUS," tandasnya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Menebak Arah Kebijakan Energi Hijau Prabowo
