Kronologi RI Kalah di WTO dan Reaksi Jokowi

pgr, CNBC Indonesia
Selasa, 29/08/2023 13:55 WIB
Foto: Seorang pria berjalan melewati tanda Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). (Photo by FABRICE COFFRINI/AFP via Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia telah dinyatakan kalah atas gugatan Uni Eropa (UE) di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) pada Oktober 2022. Gugatan itu terkait larangan ekspor bijih nikel ke luar negeri yang ditetapkan sejak 2019 dan resmi berlaku pada 1 Januari 2020.

Sebagai kronologinya, Indonesia sendiri resmi dinyatakan kalah dalam sengketa Dispute Settlement Body DS 592, dalam final panel report yang dikeluarkan pada tanggal 17 Oktober 2022.

Lalu kenapa Indonesia dinyatakan kalah? Usut punya usut, dalam catatan Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI, ternyata Indonesia dinyatakan kalah lantaran industri hilir di Indonesia dianggap belum matang.


WTO menilai suatu negara yang melarang ekspor secara total suatu komoditas, maka industri di negara yang ditopang oleh komoditas tersebut harus benar-benar berkembang terlebih dahulu. Sementara industri hilir nikel yakni besi di Indonesia dinilai masih belum berkembang.

"Jadi misalnya ada krisis suatu komoditas kemudian industri domestik negara tersebut sudah matang, kalau misal dilakukan larangan ekspor itu diberikan dinyatakan sah dengan WTO. Ini dikatakan oleh WTO bahwa industri besi kita, besi kita itu by product dari nikel itu adalah besi, besi itu di Indonesia belum berkembang, jadi belum matang," papar Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional, Bara Krishna Hasibuan dalam Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Kamis (16/2/2023).

Lakukan Banding Gugatan ke WTO

Atas kekalahan pada bulan Oktober 2022 itu, pemerintah telah mengajukan banding pada Desember 2022 lalu dan mempersiapkan argumentasinya sendiri, yakni bahwa saat ini Indonesia memang sedang dalam tahap menggenjot industri hilirisasi di dalam negeri, terutama hilirisasi mineral mentah seperti nikel.

"Nikel sudah growing kita sudah ada puluhan smelter yang mengolah nikel tersebut, itu argumentasi kita jadi kita akan di situ dan nanti di tahun 2024 atau 2025 ketika sidang banding mulai kita sudah banyak smelter dan industri kita lebih matang," katanya.

Bara mengatakan pengajuan banding RI terkait nikel kemungkinan baru bisa berjalan pada tahun 2024 mendatang. Ini terjadi lantaran adanya blokade pemilihan Badan Banding oleh salah satu Anggota WTO yakni Amerika Serikat (AS).

AS menilai perlu adanya reformasi besar-besaran yang harus dilakukan di WTO. Dengan demikian, selama reformasi di WTO belum dilakukan, maka Amerika tidak akan memberikan persetujuan terhadap pembentukan panel banding.

"Kita sudah berkonsultasi dengan pengacara kita yang berbasis di Jenewa dan diperkirakan itu kemungkinan secara realistis panel itu baru terbentuk tahun 2024," katanya.

Banding gugatan masih harus menunggu antrian untuk berproses di Badan Banding WTO, sehingga proses banding memang membutuhkan waktu yang cukup lama.

"Jadi begitu panel terbentuk ada juga ada antrian ya kasus kasus yang harus di disidangkan di panel tersebut. Nah kita tuh masih masih nomor 23-24. Jadi selama belum ada keputusan dari panel tersebut kita bisa terus meneruskan kebijakan kita ini soal pengembangan industri hilirisasi ini," katanya.

Reaksi Jokowi

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengungkapkan reaksi Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) ketika mengetahui bahwa Indonesia kalah dalam gugatan Uni Eropa di WTO.

"Apa kata pak Presiden? hati-hati memang kalau orang kampung jadi Presiden leadership-nya kuat. Apa kata presiden? Mas Bahlil negara ini sudah merdeka, negara ini ada pemerintahannya ada rakyatnya dilindungi oleh Undang-undang. Gak boleh menyerah kepada negara manapun yang mau menekan kita lawan itu Uni Eropa di WTO," terang Menteri Bahlil dalam Kuliah Umum Menteri Investasi/Kepala BKPM di Universitas Sebelas Maret (UNS), dikutip Kamis (24/8/2023).

Bahlil mengatakan, bahwa alasan Uni Eropa menggugat Indonesia di WTO karena saat ini dunia bergerak menuju energi hijau dan industri ramah lingkungan. Di mana, bahan-bahan untuk mendukung hal-hal tersebut membutuhkan nikel.

Nikel sebagaimana diketahui untuk kebutuhan bahan baku baterai kendaraan listrik. "Baterai ini bahan bakunya ada empat; nikel, kobalt, mangan, dan lithium," ujarnya Bahlil.

Indonesia punya tiga dari empat bahan baku baterai listrik tersebut, yakni nikel, kobalt, dan mangan. Bahlil mengatakan hanya lithium yang tidak dimiliki Indonesia.

Oleh karena itu, ia menyebut negara lain, termasuk Uni Eropa tak sudi industri tanah air berkembang. Inilah yang berujung penjegalan di WTO. "Inilah politik luar negeri dunia agar memaksa kita untuk industri kita tidak berkembang di Indonesia," bongkar Bahlil.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: UE Tingkatkan Batas Maksimal Impor Listrik dari Ukraina