RPP Kesehatan Bikin Pengusaha Waswas, Efek Pasal-Pasal Ini

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
17 November 2023 14:15
Pedagang menata rokok di warung eceran di Warung Dua Saudara Pejaten, Jakarta, Rabu, (26/10). Naiknya tarif cukai rokok dari waktu ke waktu, membuat sejumlah orang memilih alternatif rokok dengan harga murah. Ghofar pemilik warung eceran menjual berbagai macam Merk rokok mengatakan biasanya orang yang beralih rokok itu karena mencari harga yang lebih murah dengan jenis yang sama. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Penjualan Rokok Murah (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi mengaku kurang sreg dengan rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) turunan Undang-undang (UU) Kesehatan 2023 terkait Pengamanan Zat Adiktif (RPP Kesehatan).

Pasalnya, kata dia, RPP itu menyatukan beragam klaster ke dalam satu aturan. Padahal, lanjut Benny, selama ini industri produk tembakau sudah memiliki aturan khusus, yaitu PP No 109/2012 Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

"Kami merasa kurang nyaman kalau disatukan dalam kluster kesehatan dimana di situ ada dokter, farmasi, obat, RS dan sebagainya, itu murni masuk kesehatan. Sementara kita zat adiktif, ekosistemnya beda, kita ada petani, industri, penerimaan negara, cukai," katanya kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (17/11/23).

"Kami harap kluster zat adiktif terpisah dari RPP keseluruhan seperti 109/2012 tersendiri. Itu rasanya paling tepat karena ada petani, buruh di situ. Jadi treatment beda," lanjutnya.

Selain rokok sigaret putih, rokok elektronik juga bakal diatur dalam regulasi PP yang baru.

"Rokok konvensional atau elektronik aja diatur PP sendiri. Tapi kalau ini bahkan rokok elektronik digabung pengaturannya dalam keseluruhan kluster UU kesehatan," sebut Benny.

Seperti diketahui, pemerintah tengah menggodok RPP Kesehatan.

RPP ini pun ditargetkan bisa rampung tahun ini. Dan pada 20 September 2023 lalu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menggelar Public Hearing RPP UU Kesehatan: Penanggulangan PTM, Kesehatan Penglihatan & Pendengaran, Zat Adiktif yang ditayangkan akun Youtube Kemenkes.

Dalam public hearing tersebut, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kemenkes Eva Susanti memaparkan, sejumlah substansi utama pengamanan zat adiktif dalam bentuk produk tembakau dan rokok tembakau, yang akan diatur dalam RPP tersebut.

Berikut diantaranya:

1. Zat adiktif dan produk tembakau pada pasal 149 ayat (1), (2), dan (3) memuat:

- definisi
- tujuan

2. Produksi dan peredaran produk tembakau - pasal 149 ayat (4), ketentuan lanjutan pengaman zat adiktif berupa produk tembakau dan rokok elektronik (pasal 152, ayat (1) dan (2)) memuat:

- penyelenggaraan produksi
- impor
- pengaturan peredaran produk tembakau dan rokok elektronik

2. Peringatan kesehatan Pasal 150, memuat:

- peringatan kesehatan bergambar dan informasi kesehatan

3. Kawasan tanpa rokok Pasal 150, memuat:

- penyelenggaraan kawasan tanpa rokok
- pencatatan pelaporan kawasan tanpa rokok

4. Ketentuan lanjutan pengaman zat adiktif berupa produk tembakau dan rokok elektronik Pasal 152 ayat (1) dan (2), memuat:

- pengendalian iklan produk tembakau dan rokok elektronik
- pengendalian promosi dan sponsor produk tembakau dan rokok elektronik
- layanan upaya berhenti merokok
- tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah
- koordinasi kementerian/ lembaga
- peran serta masyarakat
- pembinaan dan pengawasan
- pencatatan dan pelaporan.

Benny pun menyebut, pihaknya juga tak menyetujui pengaturan dalam RPP Kesehatan yang arahnya lebih ketat.

"Dalam UU (UU Kesehatan) sendiri kan kata-katanya pengendalian, nah karena itu hal-hal berbentuk larangan melebihi ketentuan UU. Kalau larangan sponsorship sudah diatur PP 109/2012. Prinsipnya seperti itu, hal bersifat larangan ya diatur secara lebih bijaksana," ujar Benny.

Begitu juga terkait pencantuman peringatan kesehatan. Di mana, RPP Kesehatan rencananya menetapkan, setiap produsen atau importir rokok elektronik yang tidak mencantumkan peringatan kesehatan akan dikenai sanksi administratif berupa penarikan produk, dan/atau denda administratif Rp500.000.000. Di mana, peringatan kesehatan harus dicetak satu dengan kemasan.

Wajib mencantumkan informasi memuat kandungan nikotin, tar, dan zat lain pada label kemasan, pernyataan dilarang menjual atau memberi kepada anak beri RPP yang baru usia di bawah 18 tahun dan perempuan hamil, informasi kode produksi termasuk nama dan alamat produsen, serta pernyataan tidak ada batas aman dan mengandung lebih 7.000 zat kimia berbahaya serta lebih dari 69 zat.

"Sebenarnya kalau mau ditaruh semua di packaging akan jadi terlalu ramai lah dalam satu kemasan itu. Prinsipnya ikuti aja apa yang udah diatur PP 109, penjualan di bawah umur dan sebagainya," ujar Benny.

Juga dilarang mencantumkan:

- keterangan atau tanda apa pun yang menyesatkan atau kata-kata bersifat promotif
- kata 'light', 'ultra light', 'mild', 'extra mild', 'low tar', 'slim', 'special', 'full flavour', 'premium', dan kata lain yang mengindikasikan kualitas, superioritas, rasa aman, pencitraan, kepribadian, atau pun kata-kata dengan arti sama.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos Promotor Musik Tolak Larangan Sponsorship RPP Kesehatan

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular