Panas Revisi Aturan Impor, Kemenperin Meradang Tolak Disalahkan

Damiana, CNBC Indonesia
21 May 2024 14:25
Pekerja melakukan pendataan bongkar muat kontainer peti kemas di Terminal 3 Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). Pemulihan ekonomi global dari pandemi Covid - 19 dinilai lebih cepat dari yang diekspektasi banyak pihak. Sehingga produksi dan perdagangan melonjak signifikan yang membuat ketidakseimbangan pasar, yang berimbas pada kekurangan bahan baku dan kelangkaan kontainer.. (CNBC Indonesia/ Muhammad Tri Susilo)
Foto: Aktivitas Bongkar Muat Kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Senin (22/11/2021). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menolak "disalahkan" jadi penyebab penumpukan kontainer impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Kemenperin menegaskan, Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) yang mengatur sederet Pertimbangan Teknis (Pertek) bukan pemicu gangguan arus pengeluaran barang impor dari pelabuhan yang berdampak pada penumpukan tersebut.

Tak hanya itu. Kemenperin juga mengaku tak tahu menahu isi 26.415 kontainer yang menumpuk di kedua pelabuhan tersebut. Sebab, Kemenperin mengaku, tak mendapat keterangan dari pihak Bea dan Cukai terkait isi dari kontainer-kontainer tersebut.

Karena itu, Kemenperin mempertanyakan kebenaran isi kontainer-kontainer tersebut adalah bahan baku atau bahan penolong yang dibutuhkan produksi manufaktur d dalam negeri.

"Kami sampai sekarang tidak tahu sebenarnya isi kontainer itu. Apakah bahan baku atau barang jadi. Yang tahu sebenarnya Ditjen Bea Cukai dan kami tak mendapat informasi isi kontainer itu apa," kata Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif kepada wartawan, dikutip Selasa (21/5/2024).

"Perlu kami sampaikan, sejak kebijakan lartas (larangan terbatas) diberlakukan dengan ketentuan Pertek, tidak ada keluhan dari pelaku usaha bahwa industri di dalam negeri mengalami gangguan supply chain (rantai pasok) bahan baku. Jadi, perlu dibuktikan apakah kontainer yang menumpuk itu berisi bahan baku, bahan penolong, atau produk jadi industri hilir yang akan membanjiri pasar domestik," tukas Febri.

Revisi Aturan Impor

Sebagai informasi, pada hari Sabtu, 18 Mei 2024 kemarin, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, serta Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga ramai-ramai ke Pelabuhan Tanjung Priok.

Mereka memantau langsung penumpukan kontainer yang disebut akibat adanya aturan impor, Permendag No 36/2023 yang kini sudah mengalami perubahan 3 kali. Disebutkan, sebanyak 17.304 kontainer tertahan sejak 10 Maret 2024 di Pelabuhan Tanjung Priok, dan 9.111 kontainer di Tanjung Perak. Artinya, total ada 26.415 kontainer menumpuk.

Akibat penumpukan ini, Menko Airlangga pada hari Jumat, 17 Mei 2024 mengungkapkan, Presiden Jokowi memerintahkan merevisi kembali Permendag tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor tersebut.

"Presiden memberi arahan agar segera dilakukan revisi terhadap Permendag 36 Tahun 2023 yang telah direvisi Permendag 3 Tahun 2024 dan Permendag 7 Tahun 2024 per 10 Maret," kata Airlangga saat Konferensi Pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (17/5/2024).

Revisi ini dilakukan lantaran adanya kendala dalam perizinan impor, hingga membuat barang yang mandek di pelabuhan. Ini adalah revisi ketiga, yang menghasilkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8/2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Aturan baru ini berlaku mulai 17 Mei 2024.

Dalam revisi terbaru ini, pemerintah memutuskan melonggarkan impor yang sebelumnya sempat diperketat. Pertimbangan Teknis (Pertek) dari kementerian teknis yang menaungi komoditas impor tak lagi diperlukan sebagai syarat mendapat Persetujuan Impor (PI).

"Permendag No 8/2024 yang sudah diberlakukan akan terus dimonitor oleh saya, Menko, dan Wamen di sini, sehingga 17 ribu lebih kontainer di Tanjung Priok dan 9.100 lebih kontainer di Tanjung perak bisa kita monitor penyelesaiannya," kata Sri Mulyani di Tanjung Priok, dikutip dari unggahan video di akun Instagram miliknya, Sabtu (18/5/2024).

"Penumpukan ini berdampak pada kegiatan ekonomi terutama impor barang bahan baku yang dibutuhkan untuk supply chain dan kegiatan manufaktur di Indonesia. Permendag ini butuh PMK yang sudah diteken dan keluar, sehingga bisa lengkap menjalankan Permendag No 8/2024 dan aturan pelaksanannya," ujarnya.

Sri Mulyani mengatakan, langkah pemerintah itu untuk menjaga keseimbangan industri di dalam negeri dengan tetap menjaga kelancaran seluruh proses arus barang.

"Permendag ini ditujukan hanya untuk barang yang diperdagangkan. Barang yang nonkomersial dan personal use dikeluarkan dari pengaturan Permendag ini," katannya.

Dalam unggahan itu, Sri Mulyani menyebutkan, sesuai instruksi Presiden Joko Widodo, Permendag No 8/2024 diterbitkan, yang berisikan relaksasi perizinan impor berikut:

a. Terdapat 7 komoditas yang diubah perizinan larangan terbatas (lartas)-nya yaitu Elektronik, Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan, Kosmetik dan PKRT, Alas Kaki, Pakaian Jadi dan Aksesoris Pakaian Jadi, Tas dan Katup. Khusus komoditi elektronik, alas kaki, pakaian jadi dan aksesoris, persyaratan pertimbangan teknis dalam penerbitan PI (Persetujuan Impor) ditiadakan/dihapus.

b. Terhadap importasi dengan manifest tanggal 10 Maret - 17 Mei 2024 dapat dilakukan penyelesaian impor dengan menggunakan LS (Laporan Surveyor) khusus komoditas Besi Baja dan Tekstil Produk Tekstil dan menggunakan dokumen perizinan yang tercantum dalam Permendag No 8/2024 untuk komoditi lainnya.

"Koordinasi lintas kementerian dan lembaga sangat penting sebagai wujud komitmen bersama untuk senantiasa melayani masyarakat luas serta menjaga perekonomian Indonesia." tulis Menkeu, dikutip dari keterangan unggahannya di Instagram.

Lalu pada hari Minggu (19 Mei 2024), Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Budi Santoso mengatakan, Permendag No 8/2024 diterbitkan akibat adanya penumpukan kontainer di pelabuhan disebabkan karena adanya kendala Pertek yang merupakan salah satu persyaratan persetujuan impor terkait komoditas tertentu.

Untuk itu, ujarnya, pemerintah melakukan relaksasi pengaturan impor lewat Permendag No 8/2024. Dengan tidak mempermasalahkan Pertek lagi dalam pengurusan izin impor.

"Sebagaimana kita ketahui, terdapat penumpukan kontainer di pelabuhan, antara lain disebabkan kendala perizinan, yaitu Pertek. Untuk komoditas tertentu, Pertek adalah salah satu persyaratan Persetujuan Impor (PI) yang waktu itu diusulkan Kemenperin sebagai syarat impor dalam Permendag No 36/2023," katanya, dikutip dari situs resmi Kemendag.

"Dengan adanya Permendag 8/2024, Pertek sebagai persyaratan persetujuan impor untuk komoditas tertentu tidak diperlukan lagi. Dengan demikian, persyaratan Pertek tersebut dikeluarkan dari lampiran Permendag 8/2024," tambah Budi.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif (kedua dr kiri) saat jumpa pers Foto: Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif (kedua dr kiri) saat jumpa pers "Penjelasan Kemenperin atas Penumpukan Kontainer Impor" di Jakarta, Senin (20/5/2024). (CNBC Indonesia/Damiana Cut E)
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif (kedua dr kiri) saat jumpa pers "Penjelasan Kemenperin atas Penumpukan Kontainer Impor" di Jakarta, Senin (20/5/2024). (CNBC Indonesia/Damiana Cut E)

Pernyataan Lengkap Kemenperin

Menanggapi "tudingan" tersebut, Kemenperin kemudian merilis 9 pernyataan menjelaskan soal penumpukan kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak.

Pertama, Kemenperin mendukung arahan Presiden untuk menyelesaikan masalah penumpukan kontainer di pelabuhan. Dan mendukung Permendag No 8/2024 sepanjang melindungi industri dalam negeri

"Kemenperin menanggapi pernyataan Kementerian Keuangan mengenai penumpukan yang berdampak pada supply chain industri manufaktur dalam negeri. Sejak kebijakan Permenperin terkait Pertek diberlakukan, tidak ada keluhan dari pelaku usaha mengenai gangguan suplai bahan baku industri," kata Febri.

"Sehingga perlu dibuktikan apakah kontainer yang menumpuk tersebut banyak merupakan bahan baku atau bahan penolong bagi industri," cetusnya.

Menanggapi pernyataan Kemendag yang menyatakan penyebab penumpukan kontainer tersebut adalah kendala persetujuan teknis sebagai syarat untuk mendapatkan perizinan impor, Febri menegaskan, Kemenperin tidak terkait langsung dengan penumpukan kontainer di beberapa pelabuhan tersebut.

"Sesuai dengan tugas dan fungsi Kemenperin sebagai pembina industri dalam negeri, kami memiliki kewajiban untuk memastikan kebutuhan bahan baku industri terpenuhi," tukasnya.

Kedua, posisi pada hari Jumat, tanggal 17 Mei 2024, Kemenperin menerima 3.338 permohonan penerbitan pertimbangan teknis (Pertek) untuk 10 komoditas. Dari seluruh permohonan
tersebut, telah diterbitkan 1.755 Pertek, 11 permohonan yang ditolak, dan 1.098 permohonan (69,85%) yang dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi persyaratannya.

Ketiga, berdasarkan Rapat Koordinasi yang dilakukan pada hari Kamis, 16 Mei 2024, diperoleh data yang menunjukkan perbedaan jumlah Pertek dan Persetujuan Impor (PI) yang diterbitkan Kemendag.

"Sebagai contoh, dari total 1.086 Pertek yang diterbitkan untuk komoditas besi atau baja,
baja paduan, dan produk turunannya, PI yang diterbitkan sejumlah 821 PI. Volume dari gap perbedaan tersebut kira-kira sekitar 24.000 jumlah kontainer," terang Febri.

"Di dalam rapat yang sama, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga menyampaikan informasi mengenai ketidaktahuannya, apakah kontainer tersebut dimiliki oleh perusahaan dengan Angka Pengenal Importir Umum atau Angka Pengenal Importir Produsen," ungkapnya.

Keempat, Kemenperin bertanggung jawab terhadap kelangsungan industri dalam negeri, sehingga perlu dijaga dan dilindungi agar barang-barang hasil produksinya dapat terserap oleh pasar, khususnya di dalam negeri.

Kelima, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, setiap barang impor yang dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, khususnya barang-barang yang masuk dalam kategori larangan dan/atau pembatasan (lartas), wajib memiliki dokumen perizinan impor.

"Untuk mendapatkan perizinan impor tersebut, salah satunya adalah memiliki pertimbangan teknis yang diterbitkan Kemenperin. Dengan demikian, barang-barang impor yang masuk dalam kategori lartas dimaksud mestinya tidak bisa masuk ke daerah pabean sebelum memiliki dokumen perizinan impor, seperti penumpukan yang terjadi saat ini," ucapnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto didampingi Menteri Keuangan, Sri Mulyani dan Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga dalam konferensi pers Sosialisasi Permendag 8/2024 dan Peninjauan terkait Pengaturan Kembali Kebijakan Lartas Barang Impor di  Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok, Sabtu, 18/5. (CNBC Indonesia/Lynda Hasibuan)Foto: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto didampingi Menteri Keuangan, Sri Mulyani dan Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga dalam konferensi pers Sosialisasi Permendag 8/2024 dan Peninjauan terkait Pengaturan Kembali Kebijakan Lartas Barang Impor di Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok, Sabtu, 18/5. (CNBC Indonesia/Lynda Hasibuan)
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto didampingi Menteri Keuangan, Sri Mulyani dan Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga dalam konferensi pers Sosialisasi Permendag 8/2024 dan Peninjauan terkait Pengaturan Kembali Kebijakan Lartas Barang Impor di Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok, Sabtu, 18/5. (CNBC Indonesia/Lynda Hasibuan)

Keenam, penerbitan Pertek di Kemenperin dilakukan secara elektronik melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), yang prosesnya diatur di dalam Permenperin.

"Sebagai tindak lanjut dari Permendag No. 36 Tahun 2023, Kemenperin telah menetapkan seluruh peraturan mengenai tata cara penerbitan pertimbangan teknis terhadap barang-barang yang masuk dalam kategori lartas," ujarnya.

"Proses penerbitan pertimbangan teknis ditetapkan paling lama dalam waktu 5 hari kerja setelah permohonan dan dokumen persyaratannya diterima dengan lengkap dan benar," kata Febri.

Ketujuh, Kemenperin tidak alergi dengan barang impor sepanjang barang-barang tersebut dibutuhkan di dalam negeri, sedangkan produksinya di dalam negeri tidak mencukupi. Dengan demikian, kebijakan Lartas diarahkan untuk tidak mengganggu industri dalam negeri.

Kedelapan, Kemenperin selalu memastikan tidak ada hambatan bagi industri dalam negeri mendapatkan bahan baku, baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor.

"Sedangkan terhadap barang-barang jadi atau produk akhir yang langsung dapat dijual ke pasar dalam negeri, Kemenperin berharap untuk tetap dibatasi dan menyesuaikan dengan konsep Neraca Komoditas yang pada prinsipnya menyeimbangkan antara produksi dalam negeri dan produk impor," tegas Febri.

"Kesembilan, Kemenperin memahami permasalahan teknis yang diakibatkan adanya perubahan-perubahan kebijakan yang diakibatkan oleh perubahan Peraturan Menteri Perdagangan. Namun, dampak dari perubahan suatu peraturan tidak menjadi tanggungjawab satu Kementerian/Lembaga saja," tukasnya.

Febri lalu menyoroti kembali arahan Presiden sebelumnya, agar tetap mengawal pasar dalam negeri, sehingga tidak banjir produk impor, khususnya produk hilir atau produk jadi, untuk melindungi industri dalam negeri dan investasi, dengan tetap memperhatikan agar tidak lagi terjadi penumpukan barang di pelabuhan.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ditanya Isi 26.415 Kontainer Numpuk di Pelabuhan, Kemenperin Bingung

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular