RI Rugi Besar Pak Jokowi, Aturan Dolar Eksportir Harus Ketat!
Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto berharap agar pemerintah dapat mengatur dengan ketat dan tegas aturan devisa hasil ekspor (DHE) di tanah air.
"Itu harus ada ketegasan, karena mereka melakukan bisnis dengan menjual hasil bumi ke luar negeri. Jadi, mau tidak mau harus ada konsekuensinya di mana penegasan terkait hasil ekspor di dalam negeri itu harus diperketat," jelas Myrdal kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (19/1/2023).
Ketegasan pemerintah dan otoritas dalam mengatur DHE, menurut Myrdal sangat dibutuhkan dengan segera, mengingat kondisi likuiditas global yang saat ini mulai mengetat.
"Membuat perbankan secara global juga berlomba-lomba untuk menarik eksportir supaya stay di perbankan mereka. Jadi, mau tidak mau kita harus bikin aturan," ujarnya.
"Bikin aturan yang tegas itu pasti, terutama untuk eksportir yang mendapatkan dolarnya akibat menjual hasil bumi Indonesia," kata Myrdal lagi.
Myrdal menilai aturan DHE memang dibutuhkan strategi yang matang. Apalagi, pengawasan DHE di dalam negeri melibatkan beberapa otoritas yakni Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
"Karena LPS ini kan yang menentukan suku bunga minimal penjaminan, terutama untuk deposito dolar. Di satu sisi, BI juga harus ada koordinasi, karena mereka yang punya neraca terkait posisi dolar yang sedang dipegang dalam bentuk cadangan devisa," jelas Myrdal.
Oleh karena itu butuh aturan yang rigid dan spesifik dalam melakukan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan atau Pengolahan Sumber Daya Alam.
Pun dalam praktik pengawasan DHE nantinya, masing-masing otoritas harus bersinergi dan kompak. Jangan sampai timbul masalah baru di sektor keuangan tanah air.
Selain sinergi dan kekompakan antar otoritas, menurut Myrdal aturan DHE juga harus dibikin semenarik mungkin, agar eksportir mau menaruh valas atau dolarnya di dalam negeri.
"Jangan sampai kita kalah lagi oleh perbankan yang ada di negara tetangga, seperti contohnya di Singapura atau Hongkong," ucap Myrdal.
Myrdal mengatakan, agar aturan mengenai suku bunga pinjaman valas nantinya harus disesuaikan dengan kondisi pasar maupun likuiditas valas yang tersedia.
"Idealnya ada koordinasi yang baik antara BI, LPS, maupun perbankan terkait aturan bunga simpanan dolar yang menarik dan kompetitif bagi eksportir, khususnya eksportir hasil bumi Indonesia," tuturnya.
"Aturan bunga pinjaman seharusnya sesuai dengan kondisi pasar maupun likuiditas dolar yang tersedia. Tidak bisa harus rigid penerapannya," kata Myrdal lagi.
(cap/cap)