Eropa Mau 'Bunuh' Sawit, RI Siap-siap Lawan Pakai 3 Jurus Ini

Khoirul Anam, CNBC Indonesia
27 June 2023 10:22
GAPKI: Larangan Impor Sawit Uni Eropa ‘Membunuh” Petani Kecil (CNBC Indonesia TV)
Foto: GAPKI: Larangan Impor Sawit Uni Eropa ‘Membunuh” Petani Kecil (CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Minyak sawit terancam tak dapat diperdagangkan ke Uni Eropa (UE). Pasalnya, kawasan itu telah memberlakukan Undang-Undang Antideforestasi (European Union Deforestation Regulation/ EUDR).

Akibat UU itu, minyak sawit, kopi, kakao, kayu, karet, dan sapi, serta produk turunannya tidak boleh masuk kawasan itu jika UE menganggap produk itu dihasilkan dari proses yang memicu deforestasi. Yang ditetapkan lewat uji tuntas atas ketertelusuran produk-produk tersebut.

Ketua Bidang Luar Negeri Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan pun mengungkapkan ada 3 langkah yang bisa dilakukan untuk melawan tudingan sawit pemicu deforestasi.

Pertama, kata dia, RI harus berdebat di tingkat internasional, termasuk dengan UE, terkait kategori hutan dan deforestasi.

"Kita harus perjuangkan di dunia internasional sehingga mereka mengakui. Kita harus menyampaikan kepada dunia bahwa kelapa sawit itu tidak menyebabkan deforestasi," katanya dalam Squawk Box CNBC Indonesia, Selasa (27/6/2023).

"Bahwa ada konsesi dari lahan hutan ke perkebunan sawit memang saya kira terjadi di masa lalu, tapi jumlahnya sangat kecil," tambahnya.

Hasil penelitian lembaga sertifikasi berkelanjutan internasional, RSPO, kata Fadhil, bisa digunakan sebagai acuan.

Di mana, penelitian itu menyebutkan konsesi hutan primer hanya 4%.

"Jadi, kebanyakan sawit berasal dari credit forest. Jadi, lahan kawasan hutan yang terdegradasi atau pun dari perkebunan lainnya atau pertanian," kata dia.

Langkah kedua, ujar Fadhil, memastikan dunia internasional mengetahui upaya Indonesia menekan deforestasi.

"Memastikan upaya kita selama ini, dalam konteks deforestasi, berhasil menekan dan memang dalam arah yang benar," katanya.

"Kadi, kalau ada negara yang mengkategorikan kita sebagai high risk, itu tidak sesuai kenyataan," tukasnya.

Ketiga, lanjut Fadhil, Indonesia harus gencar menunjukkan kelapa sawit RI dikelola dengan berkelanjutan, memperhatikan aspek lingkungan.

"Misalnya, (kawasan) Nilai Konservasi Tinggi (NKT) atau High Conservation Value (HCV), dan aturan lainnya untuk memastikan aspek lingkungan diperhatikan dan jadi bagian dari pengelolaan sawit saat ini," jelasnya.

"Jadi, kalau ada yang mengatakan sawit tidak berkelanjutan, nggak butuh lagi. Kita sekarang punya ISPO, ada RSPO. Itu standar berkelanjutan sehingga memang sawit kita sustainable dalam praktik pengelolaannya," pungkas Fadhil.

Tegas! Ini Cara RI Lawan Diskriminasi Sawit Oleh Uni Eropa (CNBC Indonesia TV)Foto: Tegas! Ini Cara RI Lawan Diskriminasi Sawit Oleh Uni Eropa (CNBC Indonesia TV)
Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga dalam dialog 'Sawit Week' CNBC Indonesia, 'Tegas! Ini Cara RI Lawan Diskriminasi Sawit Oleh Uni Eropa', Selasa (27/6/2023). (CNBC Indonesia TV)

Kampanye Hitam

Sementara itu, Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga menyampaikan kegeramannya atas sikap Uni Eropa yang melakukan kampanye hitam (black campaign) sawit Indonesia. Jerry mengaku akan fight total atas tindakan Uni Eropa tersebut.

"Pemerintah menyusun sosialisasi tentang sawit dan turunannya. Kita lawan itu kampanye black di seluruh Uni Eropa khususnya di Prancis, Belgia dan Jerman. Kita libatkan para pelaku usaha di Eropa, kita melakukan engagement, kita juga menandatangani petisi bersama dengan 13 Duta Besar," ungkap Jerry.

"Kita yakin dan percaya tentu bahwa industri yang membuat banyak lapangan pekerjaan dan memberikan banyak efek ekonomi kepada perdagangan. Kita harus fight all out secara maksimal dan bersama-bersama dengan para pelaku usaha dan seluruh pihak yang berkepentingan dan concern kepada perkambangan industri kelapa sawit," pungkas Wamendag.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Eropa Jegal Sawit RI, Petani Sawit Beri Respons Tak Terduga

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular