Libur Panjang 5 Hari: Pengusaha Jengkel, Buruh Tak Happy
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi merestui penetapan hari libur nasional dan cuti bersama Hari Raya Iduladha 2023 selama 3 hari, yaitu hari Rabu-Jumat, tanggal 28-30 Juni 2023.
Yang ditetapkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 624 Tahun 2023, Nomor 2 Tahun 2023, dan Nomor 2 Tahun 2023.
Dengan ketetapan itu, pekan depan akan ada libur panjang selama 5 hari, yaitu termasuk libur akhir pekan.
Sontak, keputusan Jokowi itu mengundang protes, baik dari pengusaha maupun pekerja.
Direktur Eksekutif Badan Pengurus Pusat Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana menuturkan, banyaknya libur nasional di Indonesia itu akan menurunkan produktivitas Indonesia di mata para investor.
"Jadi, kalau investor kan melihat produktivitas, kita punya UMP (upah minimum provinsi) rata-rata, di tengah lah (jika dibandingkan) negara-negara ASEAN itu kita tidak terendah, juga tidak tertinggi," jelasnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (23/6/2023).
"Nah kalau terdapat kompetitif di biaya pegawai itu bagus buat kita, tetapi kalau melihat lebih dalam, hampir 1 bulan libur nasional dalam 1 tahun itu membuat investor akan melihat produktivitasnya menjadi rendah, karena 1 tahun liburnya banyak banget," tambah Danang.
Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) SOfjan Wanandi mengatakan hal senada. Seharusnya, kata Sofjan, Indonesia memacu daya saing dengan meningkatkan produktivitas.
"Saya kadang-kadang tak ngerti alasan pemerintah, pengusaha tentu akan sulit sekali, kalau terlalu banyak libur dan hari kejepit macam-macam, sekarang sudah menambah berapa hari lagi, pusing," kata Sofjan.
"Kita ini produktivitas rendah terutama di manufaktur, karena libur terus. Bagaimana mau bersaing degan dunia luar. Libur dengan alasan-alasan tak jelas, kita sudah kalah," tambahnya.
Dia mengatakan, pemerintah seharusnya mengajak masyarakatnya untuk tak bermalas-malasan dengan menambah libur makin banyak.
Sementara itu, Danang menambahkan, libur panjang kali ini akan menyebabkan kerugian besar bagi industri manufaktur di dalam negeri. Sebab, industri padat karya harus menanggung biaya upah lembur para pekerjanya apabila perusahaan tersebut memutuskan tetap beroperasi.
Adapun total kerugiannya bisa mencapai Rp4-7 miliar untuk biaya upah lembur pekerja selama 2 hari.
"Untuk industri padat karya, kalau dadakan lembur-lembur kayak gini itu bisa merogoh biaya perusahaan itu dari Rp4 sampai 7 miliar untuk upah lembur, tergantung jumlah pegawainya," katanya.
"Perusahaan garmen yang mempekerjakan sekitar 10 ribu orang itu sudah Rp 4 miliar lebih untuk 2 hari lembur itu. Kan jadi pengeluaran-pengeluaran yang tidak direncanakan sebelumnya," tukas Danang.
Buruh Ikut Protes
Lucunya, penambahan libur Hari Raya Iduladha kali ini pun ikut diprotes pekerja.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, jumlah hari libur di Indonesia terlalu banyak. Dan menunjukkan kebijakan pemerintah yang tidak terukur dalam satu tahun kalender kerja.
"Akibatnya pengusaha harus merubah hari kerjanya dalam satu tahun kalender kerja dan membuat negara tujuan ekspor protes karena di Indonesia libur tapi di negara tujuan ekspor tidak libur," katanya.
"Apabila ini dibiarkan terus maka akan mengurangi daya saing produk Indonesia. Itulah sebabnya kenapa investor lebih senang investasi di Vietnam, Thailand, dan China ketimbang Indonesia," tukas Said Iqbal.
"Oleh karena itu, pemerintah harus menetapkan kepastian waktu dan jumlah hari libur sehingga pengusaha bisa membuat kalender kerja yang pasti, terutama perusahaan yang berorientasi ekspor," pungkasnya.
(dce)