Heboh RI Buka Ekspor Pasir Laut, Pengusaha Bisa Cuan Rp 733 M

redaksi, CNBC Indonesia
Kamis, 06/07/2023 14:20 WIB
Foto: Ilustrasi Pasir Laut. Getty Images/Spencer Platt

Jakarta, CNBC Indonesia - Peneliti INDEF menilai, Peraturan Pemerintah (PP) No 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut cacat secara hukum. Di satu sisi, lanjut dia, kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu bakal jadi peluang pengusaha meraup keuntungan, bahkan sampai ratusan miliar rupiah.

Dia mengatakan, PP itu bertentangan dengan Undang-Undang (UU) yang lebih tinggi derajat peraturannya. Di mana, jelasnya, di PP 26/2023 yang menyebutkan pemanfaatan pasir laut bisa untuk ekspor yaitu, pasal 9 ayat (1) dan (2) mengenai penambangan pasir meski dengan syarat kebutuhan di dalam negeri sudah terpenuhi.

Padahal, lanjut dia, UU No 1/2014 tentang Perubahan UU No 27/2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan tegas menyebutkan pelarangan penambangan pasir yang merusak ekosistem lingkungan.


Hal itu disampaikan saat diskusi online Continuum INDEF 'Ekspor Pasir Laut, Cuan atau Merusak Lingkungan?', ditayangkan akun Youtube INDEF, Rabu (5/7/2023).

"Jadi memang kalau kita lihat PP No 26 tahun 2023 menurut saya pribadi itu cacat secara hukum. Ini bisa kiat gugat ke pengadilan. Jika pertimbangannya hanya UU Kelautan masih sangat lemah. Karena masih banyak UU yang saling berkaitan, salah satunya UU No 1/2014," kata Nailul.

Seperti diketahui, pada 15 Mei 2023 lalu, Jokowi menetapkan PP No 26/2023, yang mengizinkan ekspor pasir laut kembali dibuka, setelah sempat ditutup selama 20 tahun.

PP itu menetapkan, pemanfaatan pasir laut digunakan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan ekspor. Dengan syarat ekspor bisa dilakukan sepanjang kebutuhan di dalam negeri sudah terpenuhi.

Nailul mengatakan, keputusan pemerintah itu bisa jadi ada pengaruh dari Singapura. Sebab, kata dia, Singapura tengah getol memperluas wilayah daratannya. Sebab, imbuh dia, daratan alamiah Singapura relatif kecil.

Singapura, lanjutnya, tercatat sebagai importir pasir laut terbesar di dunia.

"Importir terbesar dunia untuk pasir laut adalah Singapura. Di mana 30% lebih pasir laut global dikirim ke Singapura. Dan kalau kita lihat data impor pasir laut global memiliki pola yang sama dengan impro pasir laut Singapura. Artinya, pergerakan impor pasir laut global banyak dipengaruhi Singapura," katanya.

"Bukan fitnah, tapi ada kecenderungan, melihat luas Singapura sendiri sangat naik dengan tajam. Kalau kita lihat tahun 1976, luas Singapura masih sangat kecil, 527 km2. Saat itu mereka mengimpor pasir dari Indonesia, termasuk dari Riau," paparnya.

Dia pun membandingkan, pada tahun 1976 luas Singapura masih 527 km2, dan bertambah luas jadi 728,6 km2 pada tahun 2020-an.

"Artinya di sini Singapura sangat getol sekali memperluas wilayah daratannya. Karena daratan alamiah Singapura itu relatif kecil. Jadi kalau kita lihat di sini ada benar juga kalau kita misalkan berprasangka negatif terhadap Singapura bahwa kebijakan ekspor pasir laut ini ada pengaruh Singapura juga," tukasnya.

Cuan Pengusaha

Di sisi lain, Nailul menyoroti potensi pendapatan negara dari hasil pembukaan keran ekspor pasir laut. Di mana, potensi ekspor pasir laut Indonesia diprediksi mencapai 2,7 juta meter kubik atau sekitar 8,77% dari ekspor global.

"Potensi pendapatan negara, dengan tarif PNBP sebesar Rp228 per meter kubik, mencapai Rp616,2 juta. Dan dengan asumsi tarif 10%, potensi bea keluar mencapai Rp73.34 miliar. Nah potensi pendapatan secara total itu mencapai Rp73,96 miliar," katanya.

"Sedangkan total cuan pengusaha mencapai Rp733,4 miliar. Artinya benar ekspor pasir laut ini hanya dinikmati kalangan tertentu, termasuk pengusaha. Cuannya sangat tinggi, ini hitungan minimal," pungkas Nailul.

Sementara itu, hasil riset Continuum Data tentang Peraturan Pemerintah No.26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut di media sosial (Twitter) menunjukkan, hampir semua warganet (40 ribuan perbincangan) tidak setuju kebijakan penjualan pasir laut. Di mana, 82,7% warganet merasa kebijakan ini merugikan Indonesia dan hanya menguntungkan segelintir pihak. 


(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Presiden Prabowo Subianto Menerima Kunjungan PM Malaysia