Sri Mulyani, BI, LPS & OJK Ungkap Ekonomi RI Terkini

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
Rabu, 02/08/2023 09:10 WIB

Jakarta, CNBC Indonesia - Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) memastikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik didukung permintaan domestik.

Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menjadi ketua KSSK menyampaikan perekonomian Indonesia sepanjang kuartal II-2023 diprakirakan masih tumbuh kuat.

"Hal ditopang oleh peningkatan konsumsi rumah tangga dan tren ekspansif aktivitas manufaktur sebagaimana ditunjukkan oleh PMI Manufaktur yang meningkat ke level 53,3 pada Juli 2023, lebih tinggi dibandingkan Juni 2023 sebesar 52,5," kata Sri Mulyani, dalam konferensi pers KSSK, Rabu (2/8/2023).


Selain itu, konsumsi rumah tangga meningkat didorong oleh terus naiknya mobilitas, membaiknya ekspektasi pendapatan, dan terkendalinya inflasi, serta dampak positif dari Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan pemberian gaji ke-13 kepada Aparatur Sipil Negara.

Perkembangan tersebut, lanjut Sri Mulyani, juga disertai Indeks Keyakinan Konsumen dan Indeks Penjualan Ritel yang masih terus bertumbuh. Meskipun investasi bangunan masih relatif tertahan, namun investasi nonbangunan masih terindikasi ekspansif.

"Hal ini sejalan dengan kinerja ekspor yang positif dan berlanjutnya hilirisasi. Berdasarkan lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi terutama ditopang Industri Pengolahan, Perdagangan Besar dan Eceran, serta Informasi dan Komunikasi,"

Sementara secara spasial, pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh pertumbuhan wilayah Kalimantan dan Jawa yang masih kuat sejalan dengan terjaganya permintaan domestik.

"Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2023 diprakirakan dapat mencapai kisaran 5,0-5,3%," tegas Sri Mulyani.

Tren Inflasi RI

Adapun, KSSK menilai inflasi kembali ke dalam sasaran lebih cepat dari prakiraan. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) turun dari 4,97% yoy pada kuartal I-2023 menjadi 3,52% yoy pada kuartal II-2023, kembali berada dalam sasaran 3,0±1%.

Inflasi inti terus melambat menjadi 2,58% yoy, dipengaruhi oleh stabilnya nilai tukar, turunnya harga komoditas global, rendahnya dampak lanjutan dari inflasi volatile food, dan terkendalinya ekspektasi inflasi.

Selain itu, inflasi kelompok administered prices menurun menjadi 9,21% yoy seiring dengan pengelolaan harga energi domestik yang baik. Tren moderasi inflasi tersebut berlanjut memasuki bulan Juli 2023 dengan inflasi IHK yang turun ke level 3,08% yoy, inflasi inti yang turun ke level 2,43% yoy, dan inflasi administered prices turun ke level 8,42% yoy.

Berbagai kebijakan, menurut Sri Mulyani, di antaranya intervensi harga dan stabilitasi pasokan, dukungan Pemerintah dalam bentuk bantuan pangan, upaya fasilitasi dan pengawasan distribusi, serta penguatan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah mampu mendorong tingkat inflasi volatile food mengalami deflasi 0,03% yoy.

Kembalinya pergerakan inflasi ke dalam sasaran sebagai hasil positif dari konsistensi bauran kebijakan fiskal sebagai shock absorber dan kebijakan moneter, serta eratnya sinergi pengendalian inflasi pangan antara BI dan Pemerintah (Pusat dan Daerah) dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID).

"Dengan perkembangan tersebut, inflasi diprakirakan dapat tetap terkendali dalam kisaran 3,0±1% pada sisa tahun 2023 dan 2,5±1% pada 2024," ujar Sri Mulyani.

Rupiah & Global

Sementara itu, Sri Mulyani menuturkan nilai tukar Rupiah terkendali sehingga mendukung stabilitas perekonomian. Nilai tukar Rupiah sampai dengan 28 Juli 2023 secara year to date tercatat menguat 3,13% ptp dari level akhir Desember 2022, lebih kuat dibandingkan dengan apresiasi Peso Filipina (1,55%), Rupee India (0,57%), dan Baht Thailand (0,28%).

Ke depan, KSSK memastikan dengan akan meredanya ketidakpastian pasar keuangan global, nilai tukar Rupiah diprakirakan akan menguat ditopang oleh indikator fundamental ekonomi yang kuat, imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik, dan dampak positif dari implementasi PP 36/2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (PP DHE SDA).

Selain itu, persepsi investor terhadap prospek perekonomian Indonesia juga menguat, tecermin pada peningkatan outlook sovereign credit rating Indonesia oleh lembaga pemeringkat R&I, dari stabil menjadi positif, dengan level rating tetap terjaga pada BBB+ (2 notch di atas level terendah investment grade).

Di tengah tren pelambatan ekonomi global serta dinamika geopolitik yang masih diselimuti ketidakpastian, Sri Mulyani mengungkapkan APBN 2023 tetap berupaya keras dalam mendukung berbagai upaya pemulihan ekonomi dan pelaksanaan agenda prioritas nasional.

Pemerintah akan tetap mengoptimalkan peran APBN sebagai shock absorber untuk melindungi kesejahteraan rakyat Indonesia. Peran APBN untuk memperkuat fundamental ekonomi dan mendukung serta mendorong transformasi perekonomian juga terus diperkuat dan diefektifkan.

"Sampai dengan akhir tahun 2023, Pemerintah akan melanjutkan dan menyelesaikan berbagai kegiatan pembangunan yang telah direncanakan seperti belanja infrastruktur, pemilu, dan belanja bansos," ujarnya.

Adapun, penyaluran subsidi energi juga akan tetap dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat. Dengan demikian, dia menuturkan pengelolaan APBN akan terus responsif dan adaptif dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian. Dalam rangka mendorong devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) guna mendukung likuiditas valas domestik, Pemerintah memberikan fasilitas insentif fiskal untuk meningkatkan minat investasi DHE SDA di dalam negeri.

Gubernur BI Perry Warjiyo menuturkan BI terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Kebijakan moneter akan tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas (pro-stability), sedangkan kebijakan makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta program ekonomi-keuangan inklusif dan hijau terus diarahkan untuk mendorong pertumbuhan (pro-growth)," katanya.

Sejalan dengan arah bauran kebijakan tersebut, BI mempertahankan BI7DRR pada level 5,75% sepanjang triwulan II 2023 dan pada Juli 2023. Keputusan ini konsisten dengan stance kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran 3,0±1% pada sisa tahun 2023 dan 2,5±1% pada 2024.

Kebijakan suku bunga BI7DRR yang dipertahankan tetap tersebut didukung oleh penguatan kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor dan memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global, melalui intervensi di pasar valas dengan transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian/penjualan SBN di pasar sekunder; twist operation melalui penjualan SBN di pasar sekunder untuk tenor pendek guna meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN bagi masuknya investor portofolio asing; dan optimalisasi Term Deposit (TD) Valas DHE serta penambahan frekuensi dan tenor lelang TD Valas jangka pendek dengan suku bunga kompetitif.

Selain itu, Perry mengungkapkan BI juga memperkuat stimulus kebijakan makroprudensial untuk mendorong penyaluran kredit/pembiayaan dan tetap mempertahankan terjaganya SSK.

BI melanjutkan kebijakan makroprudensial longgar, antara lain:

- Mempertahankan rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0%; Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94%; serta rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 6% dengan fleksibilitas repo sebesar 6%, dan rasio PLM Syariah sebesar 4,5% dengan fleksibilitas repo sebesar 4,5%;

- Melanjutkan rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) Kredit/Pembiayaan Properti paling tinggi 100% untuk semua jenis properti kepada bank yang memenuhi kriteria NPL/NPF; dan

- Melanjutkan Uang Muka Kredit/Pembiayaan Kendaraan Bermotor menjadi paling sedikit 0% untuk semua jenis kendaraan bermotor baru tertentu.

Untuk mendorong momentum pemulihan ekonomi, BI memperkuat kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) untuk meningkatkan kredit/pembiayaan dengan fokus pada sektor-sektor yang memiliki daya ungkit lebih tinggi bagi pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, khususnya pada sektor hilirisasi minerba dan nonminerba (pertanian, peternakan, dan perikanan), perumahan (termasuk perumahan rakyat), pariwisata, serta pembiayaan inklusif (UMKM, KUR dan Ultra Mikro/UMi) dan hijau.

Besaran insentif likuiditas makroprudensial juga ditingkatkan dari sebelumnya paling tinggi 280 bps menjadi paling tinggi 400 bps:

- Insentif untuk penyaluran kredit/pembiayaan kepada sektor tertentu yang ditetapkan oleh BI, paling besar 2%, meningkat dari sebelumnya 1,5%;

- Insentif kepada bank penyalur kredit/pembiayaan inklusif ditingkatkan dari sebelumnya 1% menjadi 1,5%, dengan rincian 1% untuk penyaluran kredit UMKM/KUR dan 0,5% untuk penyaluran kredit UMi; serta

- Insentif terhadap penyaluran kredit/pembiayaan hijau paling besar 0,5%, meningkat dari sebelumnya 0,3%.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: 8 Jurus Sri Mulyani Tembuskan 8%!

Pages