
Singapura Jadi "Korban" Junta Militer Myanmar

Jakarta, CNBC Indonesia - Singapura menjadi "korban" junta militer Myanmar. Ini bukan dalam arti sebenarnya melainkan terkait ekspor yang dilakukan pemerintah negeri itu.
Ekspor senjata dari entitas yang berbasis di Singapura ke militer Myanmar turun drastis pada 2023. Ekspor turun lebih dari US$110 juta (sekitar Rp 1,8 triliun) antara April 2022 dan Maret 2023, menjadi lebih dari US$10 juta (sekitar Rp 164 miliar) pada periode yang sama tahun berikutnya.
Meski demikian, sebenarnya ini terjadi setelah ada penyelidikan pemerintah. Setidaknya 138 entitas yang berbasis di Singapura diidentifikasi oleh PPB terlibat dalam aliran pasokan tersebut ke junta militer Myanmar.
"Singapura adalah negara yang menonjol dalam penurunan pengiriman senjata ke Myanmar secara global," kata utusan hak asasi manusia PBB Tom Andrews dalam laporan baru Rabu, dikutip Kamis (27/6/2024) di laman Channel News Asia (CNA).
"Singapura pernah menjadi pusat pembiayaan (untuk) banyak transaksi pengadaan militer ini, mengendalikan atau memproses 70% di antaranya pada tahun lalu. Itu turun hingga 20% ," kata Andrews.
Dalam laporan Mei 2023, entitas yang berbasis di Singapura menjadi sumber senjata dan material terbesar ketiga bagi junta. Fakta baru ini, disebut PBB sebagai langkah signifikan ke arah yang benar bagi Singapura,
"Di sisi lain, kita memiliki arah yang berlawanan dengan Thailand," katanya menyinggung Bangkok yang penjualan senjatanya masih tinggi ke junta Myanmar.
Dalam laporan yang sama, Thailand disebut sebagai sumber utama pasokan senjata junta. Bahkan ini dibeli melalui sistem perbankan internasional.
Transfer senjata dan material terkait dari perusahaan yang terdaftar di Thailand meningkat dua kali lipat dari lebih dari US$60 juta pada tahun fiskal 2022 menjadi lebih dari US$120 juta pada tahun berikutnya. Thailand sendiri tak memiliki kebijakan publik yang jelas, yang menentang pengiriman senjata ke Myanmar.
"Bank-bank Thailand, termasuk Siam Commercial Bank, berperan penting dalam peralihan ini," kata Andrews.
Militer Myanmar menguasai negara itu melalui kudeta dan menggulingkan pemerintahan yang dipilih secara demokratis tiga tahun lalu. Sejak itu, negara ini berada dalam kekacauan dengan ribuan orang terbunuh dan jutaan orang mengungsi.
Kudeta tersebut memicu sanksi yang dijatuhkan oleh negara-negara Barat dalam upaya menggagalkan kemampuan junta dalam mengakses uang dan membeli senjata untuk digunakan pada pasukan anti-kudeta.
Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan mengklarifikasi bahwa pemerintah belum memberlakukan embargo perdagangan umum terhadap Myanmar. Dia mengatakan pihak berwenang sedang mencari rincian lebih lanjut untuk melakukan pemeriksaan dan penyelidikan menyeluruh.
"Bukanlah kebijakan pemerintah Singapura yang bermaksud memblokir perdagangan sah dengan Myanmar", katanya seraya mencatat bahwa total perdagangan bilateral antara kedua negara pada tahun 2022 berjumlah US$4,2 miliar.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Partai Lolos Senayan Hingga Junta Myanmar Hukum Mati 3 Jenderal
