Duh! Sudah Jatuh Tertimpa Tangga, Keramik RI Dihantam Krisis

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
16 August 2023 17:00
Keramik Impor (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Keramik Impor (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana pemerintah dalam menaikkan harga gas industri menjadi perbincangan yang hangat di kalangan bos-bos pabrikan. Banyak pelaku usaha di sektor industri manufaktur yang menolak rencana kebijakan tersebut karena bakal menurunkan daya saing.

Salah satunya adalah industri keramik yang tengah mendapat gempuran keramik impor dari China.

"Rencana PGN yang akan kembali menaikkan harga jual gas mulai 1 Oktober 2023 bertolak belakang dengan semangat dari Perpres No 121 Tahun 2020 yang bertujuan meningkatkan daya Saing Industri guna ikut mendukung pertumbuhan ekonomi nasional," ungkap Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto, Rabu (16/8/2023).

Ketika tengah berupaya menghadapi keramik impor, industri dalam negeri justru menghadapi beberapa kendala yakni sejak tahun 2022 belum menerima penuh manfaat kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sebesar US$ 6/mmbtu untuk Industri Keramik yg berada di Jatim dimana dikenai alokasi gas industri tertentu (AGIT) 65% sampai dengan sekarang, dan untuk pemakaian tersebut dikenai harga Gas Normal US$7,98/mmbtu.

Sedangkan industri keramik yg berada di Jawa Barat mulai pertengahan tahun 2022 dikenai AGIT 85%-90% dan di atas itu dikenai US$ 9,12/mmbtu, bahkan per 1 Oktober 2023 nanti pemakaian di atas AGIT di Jabar akan dikenai harga gas US$11,9/mmbtu. Alhasil, industri pun semakin terhimpit.

"Kebijakan AGIT ini tentunya bertolak belakang dengan semangat Pemerintah untuk mendorong peningkatan daya saing Industri, khususnya industri keramik yang saat ini sedang gencar dikuasai produk import dari Tiongkok. Industri keramik siap menyerap gas lebih besar, namun jika dikenai AGIT dan mahalnya harga gas untuk pemakaian gas diatas AGIT, tentu akan meningkatkan biaya produksi yang pada akhirnya kalah bersaing terhadap produk import maupun untuk penjualan keluar negeri," tuturnya.

Ilustrasi Keramik (Foto oleh Olga Lioncat via PexelFoto: Ilustrasi Keramik (Foto oleh Olga Lioncat via Pexel
Ilustrasi Keramik (Foto oleh Olga Lioncat via Pexel

Adapun Edy menilai kebijakan AGIT yang berlaku saat ini juga dirasakan kurang adil karena besaran persentase AGIT tidak diinfokan di awal sebelum pemakaian gas bulan berjalan, melainkan diinfokan besarannya setelah terjadi pemakaian. Parahnya banyak pabrikan yang telah menyelesaikan ekspansi kapasitas masih belum mendapatkan stok HGBT terbaru senilai US$6,5/mmbtu dan telah menunggu cukup lama sejak tahun 2021.

"Kendala ini membuat keraguan sekaligus ancaman bagi sebagian pabrikan yang saat ini sedang melakukan ekspansi kapasitas yang mana diharapkan selesai di akhir tahun 2024. Padahal multiplier effect dari HGBT sesungguhnya sudah dibuktikan oleh peningkatan kinerja utilisasi produksi keramik nasional dan ekspansi Kapasitas Produksi sebesar 75jt m2 dengan total nilai investasi Rp 5,5 triliun," ujar Edy.

Ia mengklaim penyerapan HGBT yang belum optimal untuk industri keramik lebih disebabkan oleh faktor eksternal yaitu lambatnya tambahan alokasi gas baru dan gangguan kelancaran pasokan gas.

"Kenaikan HGBT US$6/mmbtu menjadi US$6,5/mmbtu yang dimulai per Juni 2023 harus disertai dengan Kelancaran supply gas serta Pemenuhan 100% volume alokasi gas seperti yang tercantum di dalam KepmenESDM No 91 tahun 2023 karena secara langsung memberikan dampak negatif terhadap daya saing industri," sebutnya.

Kuatnya daya saing dalam menghadapi gempuran keramik impor juga menjadi perhatian pemerintah. Saat ini Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) sudah memulai penyelidikan antidumping terhadap impor produk ubin keramik dari Tiongkok. Pasalnya, indikasi dumping itu makin terlihat jelas.

Muncul pengalihan ekspor dari China yang sebelumnya ke Amerika Serikat, Eropa hingga Timur Tengah ke RI karena negara-negara tersebut sudah menerapkan antidumping terhadap produk China.

"Setelah meneliti dan menganalisis berkas permohonan tersebut, KADI menemukan bahwa terdapat indikasi impor produk ubin keramik yang diduga dumping, kerugian material bagi pemohon, serta hubungan kausal antara kerugian pemohon dan impor produk ubin keramik dumping yang berasal dari negara yang dituduh," ucap Ketua KADI Donna Gultom.


(fys/wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Terkuak! Keramik Impor China Serbu RI Pakai Modus Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular