Bocoran Bos Pengusaha Jakarta UMP 2024 Pasti Naik, Berapa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Ketua Dewan Pimpinan Provinsi Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) DKI Jakarta Nurjaman memastikan upah minimum tahun 2024 akan naik. Namun, dia mengaku belum bisa menyebut berapa besaran kenaikannya karena masih belum ada rumusan kenaikan upah yang dirilis oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
"Kalau naik sudah pasti naik, cuma yang belum diketahui itu besarannya, karena rumusan itu belum keluar berapa sih tingkat inflasi dan produktivitasnya," kata Nurjaman kepada CNBC Indonesia, Jumat (13/10/2023).
Dia mengaku tidak berani menerka-nerka perkiraan kenaikan upah minimum tahun 2024.
"Belum kelihatan, soalnya rumusannya pun belum ketahuan, aturan regulasinya belum keluar. Kita belum bisa menebak-nebak, takutnya jadi salah nanti," lanjutnya.
Namun, pihaknya berharap agar kenaikan upah minimum tahun 2024 dirumuskan dengan mempertimbangkan keterjangkauan pengusaha dalam membayarkannya.
"Tapi harapannya pengusaha itu tetap yang bisa dijangkau dan bisa dibayarkan, ada kemampuan untuk membayar gitu," harapnya.
Sementara, merespons permintaan dari serikat buruh kenaikan upah minimum hingga 15%. Nurjaman membebaskan para serikat buruh untuk bersuara demikian, namun dia tetap mempertanyakan dasar dari permintaan tersebut.
"Ya semua boleh-boleh saja sih, namanya keinginan, nggak dilarang. Cuman yang mesti dibaca apa sih yang menjadi sumber dasarnya sampai mesti 15%, ada dasarnya nggak? Ada sumbernya nggak yang bisa menyatakan bahwa itu harus 15%. Harus ada sumbernya, kalau hanya akal-akalan nyebut juga kita bisa nyebut," tutur Nurjaman.
"Semestinya menyebut itu harus tau sumber, tau dasar. Jangan asal nyebut saja, kalau asal nyebut nanti nggak laku di pasar. Mestinya nyebutnya ini yang mampu dibayarkan oleh perusahaan dan siap diterima oleh pekerja, sekarang minta gede-gede juga kalau perusahaannya nggak mau atau nggak mampu bayar gimana?," ujarnya.
"Permintaan kenaikan upah itu juga harus dipertimbangkan sustainable si perusahaan, karena percuma kalau naiknya tinggi tapi perusahaannya tutup atau nggak bisa bayar mau apa? Karena perusahaan yang satu dengan yang lainnya berbeda kemampuan. Itu mesti menjadi pertimbangan, jangan asal sebut," pungkas Nurjaman.
(dce)