
Ekonomi Tumbuh Tinggi Tak Jaminan RI Jadi Negara Maju, Loh?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak menjadi jaminan suatu negara menjadi maju. Hal ini yang harus menjadi perhatian serius bagi Calon Presiden (capres) mendatang.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Teguh Dartanto mengatakan, suatu negara dianggap sebagai negara maju bukan berpedoman pada perhitungan pertumbuhan ekonomi suatu negara secara tahunannya saja, melainkan didasari atau Gross National Income (GNI) per kapita. Artinya, hanya mengukur pendapatan warga negara Indonesia sendiri tanpa memperhitungkan investasi asing langsung.
"Itu adalah dihitung pendapatan WNI, sehingga kalau di negara kita didominasi investasi atau banyak sekali foreign direct investment, maka itu tidak menjadi bagian perhitungan GNI," kata Teguh dalam program Profit CNBC Indonesia.
"Ini yang perlu kita pahami bahwa yang selalu disampaikan ke masyarakat adalah tentang pertumbuhan ekonomi saja," tegasnya.
Teguh menuturkan, ukuran GNI per kapita pun pertumbuhannya selalu lebih rendah 1% ketimbang pertumbuhan ekonomi secara tahunan. Dengan demikian, bila pemerintah menargetkan ekonomi Indonesia tumbuh 5,3% pada tahun ini, maka pertumbuhan GNI per kapita hanya tumbuh 4,3%.
"Sehingga kalau kita hanya tumbuh 5,3%, maka sebenarnya pertumbuhan income penduduk Indonesia itu hanya sekitar 4,3%," ungkap Teguh.
Berdasarkan perhitungan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Bappenas, untuk bisa menjadi negara maju pada 2045 dan lepas dari jebakan negara berpendapatan menengah, maka Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi per tahun minimal sebesar 6%. Maka, realisasi pertumbuhan selama ini di bawah 5% menurut Teguh masih jauh dari target.
"Tapi berdasarkan pengalaman negara lain, yaitu negara China, Malaysia, Thailand, Korea Selatan dan Brazil bahwa setelah rata-rata negara masuk kategori upper middle income countries, hanya China yang sanggup memiliki pertumbuhan di atas 6,5%," tutur Teguh.
Lembaga Penyelidikan Ekonomi & Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia dalam White Paper bertajuk Dari LPEM bagi Indonesia: Agenda Ekonomi dan Masyarakat 2024-2029 pun telah mencatat sejumlah sinyal Indonesia bisa gagal sebagai negara maju pada 2045.
Teguh menjadi salah satu penulis dalam white paper tersebut dengan paper berjudul Menavigasi Jalan Indonesia Menuju 2045: Kesetaraan dan Mobilitas Ekonomi. Menurutnya, Indonesia belum memenuhi syarat cukup dan syarat perlu untuk menuju negara berpendapatan tinggi layaknya China, Malaysia, Korea Selatan, Thailand, dan Brazil, ketika mereka pertama kali masuk dalam kelompok negara berpendapatan tinggi.
LPEM FEB UI mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia terbilang stagnan dan tak pernah jauh di atas level kisaran 5%, pertumbuhan kredit per tahun pun tak pernah tembus 15%, rasio pajak terhadap PDB tak pernah melampaui 11% dan bahkan hanya 9,9% satu dekade terakhir, hingga kontribusi industri terhadap PDB yang terus merosot hingga kini di level 18% dan kemiskinan ekstrem yang persisten di level 1,7%.
"Kami sendiri jujur dan terbuka bahwa dengan kondisi saat ini, atau kondisi yang seperti ini kemungkinan besar memang Indonesia akan sulit menjadi negara berpendapatan tinggi pada 2045," ucap Teguh.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Potret Negara dengan Pertumbuhan Tercepat Dunia, Dulu Miskin!
