
Daftar Negara yang Tumbuh Tinggi & Jatuh Krisis di Kuartal II-2024

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah negara di dunia mencatatkan capaian positif pada pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2024. Namun, ada pula negara yang merana dan mencatatkan pertumbuhan ekonomi minus selama April hingga Juni kemarin.
Di antara negara yang 'tersenyum' ada Indonesia yang mencatatkan pertumbuhan 5,05% pada kuartal II kemarin secara year-on-year. Meski mengalami pelambatan dibandingkan kuartal I yang mencapai 5,11%, kinerja ekonomi Indonesia masih tumbuh di level historisnya yakni 5%.
Tetangga RI Vietnam, memimpin pertumbuhan di kawasan Asean dengan raihan 6,93% disusul dengan Malaysia 5,8%.
Vietnam selalu menjadi bintang di kawasan Asean dengan tumbuh rata-rata 6,25% pada empat kuartal terakhir. Sementara itu, rata-rata Indonesia hanya tumbuh 5,04% pada empat kuartal terakhir.
Ekonomi Vietnam sangat diuntungkan oleh ekspor. Negara tersebut adalah eksportir besar untuk ponsel pintar, elektronik, dan pakaian. Sementara itu, ekonomi Malaysia ditopang sektor jasa dan output manufaktur.
Kondisi yang berkebalikan terjadi pada Arab Saudi. Ekonomi negara kaya minyak ini justru terkontraksi -0,40% pada kuartal II 2024. Pelemahan harga minyak ditengarai menjadi pemicu pelambatan ekonomi di negara Raja Salman itu.
Pada kuartal II 2024, laba perusahaan minyak Arab Saudi, Saudi Aramco, mengalami penurunan hingga 3% pada Kuartal II 2024. Hal ini terjadi saat volume produksi minyak Arab Saudi yang menurun.
Hal serupa dialami oleh perwakilan dari Eropa, yaitu Jerman. Produk Domestik Bruto Jerman pada kuartal II ini terkontraksi 0,10% yoy.
Berikut ini merupakan capaian pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara yang dihimpun oleh CNBC Indonesia:
- Vietnam: 6,93%
- Uzbekistan: 6,40%
- Malaysia: 5,80%
- Taiwan: 5,09%
- Indonesia: 5,05%
- China: 4,70%
- Serbia: 4,20%
- Singapura: 2,90%
- Spanyol: 2,90%
- Korea Selatan: 2,30%
- Meksiko: 2,20%
- Eropa: 0,60%
- Jerman: -0,10%
- Arab Saudi: -0,40%
(Rosseno Aji Nugroho/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonomi Global Ringkih, Krisis di Depan Mata?