
Libur Panjang Iduladha Diprotes Pengusaha, Buruh Pecah Suara

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menetapkan hari Kamis, 29 Juni 2023 sebagai Hari Raya Iduladha tahun 2023. Sementara, Rabu dan Jumat, 18 dan 30 Juni 2023 sebagai libur cuti bersama Hari Raya Iduladha tahun 2023.
Hal itu ditetapkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 624 Tahun 2023, Nomor 2 Tahun 2023, dan Nomor 2 Tahun 2023.
Karena bablas akhir pekan, Sabtu-Minggu (1-2 Juli 2023), maka pekan ini akan ada 5 hari libur. Meski, pemerintah tetap menyerahkan keputusan cuti bersama kepada masing-masing perusahaan swasta, menerapkannya atau tidak.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun mengungkapkan alasan pemerintah memutuskan libur Iduladha selama 3 hari.
"Ya itu kan harinya memang memerlukan waktu yang lebih untuk mendorong ekonomi utamanya di daerah agar lebih baik lagi. Utamanya di daerah pariwisata lokal," katanya, dikutip Selasa (27/6/2023).
"Karena kita lihat bisa, diputuskan (menambah cuti bersama Hari Raya Iduladha)," ujar Jokowi.
Lalu bagaimana respons atas keputusan pemerintah itu? Ternyata, tak semua senang dengan adanya libur panjang 5 hari.
Buruh Pecah Suara
Libur biasanya jadi kesempatan untuk pekerja beristirahat sejenak dari rutinitas pekerjaan. Hanya saja, libur panjang kali ini tak membuat semua pekerja melonjak kegirangan.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, jumlah hari libur di Indonesia terlalu banyak. Dan menunjukkan kebijakan pemerintah yang tidak terukur dalam satu tahun kalender kerja.
"Akibatnya pengusaha harus mengubah hari kerjanya dalam satu tahun kalender kerja dan membuat negara tujuan ekspor protes karena di Indonesia libur tapi di negara tujuan ekspor tidak libur," katanya.
"Apabila ini dibiarkan terus maka akan mengurangi daya saing produk Indonesia. Itulah sebabnya kenapa investor lebih senang investasi di Vietnam, Thailand, dan China ketimbang Indonesia," tukas Said Iqbal.
Namun, pendapat berbeda disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi.
"Ya dari sisi pekerja tentu menyambut baik kalau libur panjang apalagi upah pokoknya tidak hilang," katanya.
"Ya pada akhirnya pekerja menerima cuti tahunan berkurang bahkan ada yang habis karena dipakai cuti bersama pemerintah, asal tetap dibayar upahnya," ujar Ristadi.
Pengusaha pun Jengkel
Direktur Eksekutif Badan Pengurus Pusat Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana menuturkan, banyaknya libur nasional di Indonesia itu akan menurunkan produktivitas Indonesia di mata para investor.
"Jadi, kalau investor kan melihat produktivitas, kita punya UMP (upah minimum provinsi) rata-rata, di tengah lah (jika dibandingkan) negara-negara ASEAN itu kita tidak terendah, juga tidak tertinggi," ujarnya.
"Nah kalau terdapat kompetitif di biaya pegawai itu bagus buat kita, tetapi kalau melihat lebih dalam, hampir 1 bulan libur nasional dalam 1 tahun itu membuat investor akan melihat produktivitasnya menjadi rendah, karena 1 tahun liburnya banyak banget," kata Danang.
Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan hal senada. Seharusnya, ujarnya, Indonesia memacu daya saing dengan meningkatkan produktivitas.
"Saya kadang-kadang tak ngerti alasan pemerintah, pengusaha tentu akan sulit sekali, kalau terlalu banyak libur dan hari kejepit macam-macam, sekarang sudah menambah berapa hari lagi, pusing," kata Sofjan.
Kita ini produktivitas rendah terutama di manufaktur, karena libur terus. Bagaimana mau bersaing degan dunia luar. Libur dengan alasan-alasan tak jelas, kita sudah kalah," tambahnya.
Dia mengatakan, pemerintah seharusnya mengajak masyarakatnya untuk tak bermalas-malasan dengan menambah libur makin banyak.
Sementara itu, Danang menambahkan, libur panjang kali ini akan menyebabkan kerugian besar bagi industri manufaktur di dalam negeri. Sebab, industri padat karya harus menanggung biaya upah lembur para pekerjanya apabila perusahaan tersebut memutuskan tetap beroperasi.
Adapun total kerugiannya bisa mencapai Rp4-7 miliar untuk biaya upah lembur pekerja selama 2 hari.
"Untuk industri padat karya, kalau dadakan lembur-lembur kayak gini itu bisa merogoh biaya perusahaan itu dari Rp4 sampai 7 miliar untuk upah lembur, tergantung jumlah pegawainya," katanya.
"Perusahaan garmen yang mempekerjakan sekitar 10 ribu orang itu sudah Rp 4 miliar lebih untuk 2 hari lembur itu. Kan jadi pengeluaran-pengeluaran yang tidak direncanakan sebelumnya," tukas Danang.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pekan Depan Libur 5 Hari, Harga Tiket Pesawat Beterbangan