RI 'Celaka 12'! Bumi Habis Dikeruk, Dolar Dibawa Kabur

Jakarta, CNBC Indonesia - Celaka 12 adalah istilah mahsyur untuk mengambarkan kondisi supersulit atau seseorang yang mendapatkan kesusahan bertubi-tubi. Kondisi ini cocok untuk menggambarkan nasib Indonesia yang mengalami perang dolar di negeri sendiri.
Perang dolar ini dipicu oleh eksportir, terutama eksportir hasil tambang, yang hobi menempatkan devisa hasil ekspor (DHE) di luar negeri. Padahal, cuan eksportir tersebut berasal dari bumi Indonesia. Alasan yang berkembang dari kalangan eksportir, menyimpan dolar di luar negeri membantu mereka dari sisi neraca keuangan.
Pertama, menyimpan dolar di bank luar negeri disebabkan karena penarikan utang dalam mata uang asing dari bank yang sama. Kedua, imbal hasil bunga yang lebih tinggi. Ketiga, terkait dengan ragam instrumen, bank di negara lain memiliki instrumen variatif.
Sayangnya, praktik ini selalu menimbulkan tekanan terhadap likuiditas moneter dan stabilitas rupiah. Sepanjang 2022, Indonesia sukses membukukan ekspor senilai US$ 291,98 miliar pada 2022. Ini adalah nilai ekspor tertinggi dalam sejarah. Namun ironisnya, cadangan devisa (cadev) justru menurun US$ 7,7 miliar pada tahun lalu, dibandingkan posisi US$ 144,91 miliar pada Desember 2021.
Artinya, banyak dolar eksportir yang tidak tercatat ataupun tersimpan di perbankan Tanah Air. Praktik ini bukan terjadi saat ini saja.
Pada tahun 2019, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian 2015-2019 Darmin perna mengemukakan bahwa ekonomi Indonesia bocor. Menurutnya, dari catatan yang dipunyai BI (Bank Indonesia), semua ekspor yang masuk devisanya hanya 80% - 81%.
"Yang terjadi adalah tadi 80-81% masuk berarti 19%-20% tidak masuk. Kemudian berapa yang ditukar ke rupiah, 15%," katanya dikutip Rabu (18/1/2023).
"Dalam kaidah ekonomi kalau devisa tidak masuk, itu bocor, namanya. Ekonominya bocor. Sehingga mengurangi cadev, juga mengurangi kemampuan penambahan uang beredarnya," lanjut Darmin.
Menurutnya, tambahan uang beredar itu akan sangat langsung kalau valasnya masuk. "Kalau Anda lihat di BI, mengenai uang-uang yang beredar salah satu di antaranya adalah ekspor-impor."
Dia menuturkan tidak masuknya DHE disebabkan oleh aturan dan Undang-Undang (UU) yang memperbolehkan eksportir membawa dolar ke luar negeri setelah pencatatan, tanpa ada kewajibann konversi ke rupiah.
"Waktu saya Gubernur BI beberapa tahun lalu, mungkin 2011, itu untuk memaksa [DHE] menjadi 80%, waktu itu mendekati 85%. Itu pergulatan dua tahun menghadapi dunia usaha, terutama [perusahaan] migas dan pertambangan. Itu melawan dia, UU boleh kenapa Anda suruh-suruh saya," tegasnya.
Sebagai catatan, volume nilai dan ekspor batu bara Indonesia ke kawasan Uni Eropa melesat pada 2022. Lonjakan ekspor ditopang oleh tingginya permintaan dan harga setelah perang Rusia-Ukraina meletus.
BPS melaporkan volume ekspor batu bara Indonesia ke Uni Eropa menyentuh 5,85 juta ton pada Januari-Desember 2022. Volume ini melonjak 1.373% dibandingkan pada 2021 yang hanya tercatat 396.582 ton.
Secara nilai, ekspor batu bara RI ke Uni Eropa menembus US$ 1,055 miliar sepanjang 2022. Nilai tersebut melesat 4.114% dibandingkan pada 2021 yang mencapai US$ 25,044 juta.
Italia, Spanyol, Jerman, hingga Polandia merupakan beberapa negara yang meningkatkan pemesanan batu bara Indonesia dalam jumlah sangat besar. Ini bukti kuat bahwa hasil bumi Indonesia benar-benar dikeruk habis.
Di mana Dolar RI?
Direktur Teknis Kepabeanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, R. Fadjar Donny Tjahjadi mengatakan, dari hasil pemantauan pihaknya, kondisi ini lebih disebabkan ekspor Indonesia yang lebih memilih menaruh dolar hasil ekspornya ke negara lain, seperti Singapura.
"Memang kalau kita perhatikan dalam fenomena terakhir tidak bisa dipungkiri ada pendapatan dari hasil ekspor yang disimpan di bank-bank Singapura yang kita lihat di tengah fenomena penguatan dolar Amerika," kata Fajar seperti dikutip dari acara Power Lunch CNBC Indonesia, dikutip Kamis (19/1/2023).
Menurut Fajar, kecenderungan eksportir menempatkan dolarnya di bank-bank Singapura ketimbang perbankan dalam negeri karena tingkat suku bunga deposito yang ditawarkan mereka jauh lebih tinggi dibandingkan di Indonesia. Mereka menawarkan tingkat bunga hingga 3-4%
"Kalau kita perhatikan sepertinya di Bank Singapura ini menawarkan rate yang lebih tinggi, lebih dari 3-4% setahun untuk dolar AS yang biasanya ditempatkan di deposito berjangka," ujar dia.
![]() Pekerja memperlihatkan uang dolar di salah satu gerai money changer di Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo) |
Sementara itu, tingkat suku bunga deposito yang ditawarkan bank-bank di Indonesia menurutnya rata-rata hanya di kisaran 1,25-1,75% saja dalam satu tahun. Akibatnya selisih suku bunga ini yang membuat para eksportir dalam negeri tak tertarik menempatkan dolarnya di dalam negeri.
"Sehingga karena daya tarik keuntungan untuk menyimpan atau menabung di perbankan luar negeri memang lebih besar sehingga kecenderungannya eksportir tidak mau menaruh uang di Indonesia," tuturnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini sudah memutuskan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengelolaan Sumber Alam.
Keputusan ini ditetapkan setelah menggelar rapat kabinet terbatas di Istana Kepresidenan, Rabu (11/1/2023). Dari hasil rapat kabinet ditetapkan bahwa pemerintah akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE).
Alasan Jokowi memutuskan kebijakan besar ini, karena dirinya ingin eksportir menaruh devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian cadangan devisa dan fundamental Indonesia semakin kuat. Adapun hingga saat ini, pemerintah mengaku masih menyiapkan revisi PP tersebut.
Pakar Ekonomi Universitas Indonesia Fithra Faisal mengungkapkan best practice kebijakan DHE yang bisa ditiru Indonesia adalah kebijakan di Thailand. Bank sentral Thailand beberapa kali melakukan revisi terhadap rezim devisa mereka.
Tidak hanya ekspor barang, kata Fithra, Negara Gajah Putih juga menerapkan rezim bebas mereka kepada ekspor jasa.
Pada Maret 2021, bank sentral Thailand menaikkan batas DHE yang tidak harus direpatriasi menjadi US$ 1 juta dari sebelumnya US$ 200.000. Di atas US$ 1 juta maka DHE harus direpatriasi ke baht.
Repatriasi dilakukan paling terlambat 360 hari setelah mendapat pembayaran. DHE juga diwajibkan mengendap dan baru bisa ditransaksikan lagi setelah 360 hari.
"Dari sisi best practice, Thailand DHE mereka antara 6 bulan sampai 1 tahun. Mereka sudah best practice, kita pun untuk melakukan itu gak masalah," jelas Fithra.
Direktur Utama bank swasta terbesar di Indonesia, PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Jahja Setiaatmadja mendukung rencana pemerintah merevisi kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE). Dia yakin engendalian DHE di Indonesia akan berdampak positif terhadap pasar keuangan maupun perekonomian.
Lewat pengendalian DHE, maka pasokan valas akan bertambah. Pasokan valas sangat penting guna meredam penguatan dolar Amerika Serikat (AS), sehingga pergerakan nilai tukar rupiah bisa tetap stabil.
Menurut Jahja, di saat pemerintah melakukan revisi kebijakan DHE, otoritas keuangan perlu menyiapkan produk instrumen keuangan yang menarik agar pemilik dolar AS mau menempatkannya di dalam negeri.
Instrumen keuangan yang menarik juga sangat membantu agar investor asing tidak cepat lari dari pasar keuangan Indonesia.
"Kita harus menyiapkan beberapa produk - produk yang menarik juga. Mereka diminta membawa dolar ke dalam negeri produk apa yang menarik untuk mereka itu bener bener merasa menguntungkan juga kalau ditaruh di dalam negeri," ujarnya.
Terlepas dari pengaturan DHE yang akan segera dituangkan pemerintah dalam revisi PP No.1 Tahun 2019, semua pihak harus ingat dasar hukum dasar Indonesia telah mengatur bahwa kekayaan alam di bumi pertiwi adalah milik negara.
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dalam Pasal 33 Ayat 3 telah menegaskan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
[Gambas:Video CNBC]
Dolar Eksportir Akan Ditahan 1 Tahun? Ini Jawaban Sri Mulyani
(haa/haa)