Peringatan Bahaya, Ternyata Separah Ini Efek UU Baru Eropa

Jakarta, CNBC Indonesia - Keputusan Uni Eropa (UE) memberlakukan Undang-undang Antideforestasi (European Union Deforestation Regulation/ EUDR) bakal memicu dampak berantai bagi industri sawit. Termasuk, mengganggu rantai pasok minyak sawit dan turunannya.
"Saya kira implikasi utama ketika UU ini ada dua. Pertama adalah akan terjadi peningkatan biaya produksi untuk perusahaan yang berskala besar yang selama ini mengekspor produknya," kata Ketua Bidang Luar Negeri Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan dalam Squawk Box CNBC Indonesia, Selasa (27/6/2023).
"Karena untuk memenuhi aturan tersebut, diperlukan berbagai biaya tambahan. Misalnya untuk persyaratan geolokasi yang akan menyebabkan peningkatan dan administrasi," tambahnya.
Akibatnya, kata dia, daya saing produk sawit RI akan berkurang.
"Dengan peningkatan biaya produksi skala besar itu, akan mengurangi daya saing produk minyak sawit kita," katanya.
Dampak kedua, lanjut dia, bagi petani skala kecil.
"Ini tidak seperti perusahaan, tidak memiliki sumber untuk bisa memenuhi aturan dari UU tersebut. Sehingga pada akhirnya mereka akan tersingkirkan dari suplai chain produk sawit yg diperdagangkan tersebut," kata Fadhil.
"Jadi sementara kita tahu 40% produksi sawit di Indonesia dan Malaysia dan negara lain adalah berasal dari petani ini. Jadi, mereka praktis tersingkirkan," ujarnya.
Hal itu, lanjut Fadhil, bakal menyebabkan sumber penghidupan petani terganggu.
"Jadi, regulasi ini pro terhadap perusahaan besar. Ini yang sangat aneh. Padahal selama ini negara yang mendorong meningkatkan kesejahteraan," tukasnya.
"Jadi itu dua implikasi utama yang akan terjadi apabila aturan ini akan diberlakukan. Concern kita ada dua. Pertama akan terjadi penurunan daya saing. Kedua itu pertanian ter-exclude dari suplai chain," kata Fadhil.
Selain itu, lanjutnya, ada isu lain yang harus mendapat perhatian dengan diberlakukannya UU antideforestasi oleh Uni Eropa tersebut.
Pertama, kata dia, proteksi data.
"Kita tidak bisa menyerahkan data begitu saja. Kan ada aturannya juga di negara itu sendiri bahwa data proteksi yang kita dilindungi. Tapi mereka mengharuskan menyerahkan data lokasi kebun kita kepada mereka, itu memprihatinkan," cetusnya.
"Kedua masalah benchamarking. Mereka akan mengategorikan kita high risk, ini kita protes. Kalau istilah pak Airlangga (Menko Perekonomian Airlangga Hartarti) itu regulasi liberalism. Nggak bisa negara memberikan cap terhadap negara lain terkait deforestasi. Karena kita protes terhadap aturan tesebut," kata Fadhil.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Eropa Mau 'Bunuh' Sawit, RI Siap-siap Lawan Pakai 3 Jurus Ini
