Baleg DPR Sepakati Perpu Cipta Kerja, 2 Partai Ini Menolak!
Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Legislasi DPR menyepakati Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja untuk disahkan menjadi undang-undang.
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Baleg Perpu Cipta Kerja M Nurdin dalam rapat pleno Baleg DPR hari ini, Rabu (15/2/2023).
"Apakah hasil pembahasan Perpu 2/2022 tentang Cipta Kerja disetujui untuk menjadi undang-undang di tingkat dua?," ujar M Nurdin yang dilanjutkan jawaban setuju oleh para anggota Baleg lainnya.
Dalam rapat pleno Banggar DPR hari ini, 7 fraksi menyatakan persetujuannya untuk Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja untuk dilanjutkan menjadi undang-undang.
Ketujuh fraksi tersebut diantaranya fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sementara dua fraksi lainnya menolak, yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Demokrat dan PKS berpandangan, pembentukan Perppu Nomor 2 Tentang Cipta Kerja, tidak aspiratif. Sehingga demokrasi yang dibentuk bukan untuk melindungi kepentingan rakyat, namun kepentingan elit.
"Perppu ini bukan solusi ketidakpastian hukum ekonomi di Indonesia. Terbukti dengan terbitnya Perppu Nomor 2 tentang Cipta Kerja masih banyak yang buka suara terkait upah buruh, perjanjian kerja yang mengikat karyawan kontrak dan pekerja lepas, dan aturan PHK. Tidak hanya dari proses formil, namun substansinya agar berpihak ke rakyat," jelas perwakilan Fraksi Partai Demokrat yang dibacakan oleh Santoso.
"Perppu Cipta Kerja harus melibatkan yang pro dan kontra dari stakeholder dan semua kalangan masyarakat. Mendorong undang-undang cipta kerja bisa diakses dengan mudah, sehingga menciptakan kepada publik, untuk mengkritisi dan mendapatkan masukan," jelas Fraksi PKS yang dibacakan oleh Amin AK.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, pembentukan Perppu Nomor 2 tentang Cipta Kerja merupakan pelaksanaan atas kewenangan atributif Presiden Jokowi, berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945.
Sehingga kata Airlangga perpu harus diajukan kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan, dengan demikian subyektivitas presiden untuk penetapan perppu dapat dinilai secara objektif untuk dapat ditetapkan menjadi undang-undang.
"Penjelasan latar belakang pelaksanaan putusan MK 91/PUU-XVIII/2020, serta upaya pemerintah mengantisipasi dinamika perekonomian global, yang berdampak signifikan dalam perekonomian dan penciptaan lapangan kerja di Indonesia," jelas Airlangga.
Di samping itu, dari penjelasan para pakar, kata Airlangga pembentukan Perppu Nomor 2 tentang Cipta Kerja, adalah upaya pencegahan yang dilakukan sebelum krisis jauh lebih baik, daripada upaya yang diambil setelah krisis.
Airlangga juga mengklaim pembahasan dan pengesahan Perppu Cipta Kerja ini tidak dilakukan terburu-buru. "Kan Presiden sudah berkirim surat di awal Januari," ujarnya.
Dengan disahkannya Perppu Nomor 2 tentang Cipta Kerja ini menjadi undang-undang, kata Airlangga akan memberikan manfaat besar bagi masyarakat, UMKM, pelaku usaha, dan pekerja dapat diteruskan untuk kepastian hukumnya.
Dalam rapat tersebut, selain Airlangga Hartarto, dari pihak pemerintah yang juga menghadiri rapat pleno di Baleg DPR yakni Menkopolhukam Mahfud MD, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.
Ada juga Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso, dan Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi di Koordinator Bidang Ekonomi Elen Setiadi, dan perwakilan jajaran Kementerian Ketenagakerjaan.
(cap/mij)