
Awas "Perang" Arab Saudi vs AS Makin Panas, Ini Fakta Barunya

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan antara Arab Saudi dan Amerika Serikat (AS) diyakini bakal makin serius. Ini terkait pengumuman OPEC+ yang kembali memotong produksi minyak 1,16 juta barel per hari (bpd), Minggu waktu stempat.
OPEC+ adalah kumpulan negara penghasil minyak yang terdiri dari 13 anggota dan 11 negara penghasil minyak lain namun berada di luar OPEC. Salah satunya anggotanya plusnya termasuk Rusia.
Sebagaimana diketahui OPEC saat ini dipimpin oleh Arab Saudi, sekutu tradisional AS si Timur Tengah. Tapi, tindakan ini tak sesuai harapan Presiden Joe Biden, yang telah lama meminta peningkatan paskan untuk menurunkan harga minyak dan "menekan" penghasilan Rusia.
"Namun, pengumuman hari Minggu juga menggarisbawahi kerja sama yang erat antara negara penghasil minyak dan Rusia," kata analisis koresponden BBC untuk Timur Tengah, Sameer Hashmi, dikutip dari BBC International, Senin (3/4/2023).
"Pengurangan terbaru terjadi di atas pemotongan yang diumumkan oleh OPEC+ pada Oktober tahun lalu sebesar dua juta barel per hari. Namun, pemotongan tahun lalu terjadi meskipun ada seruan dari AS dan negara lain agar produsen minyak memompa lebih banyak minyak mentah," tambahnya.
"Ketika grup OPEC+ mengumumkan pengurangan produksinya pada bulan Oktober, Presiden AS Joe Biden mengatakan dia 'kecewa dengan keputusan yang berpandangan sempit'," jelasnya lagi.
Secara rinci, pemotongan ini OPEC plus ini di luar pemangkasan produksi Rusia 500.000 bpd. Hal itu merupakan balasan Kremlin atas sanki Barat soal perang Presiden Vladimir Putin ke Ukraina.
Pemotongan OPEC+ terdiri dari Arab Saudi 500.000 bpd, Irak 211.000 bpd dan Uni Emirat Arab (UEA) 144.000 bpd. Lalu ada juga Kuwait 128.000 bpd, Aljazair 48.000 bpd dan Oman 40.000 bpd.
"Tindakan pencegahan yang ditujukan untuk mendukung stabilitas pasar minyak", kata seorang pejabat Arab Saudi mengungkapkan alasan kebijakan tersebut, dimuat kantor berita resmi Saudi Press Agency.
Respons AS
Serangan Rusia ke Ukraina pada Februari tahun lalu membuat harga energi melonjak karena kekhawatiran tentang pasokan minyak. Harga minyak Mentah Brent mencapai titik tertinggi mendekati US$130 per barel pada satu titik.
Ini memicu kenaikan inflasi di seluruh dunia dan menekan keuangan banyak rumah tanga. Hal ITU juga berujung pada kenaikan suku bunga perbankan global untuk menekan inflasi, yang menyebabkan ancaman resesi di sejumlah negara.
"Menurut kami pemotongan tidak disarankan saat ini, mengingat ketidakpastian pasar. Dan kami telah memperjelasnya," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS dikutip laman yang sama mengomentari langkah terbaru OPEC plus.
AS sendiri diketahui akan membuat undang-undang No Oil Producing and Exporting Cartels atau Tanpa Kartel Penghasil dan Pengekspor Minyak (NOPEC). RUU NOPEC dirancang untuk melindungi konsumen dan bisnis AS dari lonjakan harga minyak.
RUU itu dapat mengekspos negara-negara OPEC dan mitranya ke tuntutan hukum karena mengatur pengurangan pasokan yang menaikkan harga minyak mentah global. RUU itu perlu disahkan oleh Senat dan DPR penuh, sebelum ditandatangani menjadi undang-undang oleh presiden.
Sementara itu, saat perdagangan dimulai hari ini, harga minyak mentah Brent melonjak lebih dari US$5 per barel atau 7%. Di mana minyak yang jadi patokan itu kini menjadi di atas US$85.
Memang Makin Dekat China-Rusia?
Sementara itu sebelumnya, Arab Saudi juga dikabarkan makin dekat denna China dan Rusia. Awal pekan lalu kabinet Arab Saudi menyetujui keputusan untuk bergabung dengan blok keamanan yang dipimpin China, Organisasi Kerjasama Shanghai (Shanghai Cooperation Organization/SCO)m sebagai mitra.
Arab Saudi menyetujui keputusan untuk bergabung dengan SCO seiring dengan langkah Riyadh membangun kemitraan jangka panjang dengan China meskipun ada masalah keamanan AS. Sumber Reuters mengungkapkan rencana bergabungnya Arab Saudi dengan SCO sejatinya telah dibahas selama kunjungan Presiden China Xi Jinping ke Arab Saudi Desember lalu.
SOC sendiri merupakan aliansi politik, keamanan dan perdagangan negara-negara yang dibentuk pada 2001. Ini tersebar di sebagian besar wilayah Eurasia, termasuk China dan Rusia, India, Pakistan, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Uzbekistan, serta Tajikistan.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article AS & Arab Saudi Terlibat Perang Baru, Raja Salman Tidak Takut
