
Hati-hati, Impor Beras Salah Jurus Bisa Bikin Petani 'Malas'

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memutuskan menambah kuota impor beras tahun ini sebanyak 1,5 juta ton. Alasan pemerintah adalah untuk mengisi stok atau cadangan beras pemerintah (CBP) di gudang Perum Bulog.
Apalagi di tengah tekanan efek domino El Nino yang bisa memangkas produksi beras tahun ini. Di saat bersamaan, pemerintah tengah melakukan sejumlah intervensi untuk menahan laju kenaikan harga beras yang terus pecah rekor.
Mulai dari menggelontorkan bantuan pangan berupa beras 10 kg kepada 21,353 juta keluarga penerima manfaat (KPM), hingga menyalurkan beras lewat operasi pasar/ Stabilisasi harga dan pasokan pangan (SPHP) ke Pasar Induk Beras Cipinang (PBIC) hingga ke tingkat eceran di pasar tradisional dan ritel modern.
Lalu, tepatkah penambahan impor beras tersebut?
Ketua Umum Asosiasi Benih & Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa menilai, keputusan pemerintah menambah impor beras tahun ini adalah langkah yang tidak tepat.
Menurutnya, angka itu terlalu besar jika impor hanya untuk mengisi stok pemerintah. Yang kemudian dikhawatirkan akan menekan harga gabah di petani. Efeknya dikhawatirkan mengurangi minat petani untuk bertanam dan menaikkan produksi padi di dalam negeri.
Di sisi lain, Andreas mengakui, tahun ini ada potensi penurunan produksi beras. Sebagai akibat kekeringan ekstrem yang dipicu fenomena El Nino.
Hanya saja, penurunan produksi itu diyakini akan tergantikan di tahun depan. Karena gairah petani menanam sedang meningkat akibat harga gabah yang baik saat ini.
"Menurut saya tidak tepat. Karena kalau mau impor harus berdasarkan produksi juga. Tahun ini menurut perkiraan saya produksi akan turun sekitar 5% atau setara 1,5 juta ton beras. Sementara impor yang sudah masuk sudah sekitar 1,7 juta ton, dan ditambah yang sedang dalam perjalanan total akan ada 2,3 juta ton. Dari situ saja sudah terlalu berlebih," tuturnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (10/10/2023).
"Sekarang mau impor lagi 1,5 juta ton. Ini akan berisiko untuk panen tahun depan. Sekarang petani sedang menikmati harga yang baik, gabah kering panen (GKP) di petani sekitar Rp7.500-an per kg. Kalau impor 1,5 juta ton, ini akan menganjlokkan harga di petani," jelas Dwi Andreas.
Dia mengakui pemerintah tengah berupaya menahan laju kenaikan harga beras. Hanya saja, dia mengingatkan, harga gabah yang anjlok bisa berdampak pada penurunan minat menanam petani.
Apalagi, lanjut Dwi Andreas, sebentar lagi akan memasuki musim tanam. Dengan harga saat ini, katanya, petani bersemangat menanam dan berusaha terus menaikkan produksi.
"Kenaikan harga beras saat ini kan juga disebabkan faktor psikologis. Pemerintah menyatakan khawatir karena negara-negara eksportir menutup keran ekspor, lalu di media membahas kenaikan harga beras terus," katanya.
"Itu lah mengapa saya tak setuju impor ditambah 1,5 juta ton. Apalagi kalau masuknya tahun depan. Harus diperkirakan jangan sampai harga di petani anjlok. Harga gabah di petani harus dijaga," ujar Dwi Andreas.
Namun dia kemudian 'melunak' dan mengatakan, jika pemerintah memang terpaksa harus menambah impor beras, harus dengan perhitungan.
"Kalau mau memutuskan harus impor, maksimal 500 ribu ton saja, masuk tahun ini. Itu sudah cukup. Nanti yang 1 juta tonnya diputuskan setelah produksi tahun 2025 bisa diperkirakan. Biasanya ketahuan pas bulan Agustus. Jadi tidak menghancurkan harga gabah petani," tukasnya.
Hitung Cermat
Secara terpisah, Pengamat Pertanian Khudori mengatakan, hal senada.
"Idealnya, penyerapan gabah/beras dilakukan dari produksi dalam negeri. Tapi sejak awal tahun Bulog kesulitan melakukan penyerapan. Karena harga di pasar jauh meninggalkan HPP. Dalam kondisi demikian, salah satu peluang yang bisa dimanfaatkan ya impor," katanya.
"Saya sebenarnya tidak setuju impor. Akan tetapi, dalam situasi seperti ini negara tidak boleh berjudi dengan ketidakpastian. Negara harus memastikan punya stok beras memadai," ujar Khudori.
Hanya saja, tukas dia, tambahan impor beras sebanyak 1,5 juta ton terlalu besar.
"Dalam hal impor, selain volume atau jumlah harus dihitung cermat, waktu kedatangannya juga mesti dipastikan tidak meleset. Agar tidak menimbulkan mudarat," katanya.
"Jangan sampai berlebih. Nanti bisa menimbulkan masalah di tahun depan," ujar Khudori.
Sementara itu, Kepala Divisi Perencanaan Operasional dan Pelayanan Publik Bulog Epi Sulandari dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Tahun 2023, Senin (9/10/2023) memaparkan, realisasi impor hingga 29 September 2023 sudah mencapai 1,638 juta ton. Sebagai bagian dari total kuota 2 juta ton impor yang ditugaskan
Di mana, sebanyak 1.132.696 ton telah realisasi bongkar di dalam negeri, sebanyak 34.350 ton sedang bongkar, dan 471.826 ton sedang dalam perjalanan menuju Indonesia.
Sementara, realisasi pengadaan beras dalam negeri oleh Bulog per 2 Oktober 2023 adalah sebanyak 859.378 ton.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan 2 Juta Ton, Impor Beras Bulog Tahun Ini 2,4 Jutaan Ton
