CNBC Indonesia Research

Krisis Dunia Ada Baiknya Bagi Umat Manusia, Ini Buktinya!

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
12 January 2023 09:40
PLN
Foto: dok PLN

Jakarta, CNBC Indonesia - Jumlah emisi karbon di dunia cenderung mengalami kenaikan dalam enam dekade terakhir. Namun, ada beberapa momen penurunan emisi karbon yang justru terjadi saat krisis melanda dunia.

Jumlah emisi karbon di dunia cenderung mengalami kenaikan dalam enam dekade terakhir. Hal itu seiring dengan besarnya penggunaan bahan bakar fosil, baik di industri, transportasi, dan pemakaian alat elektronik.

Data Global Carbon Project menunjukkan, emisi karbon tercatat sebesar 9.388 juta ton (MtCO2) karbon dioksida pada 1960. Jumlahnya terus mengalami kenaikan hingga mencapai 37124 MtCO2 pada 2021.

Meski trennya terus mengalami kenaikan, namun ada beberapa momen ketika emisi karbon di dunia mencatatkan penurunan. Kondisi itu kerap terjadi ketika dunia dilanda krisis.

Krisis Minyak Tahun 1973-1975

Penurunan emisi karbon dunia terjadi pada 1973-1975. Tim Riset CNBC menelisik lebih dalam kenapa emisi karbon bisa mengalami penurunan pada periode tersebut. Ternyata terjadi krisis pada 1973-1975 karena OPEC menaikkan harga minyak yang menyebabkan stagflasi di Amerika Serikat.

Pada saat itu, minyak bumi merupakan salah satu komoditas yang sangat penting ketika memasuki abad ke-20, sebab minyak mulai digunakan sebagai bahan baku industri, bahan bakar kendaraan bermotor sampai keperluan rumah tangga.

Kemudahan dan kenyamanan hidup berkat adanya minyak mulai goyah sesaat setelah terjadi krisis minyak tahun 1973-1974, terutama bagi negara-negara industri (Eropa Barat, Jepang, dan Amerika Serikat). Krisis minyak tahun 1973-1974 yang menimbulkan dampak secara langsung, tidak hanya bagi negara-negara industri tetapi juga bagi perekonomian dunia.

Krisis minyak tahun 1973-1974 bukan hanya masalah ekonomi, melainkan lebih kompleks menyangkut permasalahan politik sehingga, krisis tersebut harus segera diatasi

Krisis minyak 1973 ditandai kenaikan harga minyak lebih 300% yang menyebabkan stagflasi dan krisis ekonomi di berbagai negara.Di AS, pemandangan orang antre di pompa bensin, menghiasi halaman berbagai surat kabar dan memicu kepanikan.

Penjatahan dan efisiensi bahan bakar diberlakukan. Di AS berlaku pemotongan dan penurunan konsumsi bahan bakar, dan di Perancis kantor harus mematikan lampu setelah pukul sepuluh malam. Di Inggris, pemerintah memotong hari kerja menjadi tiga hari per minggu untuk mengurangi konsumsi listrik.

Dalam sebuah sejarah krisis, akan ada banyak persoalan yang mengukir pelajaran. Salah satunya turunnya emisi karbon dalam catatan sejarah dunia.

Baca Halaman Selanjutnya >>> Krisis yang Bisa Turunkan Emisi Karbon Dunia

Krisis 1980: Pembubaran Uni Soviet

Emisi karbon juga terpantau menurun ketika krisis minyak pada 1980-an dan pembubaran Uni Soviet pada akhir 1991.

Uni Soviet merupakan salah satu negara adikuasa pemenang Perang Dunia II. Pada 1947-1991, Uni Soviet menjadi pusat dari aliansi negara komunis Blok Timur selama Perang Dingin.

Hingga awal tahun 1991, Uni Soviet adalah negara dengan wilayah kekuasaan terbesar di dunia. Masa kejayaan Uni Soviet tidak mampu bertahan lama. Setelah 69 taun berdiri, Uni Soviet mengalami keruntuhan pada Desember 1991.

Keruntuhan Uni Soviet bermula dari kemerosotan ekonomi pada sekitar tahun 1980. Kemerosotan ekonomi tersebut berdampak negatif pada seluruh aspek kehidupan Uni Soviet.

Keruntuhan Uni Soviet memberikan dampak yang masif bagi aspek sosial, ekonomi dan politik dunia. Terlebih, menimbulkan krisis ekonomi di kawasan Eropa Timur.


Krisis Keuangan 2008-2009

Penurunan emisi karbon juga terjadi ketika krisis keuangan pada 2008-2009. Ini merupakan krisis finansial terburuk dalam 80 tahun terakhir, bahkan para ekonom dunia menyebutnya sebagai the mother of all crise.

Krisis keuangan pada periode ini diawali dengan terjadinya subprime mortgage di Amerika Serikat (AS) yang berimbas ke krisis sektor finansial lebih dalam. Masalah ini terjadi karena industri hipotek memberikan dana kepada para peminjam yang sebenarnya tidak mampu membayar. Sehingga terjadi peningkatan kebangkrutan yang memicu ambruknya sejumlah lembaga peminjaman.

Kondisi ini ternyata semakin memburuk, meluas, dan berkepanjangan serta tidak hanya dirasakan oleh perekonomian AS tetapi dirasakan berbagai negara termasuk Indonesia.

Bagi dunia, hal ini menandakan berakhirnya pertumbuhan. Setelah enam tahun terjadi pertumbuhan tinggi, ekonomi berkembang melambat di tahun 2009 ke tingkat pertumbuhan yang lebih menengah, 2,8% per tahun, menurut Dana Moneter Internasional (IMF) - sementara negara industri menciut menjadi -3,4%.

Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 nyatanya turut berkontribusi pada penurunan emisi karbon di Indonesia hingga 59 juta ton CO2 sepanjang 2020. Pada tahun itu, ketika dunia tiba-tiba lockdown dampaknya memang langsung terasa pada emisi karbon.

Sebagian besar dunia melakukan pembatasan sosial, pabrik-pabrik berhenti beroperasi, mobil mematikan mesinnya dan pesawat dilarang terbang.

Menurut tim Global Carbon Project, emisi karbon tahun ini turun 2,4 miliar ton. Angka itu jauh melampaui tingkat penurunan yang tercatat pada tahun 2009 akibat resesi ekonomi global dengan hanya setengah miliar ton, maupun pada akhir Perang Dunia Kedua yang menyebabkan emisi turun sebesar satu miliar ton.

Di seluruh Eropa dan Amerika Serikat, tercatat penurunan sekitar 12 persen sepanjang tahun, dan beberapa negara bahkan mencatat angka yang lebih besar. Perancis mengalami penurunan sebesar 15% dan Inggris turun 13%.


Namun, pada kenyataannya pandemi tidak akan terlalu berdampak pada upaya penanggulangan perubahan iklim dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Terbukti, pasca pandemi, emisi karbon kembali menunjukkan tren peningkatan.

Banyak janji-janji nasional yang telah diperbarui dan diperkuat selama setahun terakhir, tetapi masih belum cukup untuk menghindari perubahan iklim yang berbahaya.

Meskipun pada tahun 2020 terjadi penurunan lebih dari dua miliar ton CO2, para ilmuwan mengatakan bahwa untuk memenuhi tujuan Perjanjian Iklim Paris akan membutuhkan pemotongan hingga dua miliar ton setiap tahun untuk satu dekade ke depan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular