Perih Pak Jokowi, Ini Penyebab RI Gagal Jadi Negara Maju!
Jakarta, CNBC Indonesia - Mimpi Indonesia untuk jadi negara maju tampaknya masih jauh api dari panggang alias jauh dari apa yang diharapkan. Hal ini dipicu oleh pertumbuhan ekonomi domestik yang kurang maksimal.
Padahal, syarat saat negara berkembang naik kelas menjadi negara maju, pertumbuhan ekonomi tahunannya harus mencapai 7% secara berturut-turut selama 15 tahun. Kenyataannya selama delapan tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Indonesia bahkan belum mencicipi pertumbuhan di atas 6% per tahun.
Indonesia pernah mencapai pertumbuhan sebesar itu pada masa Orde Baru, tapi durasinya tidak sampai 15 tahun.
Ekonomi Indonesia memang sempat melambung ke level 7,08% (yoy) pada kuartal II-2021. Namun, lonjakan pertumbuhan lebih disebabkan oleh basis perhitungan yang sangat rendah pada kuartal II-2020 yakni kontraksi sebesar 5,32% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 bisa mencapai 5,31% (yoy). Titik tertinggi sejak 2013.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata pertumbuhan ekonomi pada 2015-2022 mencapai 4% per kuartal. Pencapaian tersebut jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata per kuartal era awal reformasi (2000) hingga 2014 yakni 5,34%.
"Pertumbuhan ekonomi kita yang 5%-an masih baik, tapi tentu saja masih kalah dibandingkan dengan Vietnam dan Thailand," jelas Rektor Universitas Paramadina, Didik J Rachbini saat melakukan rapat dengar pendapat umum dengan Banggar DPR kemarin, dikutip Selasa (14/2/2023).
Didik mengungkapkan, pada 2020, semua indikator pertumbuhan ekonomi nasional masih merah, tetapi sekarang sudah hijau kembali. Artinya sudah kembali beranjak normal.
Pada kesempatan yang sama, Ekonom Senior & Menteri Keuangan Indonesia (2014-2016) Bambang Brodjonegoro juga menyampaikan pandangannya.
Bambang bahkan sampai memperingatkan pemerintah, bahwa stagnasi pertumbuhan ekonomi 5% adalah ancaman bagi Indonesia yang memiliki cita-cita bisa menjadi negara maju pada 2045.
Seperti diketahui, Indonesia bercita-cita menjadi negara maju dan masuk sebagai kekuatan lima besar dunia, pada satu abad setelah kemerdekaan atau tepatnya pada 2045. Hal tersebut telah dituangkan dalam sebuah dokumen Visi Indonesia 2045.
"Karena seolah-olah pertumbuhan ekonomi Indonesia ini sudah agak stagnan di sekitar 5%. Padahal kita belum jadi negara maju," ujarnya.
Dia menambahkan biasanya stagnasi pertumbuhan ekonomi terjadi ketika negara itu sudah masuk jadi negara maju.
'Si Faktor X'
Ekonom Senior Faisal Basri mengungkapkan akar masalah gagalnya Indonesia menjadi negara maju. Penyebab dari masalah ini adalah kondisi pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia yang saat ini mengalami penurunan sangat drastis, bahkan kondisi pertumbuhan sektor barang di Indonesia masih di bawah pertumbuhan ekonomi tahun ini yang mencapai 5,31%. Pertumbuhan tinggi justru didominasi oleh sektor jasa sepanjang tahun 2022.
"Penurunan industri manufaktur dalam PDB di Indonesia kencang banget, belum tinggi sudah turun, terus turunnya tinggi sekali. Bandingkan dengan China, Thailand, Korea, Korea saja negara maju industrinya masih kencang. Indonesia sudah jauh meninggalkan industri bahkan ini akan disusul oleh Vietnam," jelasnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (14/2/2023).
Berdasarkan data yang ditunjukkan Faisal, pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia mengalami penurunan drastis sejak 2001. Pada 2001, kondisi pertumbuhan manufaktur Indonesia mencapai 29,1%, namun sayangnya angka ini terus anjlok hingga 2022 yang hanya mencapai 18,3% saja.
Jika dibandingkan dengan negara lain, puncak pertumbuhan manufaktur mereka jauh lebih tinggi dari Indonesia, seperti China di level 40,1%, Malaysia dan Thailand 31%. Bahkan, Faisal menekankan saat ini kondisi pertumbuhan manufaktur mereka masih tergolong tinggi dibandingkan Indonesia yang terus menurun.
"Industri kita baru 29% sudah turun, harusnya naik lagi, dia turunnya terlalu cepat makanya disebut early sign of deindustrialization," katanya.
"China industrinya bakal turun, tapi sudah mencapai industri yang paripurna baru turun, Malaysia 31% baru turun, Thailand 31% sudah turun, Indonesia belum 30% sudah turun," ujarnya dengan nada kecewa.
Lebih lanjut, dia menilai dari 17 sektor penopang perekonomian Indonesia, seluruh sektor yang berada di atas PDB Indonesia tahun 2022 yang sebesar 5,31% adalah sektor jasa.
Sedangkan sisanya sektor barang yang meliputi pertanian, industri manufaktur dan pertambangan berada di bawah itu. Kondisi ini, kata Faisal, membuktikan bahwa Indonesia hanya jago di kandang saja dan produknya belum mampu bersaing di kancah internasional.
"Kita lihat kualitas pertumbuhan yang tumbuh luar biasa sampai 19% (transportasi) dan 12% (akomodasi) yang tinggi ini semuanya tanpa terkecuali adalah sektor jasa. Sektor jasa ini umumnya enggak bisa diekspor, misalnya sektor listrik, jasa pemerintahan, tidak bisa, dia jago kandang."
Padahal untuk mendongkrak perekonomian Indonesia, seharusnya sektor barang seperti pertanian, pertambangan, dan industri manufaktur yang didorong untuk tumbuh tinggi. Dia menilai sektor barang memiliki nilai kompetitif, membuka banyak lapangan kerja formal, dan bisa menggenjot ekspor Indonesia. Namun sayangnya, nilai pertumbuhannya masih setengah dari pertumbuhan di sektor jasa.
Fakta inilah yang menjadi alasan mengapa Indonesia gagal mencapai pertumbuhan 7% saat ini.
(haa/haa)