
Anak Buah Luhut Ungkap Potensi Dagang Karbon Lebih Rp3.000 T

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) memperkirakan potensi dari mekanisme perdagangan karbon di Indonesia sendiri bisa mencapai lebih dari Rp 3.000 triliun.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto menilai tambahan pendapatan dari jual beli kredit karbon bisa lebih dari Rp 3000 triliun. Pasalnya, Indonesia memiliki hutan dan lahan gambut yang cukup besar sebagai penyerap karbon.
"Saya kira bahkan kalau mungkin kita hitung dan dioptimalkan dengan baik potensi yang kita miliki bisa lebih. Karena yang perlu kita ketahui Indonesia kan salah satu negara dengan tropical forest yang paling besar area gambut yang besar dan mangrove juga besar," kata Seto dalam Program Closing Bell CNBC Indonesia, Selasa (26/09/2023).
Bahkan menurut Seto, potensi tambahan pendapatan dari kegiatan jual beli kredit karbon di Indonesia nilainya bisa cukup fantastis. Apalagi hal itu belum termasuk dengan potensi penerapan dari Carbon Capture Storage (CCS).
Adapun Indonesia sendiri memiliki potensi penyimpanan karbon hingga 400 Giga Ton CO2. Hal ini tentunya menjadi peluang bisnis baru yang dapat dimanfaatkan.
"Kita belum menghitung dari beberapa aspek misalnya dari sisi carbon capture, ini yang sangat penting jadi kita sudah lakukan kajian dengan Exxon, Chevron dan Pertamina terkait potensi CCS yang dilakukan di Indonesia," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan potensi pasar bursa karbon Indonesia yang baru saja diluncurkan hari ini bisa mencapai Rp 3.000 triliun.
"Menurut catatan saya ada kurang lebih 1 gigaton CO2 kredit karbon yang bisa ditangkap, dan jika dikalkulasi potensi bursa karbon kita bisa mencapai potensinya Rp 3.000 triliun bahkan bisa lebih," ujar Jokowi dalam acara peluncuran bursa karbon Indonesia, di BEI, Selasa (26/09/2023).
Menurutnya, ini merupakan sebuah angka yang sangat besar, dan akan menjadi menjadi kesempatan ekonomi baru yang berkelanjutan sejalan arah dunia yang menuju ekonomi hijau.
"Karena ancaman perubahan iklim sangat bisa kita rasakan dan sudah kita bisa rasakan kita tidak bisa main main ini. Naik suhu bumi, kekeringan, polusi sehingga dibutuhkan langkah kongkrit, dan bursa karbon bisa menjadi langkah konkrit untuk Indonesia mencapai target NDC," lanjut Jokowi.
Dirinya juga meminta standar karbon internasional sebagai rujukan manfaatkan teknologi untuk transaksi. Kedua harus ada target timeline baik pasar dalam maupun luar negeri segera masuk ke sana.
Ketiga, atur dan fasilitasi pasar karbon sukarela sesuai praktek di komunitas internasional, serta memastikan standar internasional itu tidak mengganggu target NDC Indonesia.
"Saya optimis Indonesia bisa jadi poros karbon dunia asal langkah konkrit di garap konsisten seluruh pemangku kepentingan," tutup Jokowi.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Karbon Jalan September, RI Harus Belajar dari Swedia
