Internasional

Israel Chaos, Yahudi Ultra-Ortodok Ngamuk ke Netanyahu

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
02 July 2024 11:00
Pria Yahudi ultra-Ortodoks melakukan protes setelah Mahkamah Agung Israel bersidang untuk membahas petisi untuk mengubah kebijakan pemerintah yang memberikan pengecualian kepada Yahudi ultra-Ortodoks dari wajib militer, di tengah konflik yang sedang berlangsung di Gaza antara Israel dan kelompok Islam Palestina Hamas, dekat Mahkamah Agung Israel di Yerusalem, 2 Juni 2024. (REUTERS/Ronen Zvulun)
Foto: Pria Yahudi ultra-Ortodoks melakukan protes setelah Mahkamah Agung Israel bersidang untuk membahas petisi untuk mengubah kebijakan pemerintah yang memberikan pengecualian kepada Yahudi ultra-Ortodoks dari wajib militer, di tengah konflik yang sedang berlangsung di Gaza antara Israel dan kelompok Islam Palestina Hamas, dekat Mahkamah Agung Israel di Yerusalem, 2 Juni 2024. (REUTERS/Ronen Zvulun)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi Israel kini tak baik-baik saja. Demonstrasi terus pecah di negara itu.

Salah satunya terjadi, Senin (1/7/2024). Cabang Yahudi ultra-ortodoks, Haredi, turun ke jalan di wilayah Mea Sharim untuk menolak keputusan Mahkamah Agung (MA) Israel yang memasukan mereka dalam daftar wajib militer.

Mereka menyebut langkah ini merupakan ancaman bagi pembelajar Taurat. Sebelumnya keputusan dibuat untuk mengatasi kekurangan tentara Israel, dalam menghadapi tentara Hamas di Gaza.

"Kami tidak akan mendaftar (wajib militer)," kata seorang warga Yosef, kepada CNN International.

"Sejak awal berdirinya negara (Israel), kami tidak mendaftar. Sekarang mereka ingin memaksa kami (melayani) dengan paksa. Itu tidak akan pernah berhasil," tambahnya.

"Dalam negara demokratis tidak banyak yang bisa mereka lakukan selain memenjarakan kami. Kami tidak takut penjara. Kami menertawakan penjara... dan semakin banyak orang yang masuk penjara, semakin banyak demonstrasi yang akan terjadi di negara ini," ujarnya lagi.

Sebagian besar pria dan wanita Yahudi di Israel harus bertugas di militer. Tetapi sejak tahun 1948 komunitas ultra-Ortodoks yang terpencil telah diberikan pengecualian sehingga beberapa siswa dapat melanjutkan studi yeshiva.

Namun selama bertahun-tahun, komunitas ini telah membengkak, seiring dengan pengecualian. Perekrutan kelompok ini untuk militer juga makin meningkat setelah perang membayangi Israel dengan Hizbullah di Lebanon.

Beberapa rabbi ultra-Ortodoks terkemuka secara terbuka menentang keputusan tersebut. Beberapa menyatakan wajib militer sebagai "pelanggaran agama" dan bahwa "sepertinya mereka memaksa kita untuk mencemarkan hari Sabat", hari istirahat Yahudi.

Jurnalis Haredi, Yanki Farber, mengatakan banyak yang khawatir bahwa pendaftaran massal ke wajib militer dapat mengubah cara hidup warga. Ini utamanya terkait bagaimana warga nantinya memandang rabi.

"Para pemimpin Haredi, para pemimpin spiritual di daerah tersebut sangat, sangat takut bahwa mereka akan melihat ribuan anak laki-laki Haredi berseragam di lingkungan (ultra-) Ortodoks," katanya.

"Anda mulai membuka kepala terhadap pendapat lain dan tidak ada lagi yang akan mendengarkan para rabi," ujarnya.

Sementara itu, sekitar 66.000 lelaki ultra-Ortodoks saat ini memenuhi syarat untuk wajib militer. Beberapa pria ultra-Ortodoks sudah bertugas di ketentaraan.

Warning Gaza Selatan

Di hari yang sama, di medan peperangan, Israel sekali lagi memerintahkan evakuasi di bagian Selatan Gaza. Ini menyusul serangan roket yang jarang terjadi yang diklaim oleh kelompok militan Jihad Islam.

Militer Israel mengatakan sekitar 20 proyektil diidentifikasi melintasi di daerah Khan Yunis. Militer Israel menyebut sebagian besar peluncuran roket itu berhasil dicegat, dengan tidak adanya korban yang jatuh akibat serangan itu.

Pengumuman ini kemudian diikuti dengan perintah untuk mengevakuasi Al-Qarara, Bani Suhaila dan kota-kota lain di Rafah dan Khan Yunis.

"Ketakutan dan kecemasan ekstrem mencengkeram masyarakat setelah perintah evakuas. Ada perpindahan penduduk dalam jumlah besar," kata warga Bani Suhaila, Ahmad Najjar.

Brigade Al Quds, sayap bersenjata kelompok militan Jihad Islam, mengatakan bahwa roket-roket itu sejatinya ditujukan kepada komunitas Israel di dekat perbatasan Gaza dan ditembakkan sebagai pembalasan atas 'kejahatan' Israel terhadap rakyat Palestina.

Sementara itu, di front lain Gaza, kota Shujaiya, para saksi juga melaporkan tembakan tank Israel terus-menerus. Seorang koresponden AFP juga melaporkan helikopter Israel menembaki rumah-rumah di Shujaiya.

Brigade Al-Qassam mengatakan pihaknya terus melakukan pertempuran di Shujaiya dan Rafah. Di sisi lain, Militer Israel mengatakan pasukannya 'melenyapkan banyak teroris" dalam penggerebekan di Shujaiya, di mana serangan udara juga menewaskan sekitar 20 anggota Hamas.

Militer juga mengumumkan kematian seorang tentara di Gaza Selatan. Ini membuat total korban jiwa selama serangan darat menjadi 317 orang..

Serangan Israel ke Gaza dimulai pada 7 Oktober silam. Ini diawali serbuan milisi penguasa Gaza, Hamas, ke Israel yang menewaskan 1.200 warga Negeri Yahudi.

Di sisi lain, serangan balik Israel menimbulkan tewasnya hampir 38 ribu warga sipil. Serangan ini juga menimbulkan kerusakan infrastruktur perumahan hingga 70%.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Timur Tengah Makin Panas, Iran Respons Serangan Israel ke Rafah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular