Neraca Dagang Surplus, Dolarnya Tak Ada, Lari Kemana?

News - Tim Redaksi, CNBC Indonesia
18 January 2023 10:15
Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo) Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kemelut kelangkaan dolar AS masih menjadi sorotan banyak pihak, termasuk pemerintah dan dunia usaha. Pasalnya, kondisi ini tidak mencerminkan perekonomian Tanah Air.

Neraca dagang Indonesia mencatatkan surplus selama 32 bulan berturut-turut pada Desember 2022. Hal ini sejalan dengan kinerja ekspor yang ciamik akibat booming komoditas.

Sepanjang tahun 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 291,98 miliar. Ini adalah kinerja tertinggi sepanjang.

Berbanding terbalik dengan kinerja ekspor, cadangan devisa justru menurun sebanyak US$ 7,7 miliar pada 2022. Adapun, kondisi kebocoran DHE ini diduga diakibatkan oleh eksportir yang membawa kabur dolar AS ke luar negeri. Diketahui, banyak eksportir yang memiluh menyimpan dolarnya di bank luar negeri, terutama Singapura.

Direktur Teknis Kepabeanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, R. Fadjar Donny Tjahjadi mengatakan, dari hasil pemantauan pihaknya, kondisi ini lebih disebabkan ekspor Indonesia yang lebih memilih menaruh dolar hasil ekspornya ke negara lain, seperti Singapura.

"Memang kalau kita perhatikan dalam fenomena terakhir tidak bisa dipungkiri ada pendapatan dari hasil ekspor yang disimpan di bank-bank Singapura yang kita lihat di tengah fenomena penguatan dolar Amerika," kata Fajar seperti dikutip dari acara Power Lunch CNBC Indonesia, dikutip Rabu (18/1/2023).

Menurut Fajar, kecenderungan eksportir menempatkan dolarnya di bank-bank Singapura ketimbang perbankan dalam negeri karena tingkat suku bunga deposito yang ditawarkan mereka jauh lebih tinggi dibandingkan di Indonesia. Mereka menawarkan tingkat bunga hingga 3-4%

"Kalau kita perhatikan sepertinya di Bank Singapura ini menawarkan rate yang lebih tinggi, lebih dari 3-4% setahun untuk dolar AS yang biasanya ditempatkan di deposito berjangka," ujar dia.

Sementara itu, tingkat suku bunga deposito yang ditawarkan bank-bank di Indonesia menurutnya rata-rata hanya di kisaran 1,25-1,75% saja dalam satu tahun. Akibatnya selisih suku bunga ini yang membuat para eksportir dalam negeri tak tertarik menempatkan dolarnya di dalam negeri.

"Sehingga karena daya tarik keuntungan untuk menyimpan atau menabung di perbankan luar negeri memang lebih besar sehingga kecenderungannya eksportir tidak mau menaruh uang di Indonesia," tuturnya.

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno blak-blakan memberitahu alasan pengusaha enggan menyimpan Devisa Hasil Ekspor (DHE) ke Indonesia. Menurutnya, kelangkaan instrumen dolar AS di pasar keuangan Indonesia adalah penyebabnya.

"Jadi ini karena pasarnya kita masih kurang mendukung untuk berkembangnya instrumen-instrumen US Dolar itu, jadi eksportir ya tetap larinya ke luar walaupun masuknya sih ke sini mungkin satu dua hari, diam, tapi kalau belum dipakai ya keluar lagi," tegasnya kepada CNBC Indonesia, beberapa waktu lalu.

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri melihat situasi ini telah membuat ekonomi dalam negeri tidak mampu tumbuh optimal. Bahkan lebih cenderung mampu digoyang oleh sentimen global.

"Ini kan kelebihannya bisa kita tabung untuk beli macam-macam, tapi rupiahnya melemah, ini mengapa? Kita lihat struktur ekspornya," ujar Faisal dalam diskusi Catatan Awal Tahun Indef 2023 secara daring, Kamis (5/1/2023).


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Eksportir Dukung DHE Demi Devisa, Tapi Butuh Perbaikan Ini!


(haa/haa)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading