
Perang Saudara Tetangga RI Panas, Milisi-Militer Berebut 'Harta Karun'

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang saudara di Myanmar masih terus berkecamuk. Terbaru, kelompok bersenjata etnis dan militer memasuki pertempuran yang panas untuk memperebutkan pusat penambangan batu delima dan permata.
Dalam sebuah laporan, Jumat (28/6/2024), Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang (TNLA) melancarkan serangan terhadap pasukan junta awal pekan ini di wilayah Mandalay, tepatnya di kota Mogok. Kota ini dikenal sebagai pusat produksi ruby, safir, spinel, aquamarine, dan batu semi mulia lainnya.
Penduduk Mogok mengatakan kepada AFP bahwa kota tersebut telah terkena serangan artileri dan serangan udara oleh pesawat militer sejak pertempuran di daerah tersebut dimulai pada Selasa.
"Sejauh yang saya tahu, empat orang termasuk dua wanita tewas kemarin karena tembakan artileri," kata seorang warga Mogok berusia 57 tahun, yang tidak mau disebutkan namanya.
"Kami tidak punya pengalaman seperti ini. Ini adalah pertempuran serius pertama yang terjadi di kota Mogok."
Selama beberapa dekade, junta Myanmar dan lawan-lawannya telah mengenakan pajak pada penambang lokal untuk mendapatkan penghasilan. Diketahui, banyak hasil penambangan batu-batu ini diselundupkan melewati perbatasan ke Thailand atau China dan dijual di dua negara itu.
Selain di Mogok, TNLA juga melakukan serangan di kota Kyaukme di negara bagian Shan. Warga menuturkan pertempuran mulai pecah di kota itu pada hari Selasa.
"Setidaknya 10 warga sipil tewas dan lebih dari 20 orang terluka di sana sejak bentrokan pecah," kata seorang warga kota itu.
Myanmar berada dalam perang saudara sejak junta militer pimpinan Min Aung Hlaing mengkudeta pemerintahan sipil pada Februari 2021. Kudeta, yang terjadi pada bulan Februari 2021 memicu reaksi publik yang besar, dengan demonstrasi besar-besaran yang menolaknya, yang kemudian dibubarkan secara brutal.
Ini kemudian memicu reaksi keras dari beberapa milisi etnis di Negeri Seribu Pagoda seperti Kachin dan Arakan. Mereka mulai melancarkan perlawanan terhadap rezim junta yang dianggap tidak demokratis.
Milisi etnis tersebut pun juga telah menarik sejumlah anggota baru yang memang memiliki keinginan untuk melawan junta. Posisi ini diisi banyak kaum muda dan intelektual, yang kini menjadi anggota milisi baik di garis depan maupun pendukung.
Sementara itu, serangan ini sendiri melanggar gencatan senjata yang ditengahi oleh China pada bulan Januari. Pasalnya, baik Shan maupun Mandalay merupakan akses perdagangan yang penting antara Myanmar dengan Negeri Tirai Bambu.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perang Saudara Tetangga RI Makin Panas, Militer dan Milisi Adu Drone
