Cecar PPATK, DPR: Transaksi Rp349T Jenis Kelaminnya Apa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dicecar banyak pertanyaan oleh anggota Komisi III DPR terkait transaksi Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan.
Pertanyaan datang dari beberapa anggota Komisi III DPR. Diantaranya Aboe Bakar Al Habsyi dan Mulfachri Harahap. Keduanya menanyakan terkait sumber dana transaksi mencurigakan ratusan triliun di Kementerian Keuangan dan seperti apa tindak lanjut Kemenkeu atas temuan PPATK tersebut.
Aboe Bakar mempertanyakan mengenai informasi yang disampaikan oleh pemerintah dan PPATK. Sebab, saat ini masyarakat memiliki atensi besar mengenai dugaan transaksi mencurigakan ini di Kantor Menteri Keuangan Sri Mulyani.
"Pak Menkopolhukam (Mahfud MD) menyebut Rp 349 triliun. Pada perkembangan kemarin Pak Menko menyatakan ini bukan korupsi, tapi ini data TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang), namun Pak Irjen Kemenkeu (Awan Nurmawan Nuh) mengatakan ini bukan korupsi dan TPPU," jelas Aboe Bakar saat melakukan rapat kerja dengan PPATK, Selasa (21/3/2023).
Jangan sampai, kata Aboe Bakar nantinya, temuan hasil analisis PPATK ini hanya angin lalu dan tidak ada ujungnya, alias tidak ada tindak lanjut secara serius oleh Kemenkeu dan otoritas terkait.
Oleh karena itu, menurut Aboe Bakar harus jelas temuan PPATK itu sumbernya dari mana, dan akan diapakan temuan ini nantinya.
"Ini transaksi apa? Angka sekian ratus triliun ini jenis kelaminnya apa. Jangan sampai ini pertanyaan publik, dimana ujung-ujungnya data itu 'gak masalah' ujungnya nanti," ujarnya.
"Oleh karena itu ketegasan Pak Ivan untuk clear data Rp 349 triliun ini bermasalah atau tidak? Jika bermasalah kaitannya dengan apa, korupsi, atau TPPU, penggelapan pajak kah, supaya jelas," jelas Aboe Bakar lagi.
Aboe Bakar pun mempertanyakan, jika memang ada transaksi mencurigakan sejak 2017 dan ditindaklanjuti aparat penegak hukum, kenapa PPATK tidak melaporkan ke Presiden Joko Widodo.
"Bukan kah ini PPATK langsung di bawah presiden? Jangan publik dibikin bingung, jangan sampai kesalahan anda di publik ini mengganggu pembayaran pajak di negara kita," tuturnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Mulfachri dalam kesempatan yang sama. Dia menekankan, bahwa temuan transaksi mencurigakan Rp 349 triliun di Kementerian banyak ditemukan di Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), seperti apa tindak lanjutnya.
"Jumlah Rp 300 triliun tidak sedikit, di luar kasus Gayus tak ada kasus besar di dua direktorat ini. Artinya laporan ini tak ditindaklanjuti oleh dua penyidik ini?," ujar Mulfachri.
Menanggapi pernyataan anggota Komisi III DPR itu, Ivan mengatakan hasil informasi dan analisa yang PPATK mengandung tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait kepabeanan, cukai, dan pajak.
"Jika tidak ada kandungan indikasi TPPU, gak akan disampaikan ke pihak manapun. Hanya jadi data based," jelas Ivan.
"Jika sudah keluar sebagai laporan hasil akhir itu berkeyakinan ada indikasi tindak pidana pencucian uang, yang kita sampaikan ke Kementerian Keuangan," kata Ivan lagi.
Pun, demikian juga jika temuan PPATK berupa tindak pidana korupsi, maka laporan hasil analisis akan diserahkan kepada para aparat penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, dan Kejaksaan.
Karena temuan PPATK terkait TPPU berkaitan dengan kepabeanan, cukai, dan perpajakan, kata Ivan maka dirinya pun menyerahkan temuannya kepada Kementerian Keuangan. Dia pun mengakui, temuannya itu tak sepenuhnya ditindaklanjuti oleh kementerian/lembaga terkait.
"Jika TPPU kalau genusnya kepabeanan ke Bea Cukai dan kalau pajak ke perpajakan. Tak 100% ditindaklanjuti," jelas Ivan.
"Terkait dengan apakah sudah ditindaklanjuti? Belum semua, masih ada pendalaman. Ada yang sudah sampai finish, sudah dihukum, dipecat, di P21, sudah dimutasi, dan sebagainya, tapi banyak juga yang belum ditindaklanjuti," kata Ivan lagi.
(cap/cap)