Menko PMK Bicara Stunting, Kemiskinan, Hingga Bansos Jokowi

Eqqi Syahputra & Teti Purwanti, CNBC Indonesia
Selasa, 11/07/2023 16:30 WIB
Foto: Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. (Tangkapan Layar CNBC indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengungkapkan bonus demografi yang dirasakan Indonesia dapat menjadi sebuah 'berkah' jika peningkatan sumber daya manusia  (SDM) dilakukan secara utuh. Menurutnya, Kemenko PMK memiliki berbagai upaya  strategis dalam human cycle development, mulai dari persiapan sebagai orang tua, sistem kesehatan, pendidikan, hingga mencapai usia produktif.

Dengan begitu angka stunting, pengangguran, hingga kemiskinan bisa berkurang melalui sebuah siklus utuh. Kepada CNBC Indonesia, Muhadjir mengungkapkan berbagai strategi dan upaya pemerintah memberantas kemiskinan, menurunkan stunting, pengangguran, hingga bantuan sosial.

Simak dialog selengkapnya:


Secara general tren kemiskinan tanah air, utamanya kemiskinan ekstrim per September 2022 ternyata mengalami peningkatan dibandingkan Maret 2022, bagaimana pandangannya?

Kemiskinan di Indonesia menurut saya upaya pemberantasannya sudah dalam trek benar. Posisi kita sekarang masih di bawah 2 digit walaupun memang masih tinggi yaitu 9% lebih, tetapi suatu hal yang menggembirakan karena di tengah dilanda wabah Covid-19 kita masih bisa memiliki kekuatan untuk mengendalikan kondisi kemiskinan kita.

Waktu itu kita secara pesimistis memperkirakan karena Covid-19 (angka kemiskinan) bisa melonjak ke 2 digit sekitar 15%, ternyata alhamdulillah tidak sampai. Memang sempat di 10% lebih sedikit, tapi itu tidak berlangsung lama. Sekarang kembali ke posisi 9% walaupun memang kita belum berada pada posisi sebagaimana tahun tahun sebelum Covid-19.

Pemerintah menargetkan kemiskinan ekstrim bisa ditekan hingga 0% di 2024. Sisa beberapa bulan lagi. Sejauh ini bagaimana proses dan langkah untuk penanganan kemiskinan ekstrim di tanah air?

Kemiskinan ekstrim kita waktu di awal menangani sekitar 4%, sekarang posisinya sekitar 1,4%. Ada sedikit penurunan setelah Covid-19 ini kita tangani, tetapi belum di bawah 1%. Untuk daerah-daerah tertentu memang sudah ada yang di bawah 1% bahkan mungkin lebih dari 50% saat ini.

Berdasarkan pengalaman saya di daerah-daerah di kabupaten/kota itu sudah banyak yang capaiannya tinggal 0,3%. Mudah-mudahan tren ini bagus untuk menangani tinggal 1,5 tahun ini, sekarang sedang kita upayakan dan fokus. Kita gerakkan seluruh pemerintah daerah, terutama kabupaten kota yang bertanggung jawab langsung terhadap urusan ini.

Karena sebenarnya urusan penanganan kemiskinan ekstrim ini adalah urusan konkuren, artinya tanggung jawabnya tidak mutlak di bawah pemerintah pusat. Bahkan pemerintah daerah yang sebetulnya punya tanggung jawab besar untuk masalah kemiskinan dan kemiskinan ekstrim.

Itulah yang kemarin kita lakukan, saya lakukan roadshow virtual seluruh Indonesia, seluruh kabupaten kota. Kita petakan satu-satu terutama daerah dengan kemiskinan ekstrim yang masih tinggi. Kita ingin tahu bagaimana penanganannya, sebabnya apa, sumber daya apa saja yang di sana bisa dimanfaatkan, kemudian dukungan apa yang dibutuhkan dari pemerintah pusat. Kita tangani sampai 18 kali pertemuan.

Apa penyebabnya masih terjadi kemiskinan ekstrem?

Pertama data. Jadi data kemiskinan kita masih belum bagus. Karena itu yang ketika mendapatkan perintah dari presiden, yang awal kita tangani adalah validasi data. Kita punya data khusus namanya P3KE (Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem), kemudian dipadukan atau triangulasi data yang di Kemensos yakni DTKS, data kependudukan di BKKBN.

Lalu cross check data di Kemendagri, yakni data Dukcapil, maka lahirlah sekarang yang namanya data P3KE. Sekarang ada 18 kementerian dan lembaga yang sama sama menggunakan data ini untuk menangani kemiskinan.

Selain data P3KE tadi, apa saja upaya yang dilakukan Kemenko PMK bersinergi dengan kementerian/lembaga tanah air untuk mengentaskan kemiskinan tanah air?

Kalau saya melihat sebagai menko bukan mengkoordinasikan menteri. Yang kita koordinasikan itu bidang tanggung jawab, karena itu namanya Menko PMK adalah menteri koordinator 'bidang' pembangunan manusia. Jadi bukan menterinya yang dikoordinir, tetapi yang dikoordinir fungsinya.

Dalam penanganan kemiskinan ini banyak sekali urusan-urusan yang harus dikoordinasikan dengan kementerian yang secara nomenklatur tidak berada dalam koordinasi saya, di bawah Menko yang lain. Misalnya, untuk penanganan berbasis lingkungan, penanganannya dari pertama dari sisi mengurangi beban pengeluaran dalam bentuk bantuan sosial (bansos).

Kemudian pengurangan dalam menaikkan penghasilan, bisa melalui program padat karya dan pemberian bantuan usaha seperti KUR atau PNM, Di samping itu kita pendekatan lingkungan, yaitu perangi kemiskinan dari sisi kantongnya, karena itu ada sanitasi, air bersih, air minum, dan rumah layak huni.

Ini yang punya program ini Kementerian PUPR, walaupun mereka tidak ada dalam koordinasi saya. Saya tetap harus intensif untuk memanfaatkan program yang ada di Kementerian PUPR, Perpres sudah diperintahkan presiden. Jadi sudah dipastikan saya bisa mengambil sebagian urusan Kementerian PUPR untuk ikut bersama-sama.

Selama ini begitu. Jadi dalam rapat koordinasi terutama dalam roadshow itu, saya tidak meminta pak menteri yang hadir, tetapi pejabat atau staf yang mengurus hal itu. Misalnya air minum, nanti kalau kita ketemu dengan bupati A, kita tahu berapa air minum yang akan dibangun di sana, dimana tempatnya, apakah cocok kaitannya dengan kantong kemiskinan. Kalau tidak hari itu juga kita minta dipindah, kita minta bupati memastikan dimana itu terjadi.

Kemudian juga bagaimana keterlibatan swasta terutama perusahaan. Saya berkontak dengan kementerian esdm, misalnya saya minta CSR perusahaan di sana untuk ikut menangani kemiskinan ekstrim di tempat itu.

Sudah ada ada kesepakatan saya dan Kemenko Perekonomian, perusahaan punya kewajiban radius 5 km ada rumah tangga miskin, dia harus membantu melalui CSR. Itu bisa langsung, saya tidak perlu dengan Menko Perekonomian, tetapi langsung dengan Menteri ESDM.

Terutama wilayah pertambangan, yang ternyata di sana juga banyak kantong kemiskinan. Itu yang kita minta perusahaan betul-betul berkomitmen menyalurkan sebagian CSR untuk menangani kemiskinan ekstrim. Ditangani By name by address dia tinggal di sini kondisi seperti ini, dan CSR mau ngurus apa, perusahaan yang ditugaskan nanti Menteri ESDM langsung ikut menangani.

 


(rah/rah)
Saksikan video di bawah ini:

Video: DEN Usul Garis Kemiskinan RI Naik Jadi Rp 765 Ribu Per Bulan

Pages