
Mobil Listrik Belum Bisa Kalahkan Mobil Bensin, Ini Sebabnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Hingga tahun 2030, mobil listrik diprediksi belum akan menguasai pasar mobil di dalam negeri. Meski, pemerintah tengah getol memberikan insentif untuk segmen ini. Saat ini, Indonesia sendiri sudah memproduksi 2 mobil listrik, yaitu Ioniq 5 oleh Hyundai dan Wuliong Air ev oleh Wuling.
Bahkan, sebelumnya Menko Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan sempat menyatakan bakal mempersulit pembelian kendaraan roda empat atau mobil jenis combustion atau berbahan bakar minyak (BBM).
"Sampai 2030 tampaknya EV (electric vehicle/ mobil listrik) belum akan menggerus pasar mobil bensin. Yang dengan cepat menggerus untuk beberapa tahun ke depan baru sepeda motor listrik saja," kata Pengamat Otomotif Yannes Martinus Pasaribu kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (24/7/2023).
Meski, dia menambahkan, saat ini ada kesadaran dan tren global yang meningkat terhadap isu lingkungan dan perubahan iklim. Muncul kecenderungan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, termasuk bahan bakar bensin.
"Kini banyak negara dan pemerintah sedang berupaya mendorong mobilitas berkelanjutan dan mengurangi emisi karbon dengan mempromosikan kendaraan listrik dan energi baru terbarukan," katanya.
"Tapi, perang Ukraina membuat sebagian dari mereka terpaksa beralih kembali ke batubara karena kelangkaan pasokan energi dari Rusia," tambah Yannes.
Karena itu, dia menambahkan, pasar mobil bensin di Indonesia tidak akan menghilang secara instan.
"Penggantian total akan membutuhkan waktu yang cukup lama, mengingat infrastruktur pengisian kendaraan listrik yang masih terbatas, harga EV yang masih terlalu mahal, dukungan insentif untuk peningkatan daya pada home charging yang belum signifikan dan hambatan lainnya," ungkap Yannes.
Di sisi lain, dia mengakui, sejumlah negara juga tengah mendorong penggunaan mobil listrik. Dan seperti Indonesia, negara-negara tersebut juga aktif memberikan insentif untuk mobil listrik.
Hal ini, ujarnya bisa tergambar dari data ekspor mobil Indonesia bulan Juni 2023. Di mana, Gaikindo mencatat penurunan ekspor mobil CKD (completely knocked down/ mobil tanpa dirakit namun dengan komponen lengkap). Sementara, ekspor mobil CBU (completely built up/ terangkai utuh).
Ekspor CKD bulan Juni 2023 anjlok jadi 1.848 unit dari Mei yang mencapai 5.788 unit. Sedangkan ekspor CBU naik jadi 42.214 unit dari Mei 2023 yang tercatat 38.986 unit. Dan di Juni 2022, ekspor CKD bahkan mencapai 11.122 unit.
"Penurunan ekspor CKD ada kemungkinan karena negara-negara tujuan ekspor mengimplementasikan kebijakan yang mengurangi preferensi atau insentif untuk CKD. Atau, bahkan memberikan insentif besar untuk EV, sehingga pelaku usaha di negara-negara tersebut mungkin lebih memilih untuk mengimpor saja CBU dari Indonesia sebagai alternatif yang lebih efisien dan praktis," kata Yannes.
Faktor berpengaruh lain, kata dia, akibat perubahan dalam rantai pasokan global atau keputusan strategis perusahaan principal yang ada di Indonesia. Sehingga, memengaruhi keputusan ekspor CKD. Bisa juga, akibat pergeseran strategi produksi di dalam negeri.
"Jika daya saing produsen mobil di Indonesia sudah lebih lebih meningkat, negara-negara pengimpor akan semakin sulit mendapatkan added value jika memutuskan merakit di negaranya dalam skala produksi yang kurang mencapai tingkat keekonomian. Ditambah dengan semakin banyaknya varian desain otomotif yang baru dari Indonesia," pungkas Yannes.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pabrikan Bongkar Efek Subsidi Mobil Listrik: China Gaet Tesla
