Terjerat Kemiskinan,Taliban "Restui" Penyelundupan Dolar

Muhammad Azwar, CNBC Indonesia
Rabu, 08/02/2023 17:20 WIB
Foto: Pejuang Taliban merayakan satu tahun sejak mereka merebut ibukota Afghanistan, Kabul, di depan Kedutaan Besar AS di Kabul, Afghanistan, Senin (15/8/2022). Taliban menandai peringatan tahun pertama pengambilalihan mereka setelah negara yang didukung barat melarikan diri dan militer Afghanistan hancur dalam menghadapi pemberontak. (AP Photo/Ebrahim Noroozi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ribuan dolar Amerika Serikat (AS) terus diselundupkan dari Pakistan ke Afghanistan setiap harinya. Penyelundupan marak terjadi karena ekonomi Afghanistan dalam tekanan besar setelah rezim Taliban menguasi negara tersebut.

Seperti diketahui, rezim Taliban kembali menguasai Afghanistan sejak Agustus 2021. Dunia Barat menolak rezim tersebut dan memutuskan untuk membukukan cadangan devisa emas pemerintah Afghanistan di luar negeri.

Keputusan tersebut memperparah krisis ekonomi negara yang dijuluki "Kuburan Para Penguasa" tersebut.


Muhammad Zafar Paracha, sekretaris umum Asosiasi Perusahaan Valuta Asing (valas) Pakistan menyebutkan bahwa pedagang dan penyelundup membawa uang selundupan senilai $5 juta atau sekitar Rp 75,47 miliar (kurs US$1 = Rp 15.095) melintasi perbatasan setiap hari.

Angka ini lebih besar dari likuiditas sebanyak $17 juta yang disuntikkan Bank Sentral Afghanistan ke pasar setiap minggunya.

Aliran gelap ini menunjukkan bagaimana Taliban menghindari sanksi setelah mereka mengambil alih negara pada 2021.

Selundupan tersebut berdampak negatif terhadap Pakistan, Selundupan tidak hanya menyusutkan cadangan devisa (cadev) mereka tetapi juga ikut memperbesar tekanan pada rupee Pakistan. Terlebih, mata uang rupee tengah terjun bebas ke level terendah setelah ekonomi mereka diambang kehancuran.

"Mata uang terus diselundupkan tanpa keraguan. Ini menjadi bisnis yang cukup menguntungkan"," kata Paracha melalui telepon, dikutip dari Bloomberg.

Ketika Taliban merebut kembali Kabul setelah dua dasawarsa "terbuang" pada 2021, AS dan Eropa memblokir lebih dari $9 miliar cadangan devisa Bank Sentral Afghanistan.

Langkah tersebut diambil untuk mengantisipasi digunakannya cadev oleh kelompok militan Taliban untuk terorisme.

Atas tekanan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), AS setuju melepaskan setengahnya untuk membantu perekonomian.  Namun, keputusan tersebut ditangguhkan setelah Taliban melarang perempuan Afghanistan untuk mengenyam pendidikan atau bekerja.

Tujuh belas bulan setelah Taliban berkuasa, Afghanistan masih berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dan kondisi hak asasi manusia terus memburuk.

PBB memperingatkan bahwa lebih dari setengah populasi menghadapi krisis kelaparan akut selama musim dingin yang keras. Namun, uang dari negara tetangga - Pakistan, membantu rezim untuk bertahan.

"Afghanistan memiliki kebutuhan $10 hingga $15 juta per hari," kata Khurram Schehzad, CEO di Alpha Beta Core Solutions Pvt Ltd., sebuah konsultan keuangan di ibukota komersial Pakistan, Karachi.

Dia menambahkan setengah dari kebutuhan ini diperkirakan berasal dari Pakistan.  Juru bicara Bank Sentral Afghanistan Haseeb Noor menjelaskan mereka memiliki cadangan dolar yang cukup untuk mendukung perekonomian.

Beberapa cadangan ini berasal dari PBB yang telah menyalurkan bantuan kemanusiaan sekitar US$40 juta setiap minggunya sejak tahun lalu.

Mengingat Afghanistan terputus dari sistem perbankan global, uang ini dikirim dalam bentuk tunai ke Kabul dan harus dikonversikan menjadi afghani, mata uang lokal, setelah tiba.


(mae)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Industri Genset Terimbas Efisiensi, Pelaku Usaha Berharap Ini

Pages