Your Money Your Vote

Jomblo Jadi Beban, Target Jokowi Ini Bisa Gagal!

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
Kamis, 22/06/2023 06:44 WIB
Foto: Kepala BKKBN Hasto Wardoyo

Jakarta, CNBC Indonesia - Salah satu indikator yang Presiden Joko Widodo sering sebut sebagai faktor penentu Indonesia bisa negara maju adalah keberhasilan memanfaatkan bonus demografi. Tapi, bonus demografi ternyata muncul dalam rentang waktu terbatas dan turut ditentukan oleh jumlah jomblo.

Demikian disampaikan oleh Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo dalam program Your Money Your Vote CNBC Indonesia Rabu malam (21/6/2023). Menurutnya, jumlah jomblo ini berkaitan pula dengan jumlah anak yang akan lahir.

"Sebetulnya dari kami BKKBN dan kependudukan itu kalau semakin bayak orang jomblo, maka window opportunity untuk bonus demografi maju menutupnya, malah lebih cepat," ucap Hasto.


Bonus demografi itu sendiri adalah jumlah masyarakat yang berusia produktif dengan rentang 15-64 tahun lebih banyak ketimbang jumlah penduduk berusia tua. Menurut Jokowi, keberadaan jumlah penduduk ini hanya akan sampai 13 tahun ke depan atau tepatnya pada 2035.

Jika sampai 2035 Indonesia tak kunjung mampu menjadi negara maju atau dengan pendapatan per kapita sebesar US$ 12.233 per tahun dari yang saat ini hanya US$ 4.783,9 per tahun, maka ia pastikan RI akan bernasib seperti negara-negara Amerika Latin, terjebak sebagai negara tua sebelum kaya atau middle income trap.

Kendati demikian, Hasto menekankan rentang waktu keberadaan bonus demografi itu sebetulnya bisa dikendalikan dengan mekanisme peningkatan jumlah anak yang sehat atau tidak stunting. Maka ia menekankan, kondisi ini sangat dipengaruhi dengan kemauan menikah generasi muda yang cerdas, mapan, dan memiliki karir gemilang.

Sayangnya, jumlah golongan masyarakat muda tersebut kini trennya malah cenderung tak ingin menikah dan tak juga ingin memiliki keturunan. Oleh sebab itu, ia meyakini keberadaan bonus demografi bisa lebih cepat hilangnya dibanding perkiraan presiden Joko Widodo.

"Kalau ini kan dugaan kita 2035, setelah itu aging population meningkat, tapi kalau banyak orang jomblo ya maju. Jadi maju berarti kesempatannya tidak 12-13 tahun lagi, bisa lebih cepat kalau terlalu banyak jomblo," tegas Hasto.

Oleh sebab itu, Hasto menekankan, saat ini BKKBN juga tengah mengambil peran untuk membantu mengendalikan bonus demografi itu. Caranya dengan mendorong masyarakat muda Indonesia menikah dan memiliki keturunan sesuai data sebenarnya, seperti rentang usia 20-35 tahun dan pendapatan cukup untuk membesarkan anak yang sehat dan cerdas.

"Kami di BKKBN mengatur jumlah anak, kalau jumlah anak agak kita loss sedikit biar lebih banyak, maka delay juga bonus demografinya, kita punya kesempatan panjang sedikit. Jadi gas dan rem nya memang ada di kami, di BKKBN, untuk bonus demografi," ucap Hasto.

Berdasarkan catatan tim riset CNBC Indonesia, jumlah pemuda perempuan dan laki-laki yang enggan menikah alias memilih status jomblo di Indonesia memang semakin banyak. Dari 65,82 juta jiwa penduduk Indonesia yang berkategori pemuda sebanyak 64,56% masih berstatus lajang, porsi ini naik tajam sebesar 10,39% dalam satu dekade terakhir.

Definisi pemuda dalam hal ini adalah mereka yang rentang usianya 16-30 tahun pada 2022 atau lahir antara 1992-2006. Mereka adalah generasi Z yang secara jumlah, persentasenya terhadap total penduduk Indonesia menurun sekitar 0,79% dalam satu dekade ini.

Perempuan berperan besar pada fenomena jomblo ini, karena persentase kenaikan yang belum menikah melonjak 10,15% dalam satu dekade terakhir, dibandingkan laki-laki 7,42%. Padahal, jumlah pemuda laki-laki lebih banyak daripada perempuan, dengan rasio 104,74, yang berarti setiap 105 laki-laki terdapat 100 perempuan.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Sengketa Pulau Tujuh, Gubernur Babel Gugat Mendagri