
Ricuh 'Uang Rakyat' antara Jokowi, Sri Mulyani & Ganjar

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo naik pitam mendapatkan data yang membuktikan bahwa karena daerah tidak menggunakan secara maksimal kas anggarannya. Pemerintah daerah se-Indonesia ketahuan mengendapkan APBD total Rp 123 triliun di perbankan.
Kekesalan Jokowi ditumpahkan kepada Gubernur, Bupati dan Walikota dalam Rapat Koordinasi Nasional Kepala Daerah (Rakornas) dan Forkopimda Tahun 2023, di Sentul International Convention Center, Bogor, Selasa (17/1/2023).
Jokowi menuturkan bahwa anggaran dana daerah yang mengendap di perbankan sebesar Rp 123 triliun pada 2022 tersebut naik 8,48% dibandingkan realisasi dana daerah yang mengendap di perbankan pada 2021 yang sebesar Rp 113,38 triliun. Padahal seharusnya APBD yang hanya parkir di perbankan tersebut dapat membantu perekonomian di daerahnya.
"APBD yang ada di bank akhir tahun 2022 berada di angka Rp 123 triliun. Ini jangan ditepuk tangani. Sekarang saya lihat harian uangnya Provinsi ada berapa, kabupaten ada berapa, paling banyak dimana," jelas Jokowi.
Oleh karena itu, Jokowi memintah kepada seluruh pemda, terutama yang memiliki APBD yang besar, untuk bisa merencanakan dengan arif dan bijak program sebelum tahun berjalan di tahun 2023.
"Saya mengajak kepada seluruh pemda, terutama yang PAD (Pendapatan Asli Daerah) nya besar, yang Dana Bagi Hasilnya besar. Artinya pajak parkir, pajak restoran, hotel yang besar, mulai saya ingatkan mendesain program. Merencanakan program sebelum tahun berjalan," ujar Jokowi.
Agar APBD yang bisa dikelola oleh daerah, kata Jokowi tidak berujung menjadi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA). Pun, pemerintah telah memberikan ruang bagi daerah untuk dapat membangun dana abadi.
"Kalau pemerintah pusat punya SWF, daerah bisa masukan PAD besar, disisihkan, ditabung di dana abadi," ujar Jokowi.
Kekesalan Jokowi ini ditimpali oleh Sri Mulyani yang naik panggung di acara Rakornas dan Forkopimda setelah Jokowi.
Sri Mulyani memastikan bahwa pihaknya akan terus berkoordinasi dengan pemerintahan daerah supaya alokasi anggaran yang telah disalurkan dari APBN ke APBD bisa betul-betul diminati masyarakat.
"Tadi Pak Presiden singgung dana pemda di daerah yang di perbankan mencapai Rp 123 triliun pada akhir Desember," kata Sri Mulyani dalam acara Rakornas Kepala Daerah di Sentul, Bogor, dikutip Kamis (19/1/2023).
"Kami akan terus kerja sama dengan daerah untuk terus menjaga agar optimalisasi anggaran yang sudah dialokasikan bisa betul-betul bermanfaat bagi masyarakat," tegas Sri Mulyani.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tidak terima dengan data yang dipaparkan Presiden dan Menteri Keuangan. Dia mengungkapkan data yang diungkapkan belum mencerminkan kondisi riil. Ganjar pun meminta ada komunikasi dengan pemerintah pusat dan daerah.
"Persoalannya menkeu (Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati) selalu pakai data dari BI, nggak fair, sorry lho. Saya sudah komunikasi dengan Kemenkeu. Saran saya agar datanya real, duduk komunikasi dengan kami," kata Ganjar di kesempatan yang sama.
Ketika dihubungi CNBC Indonesia, dia pun menegaskan tidak adanya niatan jahat dari pemerintah daerah mengendapkan dana-dananya di perbankan.
Ganjar menjelaskan bahwa dana yang mengendap di perbankan selama ini lebih disebabkan berbagai persoalan, seperti untuk tabungan pemilihan kepala daerah atau pilkada, hingga sisa uang klaim layanan kesehatan di RSUD (BLUD) dari Pemerintah Pusat yang hanya bisa digunakan setelah adanya APBD perubahan.
"Ini yang saya sampaikan berkali-kali. Tapi karena Kemeterian Keuangan suka eksposur itu ya akhirnya kita-kita yang serius dan tidak ada mens rea atau niat jahat untuk menyembunyikan, tidak membelanjakan, apalagi mencari bunganya, ya saya enggak setuju, saya protes itu," ujar Ganjar kepada CNBC Indonesia, Jakarta, Rabu (18/1/2023).
Tidak hanya Ganjar yang tidak menerima data tersebut, Wali Kota Bogor Bima Arya juga mengungkapkan bahwa endapan dana pemerintah daerah itu bukan tidak terserap, tapi ada masalah juklak dan juknis dari pemerintah pusat yang terlambat.
"Juklak, Juknis, telat maka tidak terserap," kata Bima.
Kementerian Keuangan ketika dimintai konfirmasi tidak segera menjawab hingga detik ini. Dirjen Perimbangan Keuangan Luky Alfirman dan Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo hingga saat ini belum memberikan konfirmasi apapun terkait data tersebut.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ganjar Protes Sri Mulyani Soal Dana Pemda 'Ngendap' di BPD