Internasional

AS & Arab Saudi Terlibat Perang Baru, Raja Salman Tidak Takut

News - Tim Redaksi, CNBC Indonesia
18 March 2023 12:40
Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz bertemu dengan Presiden China, Xi Jinping (tidak terlihat) di Istana Yamamah di Riyadh, Arab Saudi pada 08 Desember 2022. Presiden China Jinping berada di Arab Saudi untuk menghadiri KTT Negara-negara China-Arab dan Konferensi Tingkat Tinggi KTT Dewan Kerjasama Teluk-China (GCC). (File Foto - Royal Court of Saudi Arabia/Anadolu Agency via Getty Images) Foto: Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz bertemu dengan Presiden China, Xi Jinping (tidak terlihat) di Istana Yamamah di Riyadh, Arab Saudi pada 08 Desember 2022. (File Foto - Anadolu Agency via Getty Images/Anadolu Agency)

Jakarta, CNBC Indonesia - Hubungan Arab Saudi dan Amerika Serikat (AS) memanas. Hal ini dipicu karena Negeri Paman Sam berencana untuk membentuk sebuah undang-undang tentang perminyakan.

AS diketahui akan membuat undang-undang No Oil Producing and Exporting Cartels atau Tanpa Kartel Penghasil dan Pengekspor Minyak (NOPEC).

Di dalam undang-undang baru tentang perminyakan itu, AS ingin menerapkan harga batas atas bagi minyak negara-negara produksi minyak yang tergabung dalam OPEC+, dipimpin Arab Saudi, dan negara non OPEC namun memiliki produks besar seperti Rusia.

RUU NOPEC dirancang untuk melindungi konsumen dan bisnis AS dari lonjakan harga minyak. RUU itu dapat mengekspos negara-negara OPEC dan mitranya ke tuntutan hukum karena mengatur pengurangan pasokan yang menaikkan harga minyak mentah global.

Agar berlaku, RUU itu perlu disahkan oleh Senat dan DPR penuh, sebelum ditandatangani menjadi undang-undang oleh presiden. Karena AS menganut sistem dua kamar, negeri ini memiliki Senat dan DPR.

Sementara itu, dalam pernyataan baru, Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan NOPEC akan membuat negara-negara OPEC+ kesulitan dalam berinvestasi untuk produksi. Dampak ini nantinya akan terasa di seluruh dunia pada produsen dan konsumen, serta pada industri minyak.

Secara khusus, Arab Saudi sudah dengan sendirinya memulai upaya untuk memperluas kapasitas produksi menjadi 13,3 juta barel per hari pada tahun 2027. Ini juga yang menjadi ganjalan.

"Ekspansi sudah berjalan, dalam tahap rekayasa, dan peningkatan pertama diharapkan mulai beroperasi pada tahun 2025," kata sang pangeran, dikutip dari Arab News, Rabu (15/3/2023).

"Kapasitas cadangan dan stok darurat global adalah jaring pengaman utama untuk pasar minyak dalam menghadapi potensi guncangan. Saya telah berulang kali memperingatkan bahwa pertumbuhan permintaan global akan melebihi kapasitas cadangan global saat ini, sementara cadangan darurat berada pada titik terendah dalam sejarah," jelasnya.

Abdulaziz juga mengatakan manuver AS terkait RUU itu tidak akan diikuti oleh Riyadh maupun anggota OPEC+ lainnya. Ia menyebut langkah itu hanya akan menyebabkan kelangkaan minyak global.

Abdulaziz menambahkan bahwa kelompok negara penghasil minyak OPEC+ telah berhasil membawa stabilitas dan transparansi yang signifikan ke pasar minyak. Terutama dibandingkan dengan semua pasar komoditas lainnya.

"RUU NOPEC tidak mengakui pentingnya menahan kapasitas cadangan, dan konsekuensi dari tidak menahan kapasitas cadangan terhadap stabilitas pasar," katanya.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

AS-Saudi Masih Tegang Soal Minyak


(cap/luc)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading