Pak Jokowi, Idealnya Gaji PNS Lebih Gede Ketimbang Tukin!

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah upaya pemerintah merombak rumusan perhitungan tunjangan kinerja serta besaran gaji para pegawai negeri sipil (PNS) untuk 2024, kalangan ekonom menyarankan supaya Presiden Joko Widodo memperbesar pemberian gaji ketimbang tukin PNS.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah Redjalam mengatakan, pendapatan para PNS selama ini komponennya didominasi pemberian tunjangan ketimbang gaji. Implikasinya, kinerja birokrasi tidak efektif mempermudah pelayanan publik, karena birokrat merasa gaji yang mereka terima kecil.
"Idealnya ASN itu mendapatkan gaji yang layak, bukan tukin, sehingga komponen tukin itu bukan lagi yang utama," kata Piter kepada CNBC Indonesia, Kamis (25/5/2023).
Dampak dari dominasi tingginya tukin ketimbang gaji juga mempengaruhi besaran manfaat pensiun yang mereka terima. Akibatnya, nilai manfaat yang mereka terima tak pernah mengalami perubahan setiap tahunnya dan selalu tergerus inflasi karena gajinya kecil tak mengikuti perkembangan inflasi, sedangkan tukin tak masuk perhitungan komponen pensiun.
Oleh sebab itu, Piter menekankan, seiring dengan rencana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) dan Kementerian Keuangan yang ingin merombak perhitungan tukin, gaji, serta pensiunan, harus diawali dengan menaikkan gaji para PNS, baru penghitungan tukin berbasis kinerja individu PNS dan pensiunannya mengikuti.
"Dengan gaji yang layak, ASN diharapkan tidak perlu lagi mencari tambahan income. Mereka bisa bekerja maksimal dan memiliki jaminan pensiun yang lebih baik. Karena dengan gaji yang layak mereka diharapkan lebih produktif," tegas Piter.
Konsekuensi dari menaikkan gaji para PNS, tentu harus diiringi dengan efisiensi jumlah PNS nya agar tidak lagi membengkak. Jumlah PNS menurut Piter juga harus dirasionalisasi supaya keberlanjutan fiskal bisa dijaga karena tingginya gaji harus diiringi dengan tingginya produktivitas, bukan kuantitas pekerjanya.
"Tidak perlu banyak ASN nya, sedikit tapi produktif. Kemudian yang harus diubah juga sanksi apabila terjadi kesalahan apalagi melakukan korupsi. Tidak ada ampun harus diberhentikan dan dihukum," tuturnya.
Ia berpendapat, besaran gaji yang ideal bagi para PNS tentu harus seperti pekerja swasta lainnya, yaitu mengikuti upah minimum regional (UMR) untuk golongan paling rendah. Setelah itu, kenaikan gajinya harus mulai dibuat teratur dengan mengimbangi tekanan inflasi.
"ASN yang paling rendah harusnya mendapatkan gaji di atas UMR. artinya di kisaran Rp 4-5 juta. itu yang paling rendah, saat ini gaji Rp 4-5 juta itu untuk golongan yang sudah cukup tinggi, dan kenaikan gaji setidaknya sedikit di atas inflasi, kalau inflasi 5% setidaknya kenaikan gaji adalah 6-7%," ucap Piter.
Senada, Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, persoalan gaji dan pensiunan ini berbanding lurus dengan output dari birokrat yang berkualitas. Tanpa adanya gaji yang proporsional, menurutnya sulit mendapatkan SDM yang bermutu di pemerintahan, baik pusat dan daerah.
"Sebagaimana juga pekerja swasta sama-sama manusia yang harus hidup layak. Gaji PNS juga harus disesuaikan dengan kenaikan biaya hidup, sebab PNS bukan tenaga relawan, namun di sisi lain kinerja PNS harus terus dipantau dan dievaluasi, sehingga kualitas dan produktivitasnya juga terus membaik," tuturnya.
Kendati begitu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menganggap, kebijakan pemerintah yang berencana merombak tunjangan kinerja dan gaji PNS lebih bersifat kebijakan populis menjelang pemilu. Sebab, ia menilai, dari sisi belanja pegawai di APBN sudah naik belasan persen empat tahun terakhir.
"Belanja pegawai sepanjang 2019-2023 sudah mengalami kenaikan 17,5% dari sebelumnya di 2019 sebesar Rp376 triliun menjadi Rp442 triliun di 2023. Kalau kenaikan gaji PNS ditujukkan untuk melindungi dari inflasi rasanya sudah diakomodir dalam berbagai tunjangan termasuk gaji ke 13," tegas dia.
Masalah utama anggaran pun justru dianggapnya terletak pada beban belanja pegawai yang terlalu gemuk sehingga membuat ruang fiskal menyempit. Padahal masih banyak kebutuhan anggaran yang lebih penting seperti meningkatkan bansos bagi lapisan rentan dan miskin, hingga mempersiapkan bantuan subsidi pupuk yang memadai karena adanya dampak El Nino.
"Sektor usaha yang butuh stimulus dari APBN juga banyak salah satunya industri padat karya tekstil dan alas kaki yang sedang diterpa badai PHK. Jangan karena jelang pemilu lalu gunakan instrumen belanja pegawai untuk dorong belanja konsumtif," ucap dia.
Bhima pun mengingatkan, ada 4 juta lebih ASN saat ini. Jika satu orang menanggung empat anggota keluarga bisa dipolitisasi dengan kenaikan gaji pegawai, politikus yang saat ini ada di pemerintah mampu meraup banyak suara jika terealisasi pada 2024.
[Gambas:Video CNBC]
Bye! Honorer "Hilang" November 2023?
(mij/mij)