
Mesin Uang Raja Salman Loyo, Laba BUMN Arab Ini Ambles 38%

Jakarta, CNBC Indonesia - Raksasa energi Arab Saudi, Saudi Aramco, melaporkan laba bersih sebesar US$ 30,07 miliar (Rp 456 triliun) pada kuartal kedua 2023, Senin (7/8/2023). Namun, ini merupakan penurunan hampir 40% dari periode yang sama tahun lalu.
Dalam pengajuan ke bursa saham Arab Saudi, Tadawul, perusahaan mengatakan penurunan disebabkan oleh harga minyak mentah yang lebih rendah dan turunnya margin penyulingan dan bahan kimia. Aramco mengatakan akan membayar dividen dasar sebesar US$ 19,51 miliar (Rp 296 triliun) untuk kuartal kedua.
Angka pendapatan bersih adalah penurunan 38% dari pendapatan kuartal kedua tahun sebelumnya, yang telah mencapai pendapatan bersih sebesar US$ 48,4 miliar (Rp 735 triliun). Pada saat itu, hasil kuartal kedua 2022 naik 90% pada tahun tersebut, didukung oleh lonjakan harga energi yang dipicu oleh perang Rusia di Ukraina.
Meski begitu, laba kuartal kedua datang sedikit di atas ekspektasi analis dalam jajak pendapat yang disediakan Aramco yang meramalkan profit akan berada di sekitar US$ 29,8 miliar.
"Ini masih posisi keuangan yang kuat. Ya, ini tidak mencengangkan seperti hasil yang kami lihat tahun lalu, tetapi ini sejalan dengan tren industri secara keseluruhan," kata Carole Nakhle dari Crystol Energy kepada CNBC Internatonal.
Penurunan profit baru-baru ini sejalan dengan tren industri. Raksasa minyak Inggris BP melaporkan penurunan laba kuartal kedua hampir 70% secara tahunan. ExxonMobil, Shell dan TotalEnergies juga melaporkan penurunan tajam dalam pendapatan karena harga minyak yang lebih lemah menyaring sektor ini.
"Di Aramco, Anda juga harus memperhitungkan penurunan produksi," kata Nakhle.
Arab Saudi mulai memberlakukan pengurangan produksi 1 juta barel per hari pada Juli. Riyadh telah menyebut pemotongan ini dapat diperpanjang dan diperdalam setelah September.
"Pemotongan yang diumumkan itu membantu OPEC+ dalam mencapai mantra yang telah lama dipromosikan untuk mencapai stabilitas pasar," tambah Nakhle, seraya menyatakan Riyadh ingin harga minyak kembali ke US$ 80 per barrel.
Harga minyak diperkirakan akan meningkat melalui kuartal ketiga dan keempat. Goldman Sachs memperkirakan harga Brent akan mencapai US$ 86 per barel pada bulan Desember dan US$ 93 per barel pada tahun depan, karena permintaan yang kuat dan defisit pasokan OPEC+ memperketat pasar.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Laba Aramco Pecah Rekor! Bisa Biayai Pembangunan RI Setahun